Side Story 4 Part 2
Source ENG: Novel Updates
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
***
TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!
HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.
JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.
JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!
***
"Kenapa aku tidak boleh penasaran? Aku mendambakan
semua yang dimiliki mantan Guruku."
.
.
.
Haewoon menatap Yoon. Yoon adalah putra dari seorang Selir,
sejak awal dia bukanlah pewaris takhta. Meski begitu, Haewoon menempatkannya di
atas takhta.
"Hwang In Yoon, jangan lupa siapa yang menempatkanmu
di posisi ini." kata Haewoon dengan tenang.
Seakan ingin kembali memukulnya, Haewoon menyentuh kepala
Yoon seolah-olah dia sedang berurusan dengan seorang anak. Itu adalah
peringatan bahwa posisinya bisa berubah ke posisi lain kapan saja.
"Dia bisa memilikinya (takhta) jika kamu datang
sedikit lebih lambat."
Yoon tersenyum seperti anak kecil dan mengarahkan jarinya
ke Eunseol. Tepatnya, ke perutnya.
"Jika dia menjadi Selirku dan melahirkan seorang
anak, anak itu akan diberikan status yang sama dengan para Pangeran."
Bibir Haewoon terangkat dengan dingin, memprovokasi.
"Kalau anak Guru adalah seorang putra, bahkan itu
mungkin baginya untuk naik takhta."
"Kalau kamu menginginkan orang yang akan
menggantikanmu, ambil saja anak orang lain dan letakkan di atas takhta."
Saat Haewoon menolaknya mentah-mentah, Yoon mendecakkan
lidahnya seolah itu sangat disayangkan. Dia tidak membutuhkan anak lagi. Dia
hanya berpikir tidak masalah untuk meninggalkan posisi ini jika yang
menggantikannya adalah anak Haewoon. Wanita itu (Eunseol) terlalu keras kepala
untuk melakukannya, jadi rencananya gagal.
Yoon juga sangat menyukai Eunseol. Dia ingin tahu tentang
wanita yang telah membuat Haewoon begitu terobsesi sampai istrinya, yang telah
diakui sebagai orang yang paling cantik di Kekaisaran tidak dapat
membebaskannya. Pada titik ini, dia merasa khawatir bahwa mungkin saja dia akan
mundur dari posisinya.
T/N: Rei jg kurang
paham di sini maksudnya apa. Tp mgkn, dlu Yoon ini mau ngasih istrinya buat
Haewoon tp Haewoon ga suka. Krn kejadian itu sm kejadian ini udh ngebuat
Haewoon marah, jd Yoon khawatir Haewoon bakal ngebuat Yoon turun takhta atau bs
jg Haewoon bakal mundur dari posisinya sbg Jenderal.
"Istriku tidak pernah menginginkan anak orang lain.
Selain itu, aku tidak berpikir kalau kamu bisa menghafal nama-nama
pangeran."
Dia masih membutuhkan Haewoon. Keberadaannya harus ada
untuk menemukan stabilitas di benua ini. Tidak mungkin akan ada lagi orang yang
jahat dan kejam sepertinya. Dia tidak bisa ditundukkan, dia juga tidak bisa
disuap. Dalam situasi yang tidak nyaman seperti ini, Yoon sangat
membutuhkannya.
"Kalau begitu aku akan melanjutkannya dan menghafal
nama-nama mereka (Pangeran)."
Di kamar Kaisar, mereka menawarkan berkat Kaisar.
Yoon menyeringai saat dia mengikuti kata-kata gurunya dan
melanjutkan,
"Aku pikir kamu sangat takut padaku, jadi tolong
perkenalkan dirimu secara remi padaku nanti." Kata Yoon sambil melewati
Eunseol.
Tanpa menyadarinya, Haewoon hanya terfokus pada Eunseol.
Setelah itu, pintu ditutup kembali dengan pelan.
"Haewoon, bolehkah aku membuka mataku?"
Tenggorokannya sembuh. Tadinya tenggorokannya sangat
kering sampai dia tidak bisa menelan air liurnya sendiri. Kesimpulan dari hal
yang dia dengan dengan nafas tertahan adalah bahwa Kaisar tidak berniat
menjatuhkan Haewoon. Bertentangan dengan apa yang diketahui, mereka bahkan
memiliki ikatan yang dalam.
"Kamu tidak akan meninggalkan suami dan anakmu,
kan?"
"Oh..."
"Haruskah aku menebak?"
Eunseol menekan matanya erat-erat dengan telapak
tangannya. Dia tidak percaya diri untuk melihat wajah Haewoon sekarang. Dia
mencoba melakukan hal yang sama seperti Ibunya sendiri. Dia ingat bahwa dia
akan meninggalkan anak ini pada Haewoon, Eunseol pun menelan ludahnya.
"Jika Yang Mulia menentang..."
Siapa yang bisa melanggar perintah Yang Mulia?
Eunseol dibesarkan di medan perang, jadi dia tahu bahwa
seorang pria berpangkat tinggi bisa melakukan apa saja. Ratusan dan ribuan
orang terbunuh oleh perintah yang salah dari kepala yang bodoh. Dan Kaisar
bertindak sebagai pemimpin yang seperti itu. Seberapa tinggi dia, bagaimana
Eunseol bisa menolak di saat orang itu begitu tinggi? Cara terbaik baginya
adalah menjauhkan Kaisar dan Jenderal dari satu sama lain.
Dia tidak menyukai kenyataan bahwa ada seorang wanita
yang terikat pada Haewoon sebelum dirinya.
Kaisar bukanlah orang yang dia inginkan. Eunseol menyadari
hal itu.
"Istriku memiliki kebiasaan mengkhawatirkan hal-hal
yang tidak perlu. Satu-satunya hal yang perlu kamu khawatirkan adalah dirimu
sendiri. Bahkan anak yang ada di dalam kandunganmu juga tidak perlu kamu
khawatirkan."
Haewoon berkata untuk menyerahkan segala hal kepadanya.
Dia masih berbau darah. Eunseol takut seberapa jauh pria
ini bisa mengejarnya dan di mana itu akan berakhir.
"Jenderal."
"Kamu memanggilku seperti itu lagi. Kamu bukan
bawahanku."
Eunseol masih memiliki kebiasaan memanggilnya ‘Jenderal’. Haewoon menggigit ujung hidung sedikit sebagai hukuman.
"Kaisar tidak memiliki saudara laki-laki. Saat dia
naik takhta, aku sudah mengeksekusi mereka semua dengan tanganku sendiri."
Yang terlemah harus diletakkan di atas takhta. Kalau kau
meletakkan sesuatu yang kuat di sana, itu hanya akan memukulmu. Tidak perlu
bagi seorang Kaisar untuk mengawasi setiap gerakannya.
"Meskipun dia tidak lagi memiliki saudara laki-laki
yang bisa menjadi Kaisar, dia memiliki banyak putra yang bisa menjadi Kaisar.
Kalau kamu merasa tidak nyaman, aku bisa melakukan apa yang sudah pernah
kulakukan."
Eunseol mengulurkan tangan dan menutup mulut Haewoon, dia
menggigil dan menggelengkan kepalanya. Sekarang, hal ini begitu mencolok sampai
orang yang paling bodoh pun bisa mengenalinya sebagai pengkhianatan. Haewoon
berbicara tentang pemberontakan di Istana Kekaisaran.
Matanya begitu tenang saat dia melontarkan kata-kata yang
tidak bisa dianggap sebagai lelucon. Dia adalah seorang pria yang ekspresinya
tidak berubah bahkan jika dia berlumuran darah.
"Tolong jangan katakan itu."
"Apa kamu takut leherku akan jatuh?"
Haewoon menggigit jarinya yang menutupi bibirnya dan
bertanya dengan tenang. Kamar Kaisar memiliki telinga yang mendengarkan. Meski
dia tahu bahwa semua tindakan dan percakapannya yang terjadi di sini akan
diteruskan ke Yoon apa adanya, Haewoon tetap diam.
Begitu dia mendengar bahwa Eunseol telah memasuki kamar
tidur Kaisar, darahnya mendidih.
Kaisar telah berlebihan memprovokasinya. Pernah sekali,
Yoon tertawa dan berkata bahwa dia ingin melihat gurunya malu.
Saat dia mendengar kabar tentang ini, emosi yang melonjak, yang dia rasakan lebih seperti kemarahan daripada rasa malu.
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment