Side Story 4 Part 1


Penerjemah: reireiss

Source ENG: Novel Updates

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.

Terima kasih~


***

TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!

HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.

JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.

JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!

***

Eunseol tiba-tiba tertidur. Sejak dia masih kecil, dia akan kelelahan bahkan jika dia melakukan sedikit aktivitas atau jika dia melakukan aktivitas yang berlebihan. Karena tidak dapat berbaring di ranjang Kaisar, dia pun duduk dan menutup matanya di meja.

Dalam mimpinya, Kakeknya yang sudah meninggal muncul. Dia memanggil Kakeknya dengan keras, tapi tidak ada suara yang keluar.

Kamu harus hidup dengan baik.

Sambil memegang tangan Kakeknya yang berulang kali berkata, 'Kamu harus hidup dengan baik.' Eunseol terus menangis dengan keras. Kakeknya tidak pernah muncul di dalam mimpinya. Dia menangis dan berkata pada Kakeknya bahwa dirinya selalu ketakutan sepanjang waktu setelah Sang Kakek meninggal. Kakeknya yang selalu melindunginya tahu ada yang tidak beres dan wajah keriput Sang Kakek menunjukkan sebuah senyuman.

"...Bangun. Bangun."

Mata Eunseol membelalak saat dia memanggil Kakeknya yang berbalik, memunggunginya dan melangkah pergi.

Terekam jelas dalam ingatannya bahwa dia duduk dan tertidur di meja, tapi sekarang dia sedang berbaring di ranjang. Kaisar mengguncangnya sambil duduk di pinggir ranjang, hari sudah senja.

"Mimpi macam apa yang kamu tangisi?"

"......Yang Mulia."

Eunseol mengeluarkan suara serak. Begitu dia membuka matanya, Kaisar melihat air mata yang mengalir di sudut matanya dengan tatapan yang aneh di dalam kegelapan.

"Siapa itu Tuan Joo?"

"Beliau adalah Kakek saya, beliau yang membesarkan saya sejak saya kecil."

"Ah, kudengar kamu dibesarkan di medan perang. Itu artinya medan perang sudah membesarkanmu. Kurasa makanan pokok yang ada di medan perang adalah makanan yang kuberikan. Jadi pada dasarnya, akulah yang membesarkanmu."

Apa yang Kaisar katakan ini terlaku berlebihan.

Ketika Eunseol tidak menjawab, Kaisar tersenyum dan mengacak-acak rambut Eunseol yang basah karena keringat dingin. Melihat Eunseol yang dalam sekejap menyempitkan bahunya seakan tidak ingin disentuh, Kaisar pun berbicara dengan perlahan.

"Ini. Kurasa akan memakan waktu 3 hari lagi."

Dia mengatakan itu dan dalam sekejap bibirnya tersenyum. Pada saat yang sama, pintu kamar terbuka dengan keras.

BAM!

Tidak ada yang menghalangi Haewoon dalam perjalanannya ke sini. Pasti itu karena perintah dari Kaisar.

Perlahan Kaisar melepaskan tangannya dari Eunseol.

Haewoon mengenal orang-orang dari Istana Yeoncheon dengan baik. Bahkan jika itu adalah perintah Kaisar atau jika itu adalah perintah orang lain, tidak ada yang bisa menghentikannya.

"Guru." Kaisar tersenyum cerah dan berdiri. Dia membuka tangannya untuk menyambut Haewoon, "Kenapa Guru datang terburu-buru?"

Kaisar berbicara pada Haewoon seolah-olah Haewoon adalah pria terhebat di Istana.

"Tempat di mana kamu mengirim gurumu bukanlah medan pertempuran yang penuh dengan darah."

Di saat itulah, Eunseol melarikan diri dari Kaisar. Dengan wajah tanpa ekspresi, dia berlari ke arah Haewoon yang baru saja melangkah masuk. Haewoon mengulurkan tangannya, mencoba untuk menghentikan Eunseol yang ingin melompat ke pelukannya.

"Aku kotor karena darah."

Tanpa ragu, Eunseol meraih tangan Haewoon dan masuk ke dalam pelukannya. Dia bisa mencium bau darah dari tubuh Haewoon, tapi itu tidak masalah karena dia sudah terbiasa sejak kecil. Namun, dia merasa sangat lega karena Haewoon datang sebelum malam tiba.

"Apakah kamu terluka?" Baru saat itulah Eunseol tersadar. Dia gemetar ketakutan saat melihat darah merah menetes dari tangan Haewoon.

"Aku memerintahkan mereka untuk melindungi Istriku apapun yang terjadi, tapi mereka tidak bisa. Jadi aku menggorok leher mereka." Ujar Haewoon berterus terang.

Haewoon sudah memotong leher salah satu penjaga Kediamannya yang ada di luar Istana. Kaisar tidak mempedulikannya. Eunseol menarik nafas dalam-dalam, seakan mengatakan pada Haewoon bahwa dia tidak perlu memotong apapun. Sesekali Haewoon menunjukkan titik seksual yang kejam.

"Tidak ada yang bisa aku lakukan tentang itu. mereka bisa saja mengantarmu ke sini dan tidak meninggalkanmu, mereka sendiri yang memintanya (minta utk dibunuh)."

Eunseol meminta maaf tapi dia tidak punya pilihan lain selain tutup mulut saat dia meminta mereka untuk kembali ke Kediaman alih-alih melindunginya dan mengikat mereka dengannya. Dia memeluk Haewoon dan tidak mengatakan apapun.

"Jangan bilang kamu sudah menyentuh Istriku?"

Kaisar mendekati mereka sambil tersenyum. Dia telah memanggil Eunseol, Istri Gurunya, dan bersikap ramah.

"Tunggu sebentar."

Haewoon mengangkat Eunseol dan mendudukkannya di atas meja. Dia mengangkat tangan Eunseol untuk menutupi mata Eunseol.

"Tetaplah seperti ini, tidak akan lama."

Eunseol menutupi matanya dengan tangannya dan mengangguk. Dalam mimpinya, dia memanggil Kakeknya tapi malah Haewoon yang datang.

Apakah itu pertanda baik?

Dia bahkan sudah tidak takut lagi pada Kaisar. Fakta bahwa Haewoon ada di sini saja sudah bisa menenangkan kecemasannya.

"Guru..."

PAK!

"Argh!"

Haewoon mendekati Kaisar dan memukulnya dengan ringan.

Kaisar menundukkan kepalanya setelah pipinya dipukul. Dia tahu bahwa Haewoon melakukan itu dengan sengaja untuk mempermalukannya. Karena seharusnya, Haewoon akan menikamnya dengan pedang bukan memukulnya.

Haewoon lah yang mengangkatnya sebagai Putra Mahkota saat dirinya seumuran dengan Baekwoon (Putra Haewoon). Dia telah belajar segalanya dari Haewoon sejak kecil dengan selalu mengikuti Haewoon ke mana pun dia pergi.

Bahkan setelah naik takhta, Hwang In Yoon masih memanggil Haewoon sebagai Guru dan memperlakukannya seperti Haewoon lebih tinggi darinya. Dia memberi Haewoon makanan yang sama seperti yang dia makan, dan bahkan dia membuatkan 2 set pakaian yang sama untuk mereka. Bagi Yoon, Haewoon adalah Kakak sekaligus Ayahnya.

"Kamu sudah keterlaluan, Yoon."

"Aku hanya mencoba melihat apakah dia memenuhi syarat untuk menjadi Istrimu."

PAK!

Pipinya dipukul lagi. Dia menatap mata Haewoon. Setiap kali suara pukulan itu bergema, Eunseol yang masih menutupi matanya tersentak. Eunseol bahkan tidak bisa menebak siapa yang memukul dan siapa yang dipukul. Tidak masalah siapa pun itu, selama Haewoon baik-baik saja.

"Guru, apa kamu bereaksi seperti ini karena Istri yang kamu sembunyikan di dalam Kediamanmu telah dipanggil ke sini? Kamu tidak ingin menjadi duda dan membawa seorang wanita dari Giran, terlebih dia adalah wanita yang menjadi Istri Putramu, yang seharusnya menjadi pewarismu."

Yoon menatap Eunseol dari balik bahu Haewoon dan mengatakannya agar dia mendengarnya.

"Kenapa aku tidak boleh penasaran? Aku mendambakan semua yang dimiliki mantan Guruku."

.

.

.

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***

Apa pendapatmu tentang bab ini?