Penerjemah : reireiss
Source ENG : Jingle Translations
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
Chapter 55.5 - Konflik Teman Masa Kecil 3
[POV Will]
"Syukurlah...
Akhirnya tekad Yang Mulia Putra Mahkota untuk menikah sudah bulat."
“Ya,
kamu benar.”
“Eyy... kamu tidak minum sama sekali.
Ini, ayo minum lebih banyak!”
Pesta kemenangan. Aku mencoba menuju ke Putra Mahkota, ketika Margrave Shallum menangkap keberadaanku dengan sangat baik.
Setiap
kali Margrave Shallum minum, dia selalu menjadi banyak bicara.
Tertangkap
oleh orang yang mengganggu, aku menghela nafas dalam pikiranku.
Seperti
yang diduga, dia mulai berbicara sebelum aku bisa mengatakan apapun padanya.
Aku
pasrah untuk menemaninya sebentar, dan meskipun itu melelahkan, aku
menghadapinya.
“Aku
selalu khawatir... Bahwa Putra Mahkota akan menikah karena kewajiban, tanpa
mengenal cinta.”
“Hah?”
Sejak
tadi, Margrave Shallum selalu membicarakan tentang Putra Mahkota kepada semua
orang.
Dia
terlihat sangat gembira. Aku mengerti itu, tapi aku berharap dia tidak akan mengatakan
hal itu kepadaku.
Pastinya...
Memang benar bahwa Putra Mahkota jatuh cinta, itu adalah berita bagus.
Seseorang
yang beliau cintai, dan orang yang beliau cintai itu akan selalu berada di
sisinya. Beliau, Putra Mahkota adalah orang yang harus melindungi negara dan
suatu hari nanti beliau akan mewarisi takhta, tentu saja kisah cinta beliau
akan menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi para pengikutnya.
―――Seandainya
saja... Orang yang beliau cintai itu bukanlah orang yang kucintai.
Tidak
menyadari bahwa aku memalingkan pandanganku dan memberinya jawaban setengah
hati, Margrave Shallum terus berbicara sendiri.
Kupikir,
biasanya dia adalah orang yang pantas dihormati, jadi aku tidak boleh
menghindar darinya. Tapi... Saat ini, aku menganggapnya sebagai orang yang
sangat menjengkelkan.
“Aku
terkejut saat mendengar pengumuman pertunangan. Terlebih, hanya ada setengah
tahun sampai Upacara Pernikahan, bukankah itu luar biasa cepat. Kami semua khawatir
tentang kapan Putra Mahkota akhirnya akan meninggalkan sikap tidak bertanggung
jawabnya, tetapi tampaknya kini tidak perlu lagi. Aku dengar Putra Mahkota
sangat menyayangi tunangannya. Aku benar-benar senang.”
"...Betul
sekali."
Aku
sudah mendengar hal itu dari Putra Mahkota secara langsung.
Aku
mengerti, jadi bisakah kamu tidak mengatakan hal yang menyakitkan lagi
kepadaku.
Mendengar
jawabanku, Margrave Shallum tampak tidak puas.
“Ada
apa dengan tanggapan putus asa itu. Ah... Bagaimana denganmu? Putra Mahkota
sudah tenang. Tidak lama lagi kamu yang akan menjadi bahan pembicaraan.”
Ini
menjadi canggung, pembicaraan beralih ke diriku.
Aku?
Akan menikah? Aku selalu ingin menikah... Hanya dengannya. Lalu, sekarang...
Dengan siapa aku akan menikah...
“...Tidak,
aku masih baik-baik saja.”
“Apa...
Apa ada wanita yang kamu suka? Karena itu kamu, maka kamu pasti akan bisa
langsung memiliki wanita yang kamu inginkan.”
“......”
Dia
tidak memiliki niat buruk, tapi tetap saja, aku sangat kesal.
Betapa
beraninya... Dia mengatakan hal seperti itu, ketika satu-satunya wanita yang
kucintai tidak akan menatapku.
