Chapter 14
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
***
TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!
HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.
JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.
JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!
***
Dengan terbungkus mantel bulu lembut yang berharga seperti mutiara, aku menatap ke luar jendela dengan punggung menghadap ke perapian yang menyala-nyala. Sore yang bersalju. Dari pantulan jendela, aku bisa melihat Alexander yang telah tumbuh setinggi 190 cm sedang berbaring di sofa dan membaca.
"Setiap hari pemandangannya selalu sama, tapi kamu
tidak bosan melihatnya."
Dia mengangkat mata abu-abu peraknya dan menatapku. Aku
menoleh dan tersenyum padanya.
"Setelah aku meninggalkan Arpad, kapan lagi aku bisa
melihat musim dingin dan salju seperti ini? Aku harus melihatnya lebih banyak
lagi sebelum pergi."
Ada momen di mana hari berjalan dengan lambat seperti
kura-kura. Meski begitu, tiga tahun berlalu dengan cepat. Begitu aku bangun,
seminggu lagi Alexander akan menjadi dewasa.
"......Kamu masih saja mengatakan itu. Seolah-olah
kamu akan menghilang dalam waktu dekat."
Alexander meletakkan buku yang sedang dibacanya. Aku
melihatnya berjalan ke arahku, dari pantulan jendela aku bisa melihat ekspresi
wajahnya yang keras.
"Kalau Kakakku pergi, bagaimana aku bisa bertahan
hidup sendirian? Tolong pertimbangkan juga posisi adikmu yang manis ini."
Dia merapikan rambutku yang berantakan karena memakai
mantel bulu rubah. Karena dia menyapukan rambutku ke satu sisi, bagian belakang
leherku pun terlihat. Dengan hati-hati, Alexander menyentuh leherku.
"Apa kamu memakai parfum? Baunya enak."
"Jangan bersikap seperti seekor anjing. Itu benar.
Henrietta menyukai aromanya, jadi aku mencoba memakainya."
"Memanggilku anjing, itu terlalu berlebihan."
Dan kemudian, Alexander membenamkan hidungnya di leherku
dan menghirupnya. Ini berlebihan. Aku tidak pernah memiliki saudara lelaki,
tapi aku tahu kalau tidak ada saudara lelaki atau bahkan perempuan yang
bersikap seperti ini. Aku pun mengambil langkah ke samping.
T/N: Wow! Ternyata
di novel Alex greget jg ya! („ಡωಡ„)
"Alexander."
"......Kamu ingin bilang kalau aku melewati batas
lagi."
"Itu kamu tahu. Apa yang akan orang pikirkan kalau
mereka melihat kita?"
"Ya, mereka akan berpikir kalau kita adalah saudara
yang akrab. Bukankah begitu?"
Percakapan ini tidak ada gunanya. Aku merasa pusing, jadi
aku menempelkan dahiku ke jendela yang dingin.
"Jangan lakukan itu. Kamu bisa kena flu. Kamu bilang
kalau kamu tidak lemah, tapi kamu jatuh sakit beberapa kali. Aku tidak ingin
melihatmu sakit."
Telapak tangan yang tebal menyentuh dahiku. Dia
menyelipkan tangannya di antara jendela dan dahiku.
Aku memejamkan mata lalu kembali membukanya, aku
merasakan kehangatan. Di kejauhan, aku bisa melihat bayangan seseorang yang
berjalan melewati badai salju menuju ke Kediaman ini.
"Siapa yang datang? Apa itu seorang tamu? Di cuaca
seperti ini."
Alexander mengangkat bahunya seolah-olah itu tidak
penting.
"Tampaknya ada sesuatu yang mendesak. Mungkinkah ada
anggota keluarganya yang sakit atau makanannya habis?"
Sepertinya Alexander tidak tertarik dengan tamu yang
datang ke Kediaman di cuaca seperti ini. Sebenarnya aku juga sama. Setelah
berdiri di dekat jendela untuk waktu yang lama, aku pun pindah tempat, aku
sedikit menggigil kedinginan.
"Ngomong-ngomong, sebentar lagi kan Upacara
Kedewasaanmu. Apa tidak masalah kamu terus menghabiskan waktu untuk membaca
buku?"
Saat aku mendekati perapian, bara api berulang kali
membesar dan mengecil seolah-olah menyambutku. Aku mengambil buku yang
tergeletak di sofa. 'Lagi-lagi dia membaca novel mengerikan yang menceritakan
tentang anak yang membunuh orang tuanya.'
"Alexander, menurutku seleramu sangat unik."
Aku menutup buku dan meletakkannya di atas meja.
Kemudian, duduk di sofa dan menatap kosong ke arah perapian.
"Ini provokatif."
Dia tidak berdiam di dekat jendela, dia terus
mengikutiku. Meski kami masih merasa tidak nyaman satu sama lain, kami menjadi
lebih dekat dalam waktu 3 tahun yang terbilang panjang tapi juga terbilang
singkat. Padahal rasanya, baru kemarin kita saling menjauh dan menghindari satu
sama lain.
Aku tidak ingat kapan tepatnya, tapi kami cukup sering
menghabiskan waktu di ruang tamu sampai larut malam. Baik dia maupun aku tidak
banyak bicara, sebagian besar waktu yang kami habiskan adalah dengan minum teh
atau membaca buku bersama.
"Bukankah kamu memprotesku dengan novel itu?"
Aku tidak melewatkan tatapannya yang menjadi dingin untuk
sesaat. Kancing manset Alexander jatuh ke lantai, membuat suara kecil seakan
itu disengaja. Dia bergumam sambil melihat ke arah kancing manset yang jatuh
seolah dia menyesal,
"Aku kira itu hanya sedikit longgar saat memakainya,
tapi akhirnya jadi putus."
"Kalau aku menjadi dirimu, aku akan memakai pakaian
yang berbeda."
"Ini kancing manset, jadi bisa dipasang
kembali."
Alexander mengambil kancing manset yang jatuh dan duduk
di sebelahku. Lalu dia melihat kancing manset dan lengan bajunya secara
bergantian, lalu menatapku dengan ekspresi bingung di wajahnya.
"......"
Aku mengabaikannya. Jelas terlihat kalau dia merengek
padaku alih-alih melakukan apa yang seharusnya dia lakukan, membunyikan bel dan
memanggil pelayan.
"Henrietta sedang berlibur... Apa yang harus
kulakukan?"
"Kalau begitu, kamu bisa memanggil Margo."
"Siapa itu Margo?"
"Seorang pelayan dengan rambut cokelat panjang yang
baru bekerja beberapa waktu lalu."
"......Aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun
tanpa Kakakku di Arpad. Itu mempermudah aku dengan adanya orang yang mengurus
manajemen Kediaman."
Aku mendengar kata-kata Alexander dan merenungkan siapa
pelayan yang belum meninggalkan pekerjaan sekarang. Karena waktu liburan sudah
dekat, jadi banyak pelayan yang sudah pulang.
"Ya sudah, tidak perlu buru-buru. Kamu bisa meminta
pelayan untuk memasangkannya besok."
Hingga akhir pun aku tetap berpaling, Alexander
mendecakkan lidahnya dan menggerutu. Aku memiringkan kepalaku dan tertawa
terbahak-bahak.
"Baiklah, berikan padaku. Tapi aku tidak pandai
menjahit."
"Tidak. Aku khawatir tangan Kakakku yang halus akan
tertusuk oleh jarum."
"Jangan bicara seperti itu dan berikanlah
padaku."
"......"
Alexander terdiam sambil memegang kancing mansetnya. Aku
harus memperbaikinya. Aku mengambil sekotak peralatan sulam yang tergeletak di
sudut ruang tamu. Karena Ibuku hobi menyulam, jadi sejak dia datang ke Kediaman
ini, ada kotak-kotak seperti ini di seluruh Kediaman.
"Kamu bilang kalau kamu tidak pandai, tapi terkadang
kamu kan menyulam dan menjahit di sini."
"Karena ini adalah hobi Ibuku."
Dengan cara ini, aku bisa meniru pakaian, hiasan rambut,
dan hobi favorit Ibuku. Sekarang Ibuku sudah tiada lagi di dunia ini, tapi saat
aku memperbaiki gaun yang biasa Ibuku pakai, aku merasa seperti sedang dipeluk
olehnya.
Seperti yang dikatakan Alexander, terkadang aku menjahit
di sini. Menjahit juga dilakukan untuk alasan yang sama. Tapi aku tidak terlalu
pandai, jadi aku sering melukai tanganku. Meski begitu, aku tetap senang
melakukannya karena aku bisa menghapus pikiran-pikiran yang muncul saat aku menyulam
atau menjahit.
"Dan.... ...Ini tentang manajemen Kediaman. Masalah
itu akan selesai setelah kita menemukan Nyonya Rumah."
Setelah melepas rompinya, Alexander merenungkan apakah
dia akan melepas bajunya atau tidak. Di permukaan, aku memang mengatakan kalau
kami ini adalah saudara yang akrab, tapi aku tetap agak canggung untuk
menunjukkan tubuh telanjangku di depannya. Ya, dia memang pernah melihatku
telanjang dada di tempat latihan.
"Aku masih terlalu muda untuk berpikir tentang
pernikahan."
"Muda dari mananya?"
Saat aku mendengar kata-katanya, aku menggelengkan
kepalaku. Dia akan segera berusia 20 tahun, tapi dengan fisik yang kuat seperti
itu, siapa yang akan percaya kalau dia itu masih muda?
"Bukankah Kakak memperlakukan aku seperti anak
kecil? Jangan minum terlalu banyak... Jangan begadang...."
"Itu wajar."
Dan aku sama sekali tidak mengomelinya. Itu hanya seperti
suara yang berlalu. Aku mengingat setiap hal yang tidak berguna. Aku melirik
Alexander saat dia membuka kancing kemejanya dengan putus asa, seakan akhirnya
dia memutuskan untuk melepas kemejanya.
"Bawalah pakaian ganti. Jangan bilang kalau kamu
akan telanjang dada sampai aku selesai menjahit?"
"Mau bagaimana lagi? Kan sebelumnya Kakak bilang
kalau badanku itu bagus."
"Apa!?"
Aku memutar mataku. Tiba-tiba aku merasakan aliran panas
di pipiku. Aku sangat malu. Sekali, aku memang pernah mengatakan hal itu,
tapi... Padahal aku kira waktu itu Alexander tidak mendengarnya.
"Kenapa kamu terlihat begitu kesal? Tidak akan
terjadi apapun antara aku dan Kakakku saat aku melepas pakaianku."
"Akan jadi masalah besar kalau itu terjadi."
Ya, itu benar. Aku berpura-pura seakan tidak ada yang
salah dan menahan ekspresiku. Tak lama, Alexander yang sudah telanjang dada
mengulurkan kemejanya padaku. Aku menurunkan mataku dan memasukkan benang ke
dalam jarum agar aku tidak terus melihat tubuh bagian atasnya yang kekar.
"Tangan."
"Hah?"
"Hati-hati."
Aku pun menjawab "Iya." Tanganku yang dipegang
oleh Alexander mulai terlihat gemetar. Tangannya menggenggam tanganku dengan
kuat seolah-olah dia ingin menuntunku.
Tok, tok, tok...
"Masuk."
Alexander yang menjawabnya sedangkan aku terus menjahit.
Pintu terbuka dan kepala pelayan masuk. Dia mengerutkan kening saat dia melihat
kami yang duduk berdampingan di sofa dengan akrab.
"Tuan. ...Tamu Terhormat, Nona Ophelia."
Sepertinya aku belum diterima di keluarga ini. Bahkan
setelah 3 tahun berlalu, hanya Henrietta dan beberapa pelayan yang memanggilku
'Nona'. Bagi mereka, aku tetaplah orang luar. Bukan perempuan Keluarga Arpad,
tapi seorang tamu yang tinggal di Kediaman Arpad untuk waktu yang lama.
T/N: Sebenernya di
sini kepala pelayan manggilnya "Nona Ophelia" tp kata 'Nona' di sini
merujuk ke 'Tamu' gtu. Rei bingung alih bahasanya gimana, jd Rei putusin utk
pke "Tamu Terhormat, Nona Ophelia" aja. Hehe
"Tamu Terhormat? Kau bilang 'Tamu'? Kakak, apa
selama ini mereka selalu memanggilmu seperti itu?"
"Tuan, saya tidak bermaksud begitu."
"Aku tidak bertanya padamu."
Suara Alexander bercampur dengan kemarahan. Senang rasanya
melihat kepala pelayan berkeringat deras seperti itu. Aku menyelesaikan jahitan
sambil menonton perang saraf yang aneh di antara mereka.
"Kenapa lama sekali?"
Suara yang datang dari luar terdengar asing. Tampaknya
terjadi keributan di luar sana. 'Lepaskan!', 'Tidak. Tanpa izin dari Tuan-',
'Aku memiliki alasan untuk menemui beliau, ini dia.', 'Namun, harus ada izin
dari Tuan terlebih dahulu...'
"Apa yang terjadi?"
Alexander bertanya, dia mengambil kemejanya dariku. Sama
sekali tidak ada ucapan terima kasih darinya.
"Ah, Duke. Bolehkah saya yang rendahan ini masuk ke
dalam?"
Aku rasa orang itu adalah orang yang pandai berbicara.
Pria yang menjadi pemeran utama dalam keributan itu bahkan tidak menyeka salju
yang menumpuk di rambut pendeknya.
"Kurasa kau sudah berencana untuk masuk ke ruangan
ini. Apa kau memerlukan izin dariku lagi?"
Alexander tertawa jengkel. Pria itu mendorong kepala
pelayan pergi dan berdiri di dekat pintu. Dia memiliki fisik yang kekar dan
kulitnya berwarna tembaga seakan dia bukanlah orang Utara.
"Nama saya Claude. Karena saya adalah rakyat biasa
jadi saya tidak memiliki nama keluarga."
Dia mengobrak-abrik barang-barangnya dan mengulurkan
kartu identitas berlambang serigala emas di atasnya. Penyelidik Kelas Satu,
Claude. Melihat lambang serigala emas itu, tampaknya dia utusan dari Keluarga
Kekaisaran.
"Penyelidik?"
Aku mengedipkan mataku dan bergumam. Dari Ibukota yang
jauh hingga ke Arpad yang ada di Utara, apa yang Penyelidik Kelas Satu ingin
lakukan?
"Jika Anda sudah mengerti, maka saya akan mulai ke
topik utama."
Claude mengedipkan mata dengan main-main. Dan setelah
batuk untuk membersihkan suaranya, dia berkata,
"Saya yakin tidak ada yang melupakan kecelakaan
kereta kuda Duke dan Duchess Arpad yang terjadi hari ini 3 tahun yang lalu. Kematian
mereka sangat disayangkan, terlebih itu terjadi karena kereta kuda yang mereka
naiki tergelincir dari lereng dan jatuh ke jurang. Dari investigasi, ada hal
yang mengejutkan."
Dia melihat ke sekeliling, kepadaku, Alexander, dan para
pelayan yang ada di sini.
"Saya ingin memberi tahu Anda bahwa kemungkinan
besar insiden itu terjadi dengan sengaja, bukan kecelakaan."
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment