Penerjemah : reireiss
Source ENG : Jingle Translations
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
[POV Freed]
Putra Mahkota Sahaja, Maximillian akan datang.
Suatu hari, beberapa saat setelah Lidi memenangkan
taruhan denganku――――
Aku dipanggil ke kantor Ayahanda di pagi hari untuk
mendengarkan suatu kabar darinya, betapa merepotkannya.
"Lidi juga akan hadir?"
Di hadapan Ayahanda dan Perdana Menteri, tanpa malu-malu aku
mengerutkan keningku.
“Benar, itu adalah permintaan dari Sahaja.”
“……”
Ayah duduk di meja kantornya, Perdana Menteri berdiri di
sampingnya. Termasuk tangan kananku, Alex, di kantor yang lebih luas dari
kantorku ini hanya ada 4 orang di sini. Sampai beberapa waktu yang lalu,
Menteri Luar Negeri Duke Pellegrini juga ada di sini. Tapi karena dia dipanggil
oleh bawahannya, dia memohon diri untuk pergi.
Semua orang merasa tegang, udara yang gelisah tidak cocok
untuk pagi hari.
Ayahanda tidak berusaha menyembunyikan kekesalan dalam
ekspresinya saat dia menunjukkan surat dari Sahaja di atas meja.
Dengan dalih memberi selamat atas pertunanganku, Putra
Mahkota Sahaja akan datang.
Kalau hanya itu maka akan baik-baik saja.
Ini tidak biasa bagi anggota Keluarga Kerajaan dari suatu
negara yang sedang melakukan gencatan senjata untuk datang ke sini, tapi ini
bukanlah masalah diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tapi, kenapa Lidi-ku harus hadir?
Saat aku mengingat Putra Mahkota Sahaja yang sudah beberapa
kali aku temui, aku bisa tahu bahwa suasana hatiku anjlok.
Putra Mahkota dari negara tetangga yang mengesankan
dengan mata abu-abu gelap jernih yang dingin.
Aku tidak ingin Lidi bertemu dengan pria itu. Sejujurnya,
aku punya firasat buruk.
Melihat ketidaksenanganku yang jelas setelah mendengar kabar
itu, Perdana Menteri mulai berbicara seolah-olah dia terkena masalah.
“Tujuan Sahaja yang sebenarnya tidak diketahui. Tapi,
kita tidak bisa mengabaikan mereka hanya karena itu. Sudah jelas itu hanya akan
membuat mereka menuntut sesuatu yang lebih menyusahkan.”
“…Ya, itu memang benar.”
Aku tahu cara Sahaja melakukan sesuatu dari pengalamanku
sendiri. Aku sudah melawan mereka secara langsung dalam beberapa peperangan dan
mereka cukup sulit diprediksi. Jika kami menolak pertemuan dengannya, entah apa
yang akan mereka minta selanjutnya.
Aku mengerti itu. Tapi, emosiku adalah hal yang berbeda.
Ayahanda meletakkan tangan di dagunya sambil berpikir, Hmm. Lalu berkata,
“Meskipun ini adalah hal yang mendadak, kita hanya perlu membuat
Putri hadir di pertemuan sesuai dengan permintaan mereka. Masalahnya adalah apa
Putri bisa tampil sebagai tunangan Freed di hadapan anggota Keluarga Kerajaan
dari negara asing? Putri kan tidak terbiasa dengan situasi seperti ini, dia
belum cukup teredukasi, bukan?”
Haruskah
aku segera memberinya Guru?,
gumam Ayahanda yang dijawab oleh Perdana, Tidak
perlu dengan penuh percaya diri.
“Saya sangat berterima kasih atas pertimbangan Anda terhadap
Putri saya. Tetapi Yang Mulia, Anda tidak perlu mencemaskan hal yang tidak diperlukan
seperti itu.”
Alex yang berdiri di sampingku mengangguk setuju.
“Yang Mulia, Putri saya, Lidiana telah menerima pendidikan
yang sesuai sejak ia kecil. Lagi pula, keberanian putri saya itu di atas
rata-rata, tidak ada alasan untuk khawatir padanya tentang hal seperti itu.”
“Begitukah? Tapi bahkan jika kamu mengatakan kalau dia
sudah teredukasi…”
“Yang Mulia, jika Anda masih merasa cemas, tidak apa-apa untuk
meminta seorang Guru untuk mengetesnya. Kesimpulannya akan segera terlihat.”
Menghadapi keraguan yang alami dari Ayahanda, Perdana
Menteri benar-benar tidak gentar. Sebaliknya, itu berakhir dengan Perdana
Menteri yang mengatakan bahwa tidak apa-apa untuk mengetes Lidi.
Saat aku melihat ke arah Alex, sepertinya dia juga setuju
dengan kata-kata Perdana Menteri.
Dengan berbisik, dia menyuruhku untuk tidak perlu khawatir.
“Seperti yang Pak Tua katakan. Mungkin kamu sudah pernah mendengarnya,
tapi edukasi Lidi sebagai Calon Ratu itu sempurna. Sejak dia kecil, demi
menjadikannya pengantinmu, Pak Tua menjejalkannya dengan berbagai macam
pendidikan. Membuatnya bertemu dan berbicara dengan anggota Keluarga Kerajaan dari
negara asing bukanlah masalah. Dia memiliki semua pengetahuan fundamental di
kepalanya, apa masalah selesai dengan penjelasanku ini?”
“Tidak, aku tahu Lidi mengingat wajah setiap bangsawan
domestik, tapi…”
Aku ingat dia bilang kalau dia bisa tahu nama lengkap para
lady hanya dengan melihat wajah mereka.
Dia mengatakannya dengan tatapan lugu seakan itu adalah
hal yang wajar, tapi aku bertanya-tanya apakah dia sadar betapa menakjubkannya
itu.
“Ah, itu keahlian khususnya yang lain. Ingatannya tidak
masuk akal. Karena itu kamu tidak perlu khawatir tentang pengetahuan atau pun perilakunya.
Pak Tua sudah mengakuinya. Yang mengkhawatirkan hanyalah… Bagaimana kalau dia
membuat masalah.”
"Ah…"
Anehnya, aku diyakinkan oleh kata-kata Alex.
Mengenai edukasi untuk Permaisuri, aku pernah
mendengarnya langsung dari Perdana Menteri dan aku mengintip sebagian hal dari
itu, jadi aku tidak terkejut.
Lebih penting lagi, seperti kata Alex, ‘Bagaimana kalau
dia membuat masalah’.
Tentu saja, mungkin itulah yang akan menjadi kekhawatiran
terbesar.
“Dia tidak menyadarinya, tapi dia itu pembuat onar. Berhati-hatilah.”
"Bahkan jika kamu mengatakan itu padanya, Lidi
sendiri tidak berpikir begitu, kan…"
Saat aku mengangguk mengerti, Alex menggelengkan
kepalanya sambil menghela nafas.
“Lidi itu sama sekali tidak mengerti dirinya sendiri.
Sudah berapa kali aku dituntun oleh tipuannya itu, meski dia melakukannya tanpa
sadar…”
Melihat tatapan Alex yang seakan sedang memandang ke
tempat yang jauh, pasti banyak.
Saat aku mengalihkan pandanganku ke arah Ayahanda dan
Perdana Menteri dengan santai, mereka menyelesaikan topik pembicaraan tentang
itu dan melanjutkan diskusi mereka.
“Apa yang Duke Pellegrini katakan tentang itu?”
“Tampaknya, dia menyerahkan keputusan pada Anda, Yang
Mulia. Hanya saja, dia mengatakan bahwa tidak baik memprovokasi Sahaja secara
sembarangan.”
"Itu benar, kalau begitu, selama Putri hadir maka tidak
akan ada masalah."
“Saya mengerti. Kalau begitu, saya akan memberikan jawab
kepada mereka. Apakah tidak apa-apa untuk mengadakan pertemuan kecil
sesudahnya?”
“Hmm. Baiklah… Freed.”
“Ya, Ayahanda.”
Ketika aku menjawabnya, Ayahanda berkata padaku,
“Seperti yang kamu dengar. Hanya untuk memastikan, aku
akan memberi Putri seorang Guru Kerajaan. Sisanya kuserahkan padamu. Pergilah,
jemput tunanganmu.”
“Tentu saja. Peran Putra ini adalah untuk menjemputnya. Tidak
peduli seberapa banyak Putra ini memohon, Putra ini tidak ingin memberikannya
kepada orang lain.”
Aku mengerti bahwa kata-kata pengertian dari Ayahanda hanyalah
alasan bagiku untuk menjemputnya.
Aku benar-benar berterima kasih.
Aku berniat bertahan sampai Pesta Malam seperti yang
dijanjikan, tapi tidak bertemu Lidi untuk waktu yang lama itu terlalu
menyakitkan.
Berpikir aku bisa pergi menemuinya secara terbuka daripada
terus menahan diri, sudut mulutku terangkat, aku tersenyum.
Dengan terkagum-kagum, Alex berkata kepadaku,
“…Kamu benar-benar terlihat seperti orang yang berbeda
dari sebelumnya. Sebahagia itu kamu akan bertemu dengannya? Ya, kamu
memperlakukannya dengan baik, jadi aku tidak akan mengeluh.”
“Jangan bersikap tidak sopan, Alex. Aku bersyukur Yang
Mulia Putra Mahkota memikirkan Lidi. Yang Mulia, tolong jaga putri saya selama
pertemuan.”
Alex berbicara dengan suara yang seharusnya tidak
didengar oleh orang lain selain aku, tapi sepertinya Perdana Menteri
mendengarnya.
Sambil menekan putranya, Perdana Menteri menghadap ke
arahku dan menundukkan kepalanya.
Memahaminya, dengan murah hati aku pun mengangguk.
“Tentu saja, Perdana Menteri. Aku akan melindungi Lidi
tanpa gagal. Tidak perlu khawatir, apapun hal yang ingin Putra Mahkota Sahaja
coba lakukan, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti Lidi.”
"Saya berterima kasih untuk itu."
Saat aku mengatakan janji itu dengan jelas, Perdana
Menteri menghela nafas.
Bahkan jika dia percaya bahwa putrinya, Lidi akan
baik-baik saja, bagaimanapun juga dia tetaplah seorang Ayah. Dia pasti
khawatir.
Aku pun mengajukan pertanyaan kepada Perdana Menteri.
“Aku ingin menjemput Lidi, tapi jam berapa yang tepat?”
Saat aku bertanya sambil berpikir aku menginginkannya
secepat mungkin, Perdana Menteri merenung sejenak dan menjawab.
"Mari kita lihat, soal Guru untuk mengetes
pengetahuannya… Dua hari sudah cukup."
Aku lebih suka kalau itu lebih cepat, tapi aku sudah berjanji
pada Lidi.
Aku juga harus menghormati pendapat Perdana Menteri, jadi
aku berkata,
“Aku mengerti, kalau begitu aku akan pergi ke sana pada sore
hari, tepat 3 hari sebelum pertemuan dilaksanakan. Apa Perdana Menteri bisa
menyampaikannya?”
“Saya mengerti, Yang Mulia. Saya akan mengomunikasikannya
dengan Kediaman saya.”
“Aku serahkan itu padamu, Perdana Menteri.”
Setelah aku mendapatkan janji dari Perdana Menteri,
selanjutnya aku mengalihkan pandanganku ke Alex, "Aku mengerti, aku juga
akan pergi.", dia menyetujuinya seakan itu adalah hal yang merepotkan.