Aku
hendak menjawab secara spontan seperti itu, tapi aku sadar bahwa aku hanya akan
menjadi orang bodoh yang berurusan dengan orang yang sedang m*buk.
Aku
menahan lidahku, dan segera aku memberitahunya bahwa aku akan pergi ke Putra
Mahkota, aku secepat mungkin meninggalkannya..
***
Meskipun
aku tiba di sisi Putra Mahkota, para wanita muda di sekitar sangat tidak mengesalkan.
Sejujurnya
aku merasa jijik dengan wanita yang tidak kusuka memandangiku.
Aku
sudah sangat kesal dengan perkataan Margrave Shallum, jadi aku tidak bisa
menahan amarahku ketika ada yang membicarakan hal yang tidak-tidak tentangnya
(Lidi).
Yang
mengejutkanku, Putra Mahkota benar-benar marah atas hal ini. dia bahkan tidak
segan untuk menunjukkan wajah yang penuh dengan rasa jijik kepada wanita muda
tersebut.
Meski
dia memainkan peran kunci dalam kemenangan, tetapi dia segera meninggalkan
pesta kemenangan di tengah-tengah acara begitu saja.
Saat
kami kembali ke ruangan sementara Putra Mahkota, saat minum bersama Putra
Mahkota, aku tersesat dalam pikiran yang kabur.
Ketika
aku diam-diam mengintip ke arah Putra Mahkota, terlihat dia sedang menatap ke
luar jendela.
Ibukota
ada di arah itu―――
Melihat
ekspresinya yang diwarnai dengan kesedihan, dengan mudah aku bisa membayangkan bahwa
dia sedang memikirkannya.
Sepertinya
Putra Mahkota ingin mengatakan sesuatu kepadaku, dan hal yang sama juga terjadi
padaku.
Aku
ingin sekali menanyakan sesuatu. Tapi, apa yang harus kutanyakan?
Haruskah
aku bertanya, apakah dia serius dengannya (Lidi)? Tidak, aku sudah tahu jawaban
untuk itu.
Tidak
mungkin salah, Putra Mahkota sungguh-sungguh mencintainya.
Meski
menyakitkan, tetapi karena orang yang kucintai adalah orang yang sama
dengannya, maka aku bisa mengerti.
Hasilnya
sudah diputuskan.
Sudah
diputuskan bahwa Putra Mahkota akan menikahinya, bahkan aku tidak bisa masuk ke
dalam ring pertarungan.
Tidak
ada yang bisa kulakukan lagi.
Pada
akhirnya... Putra Mahkota juga menahan diri untuk tidak mengatakan apa pun.
Jujur,
aku bersyukur dengan itu. Aku tidak tahu harus menjawab apa jika dia bertanya
kepadaku.
Meski
kami diam, ruangan ini terasa nyaman.
Aku
merasa bahwa kami sudah bertukar pikiran tanpa mengatakan apapun.
Saat
ini, itu tidak mungkin, tapi aku berharap, suatu hari nanti aku bisa memberkati
mereka.
Aku
pikir begitu.
***
Hari
di mana kami kembali.
Dengan
tentara berkumpul di Gerbang Transfer, gerbang pun diaktifkan.
Berkat
pengalaman mengoperasikannya, proses transfer selesai tanpa masalah, dan dalam
sekejap pemandangan berubah menjadi Istana yang familia.
Para
prajurit segera kembali ke keluarga mereka. Semua orang diberitahu bahwa mereka
bebas sampai pesta perayaan kemenangan di malam hari.
“Karena
untuk sementara waktu tidak boleh ada acara besar, istirahatkan tubuhmu.”
"Iya.
Aku juga berencana untuk memberikan liburan kepada bawahanku, apa tidak
masalah?"
Setelah
proses transfer dilakukan, Putra Mahkota berbicara kepadaku.
Ketika
aku bertanya tentang liburan, dia tertawa dan mengangguk.
“Tentu
saja. Semua orang ingin menghabiskan waktu bersama keluarganya. Aku akan
menghubungimu nanti, tapi menurutku permintaan liburan akan disetujui dalam
waktu sekitar seminggu.”
"Semua
orang akan senang."
Aku
tersenyum mendengar kata-katanya. Aku diberikan waktu istirahat selama sebulan.
Aku ingin liburan kecil.
Kemudian,
sosok yang familia, yakni orang yang kucintai muncul di sudut pandanganku.
“Eh...
Lidi?”
Itu
pasti Lidi. Tidak ada keraguan lagi, terlebih dengan Alex dan Perdana Menteri
di sampingnya.
Meskipun
aku sudah tahu kenapa dia bisa ada di sini, tapi aku tetap sedikit mengangkat
tanganku agar dia memperhatikanku.
Tapi,
sebagai tanggapan atas kata-kataku, pandangan Putra Mahkota juga mengikuti
pandanganku.
“...Lidi!”
Ekspresi
Putra Mahkota yang langsung berubah menjadi lembut dalam sekejap membuatku
terkejut.
Aku
tercengang dengan ekspresi manis kebahagiaan yang belum pernah kulihat
sebelumnya.
Kemudian,
sekali lagi aku teringat.
Bahwa
tunangan dan kerabatlah yang diizinkan datang ke sini.
Menyadari
bahwa wajar baginya untuk datang ke sini sebagai tunangan Putra Mahkota, dalam
sekejap seluruh tubuhku menegang.
Putra
Mahkota merentangkan lengannya dan memanggilnya untuk datang.
Dia
menunjukkan keraguan sejenak, tetapi, kemudian, dia melompat ke pelukan Putra
Mahkota.
Tepat
sebelum dia mencapai Putra Mahkota, rambutnya yang berkilauan menyentuh
jari-jariku.
"Ah..."
Perlahan
rambutnya terlepas dari jari jemariku. Dan dirinya melewatiku begitu saja.
Aku tidak punya pilihan selain melihat semua itu dalam gerakan lambat.
Dia
terjun ke dada Putra Mahkota sambil menangis, dan Putra Mahkota memeluknya
dengan bahagia.
Sebagai
orang yang paling dekat dengan adegan ini, aku tidak bisa mengeluarkan
kata-kata.
"Freed..."
“Lidi,
aku pulang.”
Suaranya
(Lidi) yang manis jelas memiliki aura yang berbeda. Hanya dari hal itu saja,
sudah menjelaskan siapa yang dia inginkan.
Aku
selalu berharap emosi yang terkandung dalam suara manis itu, suatu hari nanti akan
diarahkan kepadaku. Keinginan itu, kini dihancurkan tanpa ampun. Karena
kenyataan mendesakku, aku pun menutup mata dengan kuat.
Meski
perasaanku belum sampai padanya, aku berharap, aku bisa mendukungnya.
Aku
ingin, suatu hari nanti, aku bisa memberkati mereka berdua.
Itu
bukanlah sebuah kebohongan.
Tapi,
aku menyadari bahwa aku mengatakan alasan seperti itu hanya untuk menipu diriku
sendiri.
Karena...
Itu masih sangat menyakitkan.
Hatiku
berteriak kencang.
Daripada
Putra Mahkota, aku ingin melihat diriku berada di sisinya, itulah yang
kupikirkan sambil menahan diri agar air mata yang pahit itu tidak menetes
keluar.
Meski
begitu... Aku tahu.
Aku
tahu bahwa aku tidak bisa memilih.
Karena...
Bahkan sekarang pun, dia belum menyadari keberadaanku.
Sejak
awal, pandangannya hanya tertuju pada Putra Mahkota.
Saat
melihat keduanya, yang tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, mereka terlihat sebagai
sepasang kekasih yang saling bertukar pelukan penuh gairah, aku bahkan tidak
bisa memaksa diriku untuk menurunkan tanganku yang terangkat, aku benar-benar
hancur.
T/N : Will... POV-mu itu selalu bikin greget... Ampe mau banting meja tiap aku nerjemahin POV-mu
(╯°□°)╯︵ ┻━┻
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
2 Comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWill😭😭 i feel you:")🤧
ReplyDeletePost a Comment