Nah, dengan ini persiapan sudah selesai.
Hanya berpikir bahwa aku bisa bertemu dengannya,
perasaanku menjadi hidup.
Kalau aku menunggunya sedikit lagi, dia akan kembali ke
pelukanku.
Berpikir begitu, aku tidak bisa menghapus kebahagiaan
ekstrim ini dari wajahku.
Aku tidak sabar menunggu hari di mana aku pergi
menjemputnya. Itulah yang kupikirkan.
***
Pada hari yang dijanjikan, aku mengunjungi Kediaman
Vivouare sesuai rencana.
Sekarang, malam berikutnya setelah aku berhasil membujuknya
dan membawanya ke kamarku.
Dengan wajah yang terlihat rumit, Lidi memberi tahuku, “Aku
sudah menyelesaikan semua yang dijadwalkan.”
“Sudah kuduga akan seperti ini.”
Sejenak aku tercengang, tapi karena senang, aku pun segera
memeluk tubuh lembutnya, dan mendorongnya ke tempat tidur.
Karena mempertimbangkan jadwalnya, jadi tadi malam aku
menahan diri. Jika dia sudah selesai dengan jadwalnya, maka tidak masalah jika
aku memeluknya sepenuhnya.
Dengan perasaan itu, aku berbisik telinga, dan dia memberikan
jawaban positif dengan sangat mudah.
Tersingkir oleh gerakan spontannya yang melingkarkan
tangannya di kepalaku, aku menjadi benar-benar terbuai dan bergegas untuk
bertindak.
Aku ingin melakukannya dengan Lidi sebanyak mungkin.
Keinginan yang tak terbatas menggenang.
Saat aku melakukannya dari belakang, seolah-olah
menghasut, dengan bersikap manis aku memohon padanya sekali lagi, dia sedikit
mengangguk dengan wajah merah cerah. Tindakannya itu membuatku semakin gelisah.
***
“Hyah… Aaaah!! Aah…”
Aku mengusap bagian dalamnya sambil mendorong pinggulku
dari belakang, saat air mata Lidi tumpah, dia tersentak dengan manis.
Beberapa jam telah berlalu sejak kami mulai beraksi di
tempat tidur yang besar ini.
Aku menggosok bagian dalam dari dirinya dengan halus.
Tidak peduli berapa kali aku mencapai puncak, kekuatanku tidak berkurang.
Sebaliknya, aku justru merasa semakin lapar.
Aku tidak pernah merasa cukup. Aku akan memanjakan Lidi
lebih dan lebih lagi.
Tampaknya dia merasa sangat nikmat saat aku mendorong dengan
perlahan sambil mencubit kedua put*ngnya, pinggulnya bergetar seolah
mengundangku.
“Lidi… Terasa nikmat?”
“Hah… Aaa…. I… Ya…”
Lidi mengangguk dengan wajah penuh kenikmatan. Diwarnai
dengan hasrat karena memanjakan diri denganku, kemauan keras yang terlihat di
mata ungunya tidak dapat ditolak.
Saat aku menggerakkan pinggulku, cairan yang aku
keluarkan bercampur dengan cairan sek**alnya dan menimbulkan suara yang tidak
senonoh.
Untuk membuat Lidi semakin merasa nikmat, dengan memercayai
batinku, aku mengulurkan tanganku ke kuncup put*ngnya.
Saat aku menjentikkan kuncup put*ngnya yang bengkak
dengan jariku, dia mencapai puncak dalam sekejap mata.
“Aaaah!!”
“Ts…”
Berapa kali aku mengeluarkan sper** setiap kali dia
mencapai puncak.
Pada saat yang sama, Lidi terkulai lemas seperti
kehilangan kesadaran. Sudah beberapa jam sejak kami memulai tindakan intim ini.
Sepertinya ini adalah batas staminanya.
“Lidi?”
Aku berbaring di sampingnya yang pingsan dan memeluknya dengan
erat sambil membelai rambutnya. Rambut lurus yang mengalir dengan halus.
Menikmati rasa nikmat ini, aku menjatuhkan ciuman di bibirnya.
Lidi ada di kamarku.
Situasi yang aku inginkan ini terus berlanjut, secara
spontan sebuah senyuman muncul di wajahku.
Begitu aku membuka pintu kamarku dan melihat Lidi duduk
di sofa, euforia yang tiada tara menyerangku.
Aku bisa memeluknya kapan saja. Saat aku mengulurkan
tanganku, aku bisa menciumnya. Kita bisa saling mengucapkan selamat pagi. Dan
saat aku kembali, aku bisa menyentuhnya.
Apakah ini yang disebut kehidupan pengantin baru? Jika memang
begitu, betapa indahnya sebuah pernikahan.
Ah, aku ingin segera bergegas ke gereja dan menjadi
pasangan suami istri lalu menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bercinta
dengannya di tempat tidur, entah itu pagi atau pun sore.
Sambil terbakar dengan perasaan itu, aku terus membelai
rambutnya.
“Nn…Uun…”
“Lidi? Kamu sudah bangun?”
“Nn… Freed?”
Setelah aku menyisir rambutnya sebentar, Lidi sadar
kembali. Dia menatapku dengan wajah linglung. Untung dia bangun, milikku yang
masih ada di dalam dirinya tersentak ringan.
“Fuaahhh…”
Tulang punggungku menggigil karena reaksi sensitifnya.
Pipiku mengendur mendengar suaranya jauh lebih manis dari sebelumnya.
Senang dengan tanggapan yang aku tunggu-tunggu, aku
kembali berada di atasnya.
Aku menyerang titik lemahnya yang sudah sepenuhnya aku
ketahui, aku menyerang dengan keras.
Lidi memeluk punggungku dengan ekspresi melamun dan
menerimanya.
“Ah… Ah… Ah…”
“Lidi… Nikmat?”
Saat goyangan pinggul kami membuat suara yang terdengar
seperti tamparan, dia mengangguk lagi dan lagi.
"Nikmat…"
“Hm? Kamu suka ini?”
“Hah… Aah… Aku menyukainya.”
"Begitu, ya… Kalau begitu, aku akan terus
mendorongnya."
“Hyaah… Aaaah!”
Aku menyipitkan mataku karena hasrat yang aku inginkan.
Aku memperhatikannya sejak beberapa hari yang lalu, saat
Lidi menerima rang**ngan kuat secara terus menerus, sepertinya tombol di kepalanya
aktif.
Saat tombol itu aktif, suaranya menjadi lebih manis dari
biasanya dan dia menjadi patuh pada kenikmatan.
Sepertinya dia sendiri tidak menyadarinya, tapi reaksinya
jelas berbeda.
Dan, dalam keadaan ini Lidi pasti akan melakukan apapun
yang aku inginkan.
“Hyaa… Hyaaa… Aah, nnnn… Lebih banyak, beri aku lebih
banyak!”
Dia tidak terlihat seperti seseorang yang jatuh
tertelungkup karena sudah mencapai batas staminanya seperti tadi, dengan kuat Lidi
mengetatkan dirinya di bawah sana dan memohon padaku.
Menanggapi permohonannya, aku pun menusuknya, saat aku
menusuk dengan kuat dia menangis dengan suara yang penuh emosi.
“Hm? Kamu juga suka ini?”
"Ya… Suka… Aku menyukainya!!"
Saat aku mengajukan pertanyaan yang menghasut, dengan
mudah dia memberikan jawaban yang aku inginkan.
Aku mengerti. Ini adalah hasratnya akan kenikmatan. Bukan
berarti dia berkata kalau dia menyukaiku.
Tetap saja, dia menyerahkan tubuhnya kepadaku, dan bahkan
mengizinkanku untuk menuangkan benihku ke dalam dirinya, tapi aku tidak bisa
menahan godaan dari kata-kata yang belum pernah dia katakan sebelumnya.
Betapa bahagianya aku jika kata-kata yang dia ucapkan
saat ini benar-benar ditujukan kepadaku.
Tentu saja, aku memutuskan untuk menunggu.
Tidak ada kebohongan dalam perasaan ini. Aku akan
melakukan segala upaya untuk membuatnya mengatakan dia menyukaiku suatu hari
nanti, selain itu dia sudah menerimaku. Aku yakin kemungkinan untuk itu tinggi.
Meski begitu, tidak peduli berapa kali kita tidur bersama,
tidak sepertiku yang mengatakan bahwa aku mencintainya, dia sama sekali tidak pernah
mengatakan bahwa dia mencintaiku.
Karena aku tahu, akan ada saat di mana dia mengucapkan
kata-kata itu dengan mudah, dan saat itu tejadi, mungkin aku akan menghancurkan
Lidi yang ada di pelukanku berkali-kali.
“Lidi, Lidi… Aku mencintaimu, aku mencintaimu.”
Aku berharap perasaan ini sampai padanya. Dengan emosi
seperti itu, aku membisikkan kata-kata itu dengan penuh kasih sayang.
Saat aku mendudukkannya dalam posisi bertatap muka, dia
menggerakkan pinggulnya.
Dalam keadaan ini, dia lebih aktif dari biasanya.
Hasratnya membangkitkan hasratku dengan ganas.
“Aaahhh… Dalam… Di posisi ini, dalam…”
“Kurasa… Lidi lihat, bisakah kamu melihat bagaimana kita
terhubung? Kamu memegang diriku dengan kuat di dalam sana? Kamu memakannya
dengan sangat nikmat.”
“Ah, karena rasanya nikmat… Hei, Freed, sentuh… Sentuh
dadaku? Itu akan terasa lebih nikmat?”
Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak dirayu oleh mata
ungunya yang penuh dengan nafsu.
“!!! Ah, ya ampun!!”
“Aaah…”
Tidak dapat menahan godaannya, aku menggoyangkan
pinggulku dengan rakus.
Sesuai keinginannya, aku bermain dengan kuncup put*ng merah
mudanya, saat aku meremasnya, dia kembali mencapai puncak sambil mengeluarkan suara
bernada tinggi. Dengan rang**ngan dan jepitan yang terlalu kuat, aku
mengayunkan pinggulku lagi. Saat aku memegang kuncup put*ngnya yang bergoyang dan
memasukkannya ke mulutku dan memainkannya dengan lidahku, tubuh Lidi menggigil.
Belum… Belum cukup.
“Lidi… Aku tidak akan membiarkanmu tidur malam ini?”
“Haah… Yup… Ayo kita lakukan lebih banyak, lagi?”
"Baiklah, ayo kita lakukan beberapa kali lagi."
Setelah mendapatkan persetujuannya, aku diam-diam tersenyum.
Setelah itu, aku menyudutkannya berulang kali, pada akhirnya
persis seperti yang aku katakan, aku menikmati waktu manis bersamanya sampai
pagi.
***
“Uughhh… Pinggulku sakit…”
Aku memeluknya seolah ingin menebus lusa kemarin saat aku
tidak memeluknya, itu wajar saja, tapi keesokan paginya, Lidi berbaring
telungkup sambil menekan pinggulnya dan mengerang.
Aku tidak berpikir bahwa aku berlebihan, aku memanggilnya
dengan suara simpatik yang bisa kukumpulkan.
“Sepertinya kamu tidak punya rencana untuk hari ini, istirahat
saja.”
“Ya… Aku akan melakukannya.”
Meskipun begitu acak-acakan, tampaknya dia memiliki
ingatan yang samar saat dia menghasutku untuk melakukannya.
Tidak menyalahkanku, dia hanya mengerang sambil
melambaikan tangannya ke arahku.
“Freed, kamu harus pergi untuk bekerja, kan? Semoga
harimu menyenangkan.”
“Tapi aku tidak ingin meninggalkan Lidi dalam keadaan
seperti ini?”
Ini waktu kebersamaan kita yang berharga. Saat aku
mengatakan bahwa aku ingin bersamanya sedikit lebih lama, Lidi mulai berbicara
dengan cemberut.
“…Tidak boleh. Lakukan pekerjaanmu dengan baik.”
“Tidak masalah. Aku mengabdikan diriku pada Lidi, jadi
aku tidak akan membolos… Tapi jujurlah padaku, kamu tidak benar-benar berpikir
begitu, bukan?”
“!!! Ya ampun, lupakan saja, pergilah.”
Saat aku berbicara tentang perasaanku yang sebenarnya dan
mencium pipi Lidi, dalam sekejap dia menjadi merah padam.
"Imut."
Meskipun dia melakukan tindakan cab*l sampai pagi, dia
bereaksi seperti ini.
Perilaku dan reaksinya itu terlalu imut.
Meskipun penampilan Lidi lebih ke arah cantik daripada
imut, tapi semua yang dia lakukan tepat sasaran, aku hanya bisa menyebutnya
imut.
…Ini buruk, seperti aku benar-benar harus mempertimbangkan
untuk membolos.
Meski begitu, aku tidak akan melakukan hal seperti itu.
Berpikir realistis, itu tidak mungkin.
Besok adalah Pertemuan dengan Putra Mahkota Sahaja. Aku
harus menyelesaikan pekerjaan sebanyak mungkin, bahkan pekerjaan untuk besok. Pasti
Alex sudah datang. Tidak peduli bagaimana aku melihatnya, aku harus segera
pergi ke sana.
“Kalau begitu, aku akan pergi, meskipun aku pergi dengan
enggan. Agar bersiap untuk pertemuan besok, sebaiknya hari ini kamu istirahat
saja.”
“Iyaaaa.”
Mendengar jawaban Lidi, aku pun keluar kamar. Aku
memperhatikan Pengawal Kerajaan yang ada di kedua sisi pintu dan memanggil
mereka.
“Aku yakin kalian sudah mengetahuinya, tapi di kamar ada
tunanganku yang tercinta. Benar-benar jangan biarkan dia berjalan sendirian. Kalian
mengerti?”
"Dimengerti."
Stamina Lidi lebih dari yang terlihat. Saat ini dia memang
kelelahan, tapi ada kemungkinan dia akan mulai bergerak sekitar sore hari. Dia
cukup mampu untuk berkeliaran tanpa tujuan.
Dan yang terpenting, aku tidak tahu apa yang akan dia
lakukan.
Segera setelah kekhawatiran itu menyerangku, hanya untuk
memastikan, aku memerintahkan mereka untuk tidak mengalihkan pandangan darinya,
dan pergi bekerja.
――――Dan kemudian di malam hari.
Saat aku kembali ke kamarku, aku mendengar bahwa Lidi pergi
bersama Will, aku pikir mudah untuk membayangkan betapa rumitnya perasaanku.
Tanpa sadar, aku melihat ke langit. bertanya-tanya kenapa
hal seperti itu terjadi.
Kalau bukan karena jadwal besok, aku ingin memeluknya
sekali lagi.
Aku menghela nafas, tapi sebenarnya aku mendidih karena
cemburu.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa dengan kecemburuan ini.
Bahkan jika aku mengerti itu, perasaan tidak menyenangkan ini muncul dengan
sendirinya.
Menjadi cemburu meskipun Lidi tidak menyadarinya, kurasa
itu benar-benar bodoh.
“…Lidi benar-benar sudah mengendalikan diriku.”
Lidi yang tidak mengerti dengan apa yang aku katakan hanya menatapku dengan bingung, hari-hari di mana aku dikendalikan olehnya baru saja dimulai.
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment