Penerjemah : reireiss
Source ENG : Jingle Translations
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
[POV Putra Mahkota Sahaja/Maximilian]
“Apa? Shinigami Merah masih hidup!?”
Di dalam sebuah ruangan, terdengar suara yang serak bercampur
dengan keterkejutan.
Ayahanda –yakni, Raja Sahaja –yang duduk di kursi emas
berdekorasi mewah kini menjadi setengah berdiri.
Tempat ini adalah Aula Pertemuan.
Awalnya, ruangan ini memiliki sifat praktis, dengan
sedikit dekorasi mewah, tapi sekarang berubah menjadi tempat yang tidak enak,
tanpa jejak pemikiran artistik. Tidak ada integritas dalam gaya arsitektur Aula
Pertemuan ini, di mana-mana hanya ada emas, tidak bisa disebut indah dengan
standar apapun.
Menanggapi kata-kata Sang Penguasa, wanita yang telah
menundukkan dirinya menjadi semakin menundukkan kepalanya lebih dalam lagi.
Rambut birunya sangat pendek, hanya mencapai tengkuknya.
Wanita itu, yang merupakan Guild Master dari Serikat Pembunuh 'Black', sekaligus orang yang
dirumorkan sebagai kekasih Ayahanda, dia melanjutkan laporannya dengan suara
yang agak rendah.
“Benar, dia ada di Wilhelm. Ini adalah informasi dari
bawahan, tapi tidak salah lagi Si Merah ada di sana.”
“Di Wilhelm? Kenapa harus tempat seperti itu? Tapi,
bukankah dia mati karena 'Kutukan Sahaja'?”
“Detailnya sulit dimengerti, tapi tidak salah lagi itu
memang dia. Apostate sudah memastikannya. Hampir tidak ada keraguan.”
“Hou…”
Aku juga menajamkan telinga untuk mendengar laporan itu.
Itu adalah cerita yang sangat menarik.
Pembunuh yang selalu diinginkan Ayah. Tidak, satu-satunya
orang dari klan kecil yang selamat, Hiyuma.
Delapan tahun yang lalu, ada upaya untuk mengepung klan
mereka. Namun, upaya itu berakhir dengan kegagalan, kemudian mereka dimusnahkan,
hanya menyisakan Shinigami saja.
Dia adalah eksistensi yang luar biasa baginya, Ayahanda
memiliki rencana jangka panjang untuk menempatkannya di bawah kendali suatu
Serikat.
Dia adalah pembunuh yang paling hebat, dan jika mengingat
bahwa dia adalah orang terakhir yang selamat dari klan Hiyuma, maka nilai
utilitasnya pun meroket. Bahkan menjadi tak terukur, sehingga siapa pun bisa
langsung mengetahui siapa Tuannya.
T/N: Buat yg
bingung. Maksudnya, semua orang pasti tau klo Cain itu satu-satunya orang
Hiyuma yg tersisa. Jd klo Cain melayani seseorang, pasti semua orang lgsg tau
dong siapa “Tuan” Cain itu.
Menyadari obsesi Ayahanda, aku tidak berniat untuk
terlibat, tapi jika dia (Cain) pergi ke negara itu, maka itu adalah hal yang
berbeda.
––––Memberikannya pada Ayahanda, itu hanya akan menjadi
hal yang sia-sia.
Sebelumnya aku sudah tertarik padanya (Cain).
Jika itu adalah alat yang berguna, maka itu hanya bisa
berguna di tanganku.
Berpikir begitu, aku pun muncul dari bayangan pilar tebal
yang terukir halus.
Untuk sesaat Ayahanda terkejut karena seseorang keluar
dari tempat yang tidak dia perhatikan, tapi ketika dia menyadari bahwa itu adalah
aku, sikap sombongnya kembali.
“Ayahanda.”
“Maximilian, ya.”
Dengan tubuh besarnya, Ayahanda hanya mengalihkan pandangannya
karena terkejut, tapi setelah itu dia kehilangan minat dan mengalihkan
pandangannya.
Ayahanda, dengan mantel yang disulam dengan emas, dia
terlihat seperti babi gemuk yang mengudara.
Tanpa memperhatikan pikiran batinku, aku membungkuk
kepada Ayahanda dengan sopan.
“Putra ini telah mendengar pembicaraan barusan. Jika
diperbolehkan, putra ini akan pergi ke Wilhelm.”
"Kamu?"
"Benar."
Mendengar sesuatu yang tidak terduga, Ayahanda mengalihkan
pandangannya ke arahku, yang mengangguk setuju.
Rambut halus jatuh di wajahku. Rambut perak keabu-abuan yang
sama dengan rambut Ayahanda, menunjukkan bahwa kami memiliki hubungan darah,
aku memiliki pikiran yang menjijikkan.
T/N:
Oh iya, judul chapter ini yakni ‘Ashen’
kemungkinan besar itu berasal dari julukan Putra Mahkota Maximilian, ya. Karena
di sini dibilang klo rambut Maximilian itu perak ke abu-abuan (ash). Rei
bingung alih Bahasa yg cocok utk ‘Ashen’ itu apa, jd Rei biarkan saja begitu
tanpa diterjemahkan. Sorry…
“Putra ini akan mengonfirmasi keberadaan Shinigami Merah,
dan jika memungkinkan putra ini akan menyarankan dia untuk bekerja padamu,
Ayahanda.”
"Hmm…"
Mencari motifku yang sebenarnya, tatapannya menusukku
seperti anak panah.
Kemudian, sebuah suara yang mengejek bergema di seluruh Aula
Pertemuan.
“Tentu saja, memverifikasi kebenaran itu perlu. Tapi, ada
hal apa, sampai kamu –orang yang tidak pernah berpartisipasi dalam invasi,
tiba-tiba saja mengatakan hal seperti itu?”
“Tidak ada alasan khusus. Seperti yang Ayahanda katakan,
putra ini hanya tinggal di Istana tanpa berpartisipasi dalam urusan militer. Putra
ini hanya berpikir bahwa terkadang putra ini ingin berguna bagi Ayahanda, tapi
apakah ada yang salah dengan itu?”
“…”
“Terlebih, putra ini mendengar bahwa Putra Mahkota Wilhelm
telah bertunangan. Kita bisa berpura-pura datang dengan alasan memberi mereka
ucapan selamat. Bukankah itu adalah kesempatan yang bagus untuk pergi?”
Pertunangan Putra Mahkota Wilhelm. Mendengar kata-kata
itu, alis Ayahanda berkedut karena tidak senang.
Aku tahu kalau topik ini akan mendapatkan respon.
Putra Mahkota Frederick.
Bisa dibilang dia adalah musuh alami negara kita, Sahaja.
Dalam beberapa tahun terakhir, dia adalah penyebab utama
setiap invasi ke Wilhelm gagal.
Putra Mahkota dengan rambut pirang dan mata biru itu
mendatangkan mimpi buruk bagi kami karena dia bisa mengalahkan 10.000 prajurit
sendirian.
Dia adalah pangeran yang selalu berdiri di garis depan
pada saat-saat darurat. Dia bisa menembakkan sihir yang kuat tanpa mengubah
ekspresinya, itu membuat sejumlah kecil prajurit trauma. Pangeran Kedua yang
dipercaya untuk memimpin pasukan 2 tahun lalu adalah salah satunya.
Sekarang, setiap dia (Freed) muncul di medan
perang, para prajurit kita menjadi kacau balau dan hanya bisa menggunakan
momentum untuk melarikan diri.
Itu adalah yang memalukan, tapi gencatan senjata yang
terpaksa dilakukan dengan Wilhelm 2 tahun lalu disebabkan oleh hal itu. Tidak
ada gunanya menyatakan perang ketika para prajurit tidak bisa bertarung.
Kurangi
kekuatan Putra Mahkota.
Dan
jika memungkinkan, singkirkan keberadaannya, dan setelah itu, dapatkan kendali
penuh atas negara itu. Aku
mengerti, Ayahanda pasti berpikir begitu.
Obsesi Ayahanda terhadap Wilhelm itu luar biasa.
Negara tanpa bencana alam. Diberkati dengan iklim yang
bagus, dengan daratan yang luas, juga memiliki banyak tambang emas.
Dan ada juga laut di sebelah timurnya. Menghancurkan
Wilhelm yang diberkati dengan segalanya dan menguasai tanah itu adalah ambisi Ayahanda
sejak lama.
Musuh terbesar dari ambisi itu adalah Putra Mahkota Frederick.
Putra Mahkota yang masih muda, yang berusia 21 tahun itu
dipuji sebagai orang yang sempurna.
Aku sudah bertemu dengannya beberapa kali di acara-acara
resmi, dia tampak seperti orang yang tenang dan tanpa kesalahan.
Dia tampaknya tidak memiliki kekurangan, dia sama-sama
berbakat dalam ilmu pedang dan kekuatan magis dalam dirinya juga sangat besar.
Aku merasa kerepotan mengingat dia adalah Raja Wilhelm
berikutnya.
“Tentu saja, putra ini tidak bermaksud untuk menentang niat
Ayahanda. Jika itu adalah bantuan yang tidak perlu, putra ini akan berhenti
melakukannya. Putra ini tidak keberatan berpura-pura bahwa putra ini tidak pernah
mengatakan semua hal itu.”
Namun, aku yakin bahwa Ayahanda mendengarkan aku dengan
penuh perhatian. Jadi aku memberitahunya,
“Putra Mahkota Wilhelm sangat tergila-gila dengan
tunangannya. Perempuan macam apa dia, seberapa terobsesinya dia (Freed), jika memungkinkan
putra ini ingin mengonfirmasi itu sendiri secara langsung… Putra ini yakin bahwa
itu akan berguna bagi Ayahanda.”
"…Baiklah."
Setelah keheningan yang dipenuhi dengan sedikit keraguan
berlanjut, Ayahanda mengangguk.
“Jika informasi ini dapat dipercaya, maka tidak diragukan
lagi Putra Mahkota itu tergila-gila dengan tunangannya. Untuk uji coba, putra
ini telah mencoba mengirim pembunuh ke tunangannya itu, tapi mereka semua
terbunuh pada tahap perencanaan. Shinigami Merah yang membunuh mereka. Mungkin
mereka terbunuh karena mereka dengan bodohnya berkelahi dengan Shinigami, tapi
itu adalah fakta bahwa satu rencana menjadi sia-sia karena hal itu. Menyebalkan
sekali.”
Seharusnya
dia menjadi milikku dengan patuh,
kata Ayahanda.
Aku tidak percaya Shinigami mau menjadi bawahan dari
seorang pria yang seperti Ayahandaku ini, tapi aku mengangguk untuk membenarkan
kata-katanya.
Ayahanda mengangguk puas padaku, dan menunjuk tongkat
emas yang dipegangnya ke arahku. Suara gesekan logam bergema.
“Ada dua hal yang harus kamu lakukan. Pertama tentu saja
tentang tunangan. Pastikan dengan mata kepalamu sendiri apakah dia bisa menjadi
kelemahan Putra Mahkota Wilhelm. Dan yang satunya adalah, hubungi Shinigami. Belum
tentu benar dia ada di Wilhelm, tapi jika kamu menemukannya, pastikan untuk
segera membawanya ke sini.”
Aku mengangguk dan menundukkan kepalaku.
“Bagaimana kalau Shinigami itu cedera? Apakah tidak
apa-apa selama putra ini membawanya kembali hidup-hidup?”
“Selama anggota tubuhnya melekat, aku tidak akan
mengeluh. Dia adalah orang yang bisa mengatasi 'Kutukan Sahaja'. Itu tidak akan
menjadi masalah besar.”
“Putra ini mengerti, Ayahanda. Tidak perlu khawatir.”
Menghadap Ayahanda, aku membungkuk, dan saat aku menundukkan
kepalaku ke bawah, sudut mulutku terangkat.
Seperti yang aku harapkan, ini berjalan lancar.
Sementara aku sedang berbangga dalam pikiranku, Ayahanda berbicara
dengan suara yang tajam.
“Jangan memikirkan sesuatu yang aneh, Maximilian.”
“Sesuatu yang aneh?
Ayahanda mengatakan hal-hal aneh.”
Sambil menahan tawa dari reaksi yang terlalu diharapkan,
aku membuka mataku lebar-lebar seolah aku tidak mengerti artinya dan melirik untuk
melihat bahwa aku sedang dipelototi.
Seperti yang diharapkan, dia adalah Raja dari suatu negara.
Tentu saja, aku pikir dia memiliki aspirasi yang besar, meski begitu itu tidak
berguna melawan Putra Mahkota itu (Freed).
Berbeda dengan masa lalu, Ayahanda yang hanya memberikan
instruksi tanpa muncul di medan perang secara langsung bukanlah lawan bagi seorang
pria yang selalu berdiri di garis depan peperangan.
Ayahanda memukul lantai dengan tongkat kerajaan dan
berbicara dengan suara dingin.
“Kamu pikir aku tidak tahu apa-apa. Kamu adalah Raja
Sahaja berikutnya. Itu sebabnya aku menutup mata untuk itu, tapi tetap saja itu
ada batasnya. Apa kamu mengerti?”
Ayahanda pasti berbicara tentang bawahan yang aku
kumpulkan secara rahasia darinya.
Aku sudah menduga kebocoran informasi sampai tingkat tertentu.
Tidak ada masalah.
Sambil tersenyum dalam hatiku, aku menunjukkan penampilan
yang bermasalah.
“Putra ini tidak mengerti apa yang Ayahanda katakan, tapi
tentu saja. Putra ini pasti akan menyimpannya di hati.”
Ini belum waktunya.
Saat aku secara implisit mengisyaratkan bahwa aku tidak
merencanakan apa pun, Ayahanda memalingkan wajahnya sambil, “Hmph.”
“Aku akan menghubungi Wilhelm… Kamu bisa pergi.”
"Permisi."
Membungkuk sekali lagi, aku meninggalkan Aula Pertemuan
yang didekorasi dengan selera yang buruk.
Ketika aku menjadi Raja, mari kita lakukan sesuatu
tentang ruangan ini terlebih dahulu.
Aku tidak tahan dengan rasa tidak enak ini.
"Yang mulia."
Segera setelah aku meninggalkan ruangan, seorang pria
jangkung dengan armor hitam mendekatiku,
tanpa melihat wajahnya aku mulai berbicara.
Bahkan tanpa mengonfirmasi, aku bisa tahu siapa dia hanya
dengan suara.
Salah satu pengawal dan tangan kananku, Fabius.
“Aku akan pergi ke Wilhelm.”
Saat menuju ke kamarku di bagian dalam Istana Kerajaan,
aku hanya memberitahunya tentang niatku.
Fabius yang mengikutiku, berbicara dengan suara yang
kebingungan.
“Ke Wilhelm? Anda, Yang Mulia?”
“Aku tidak akan menerima pertanyaan apa pun. Buat
rombongan utusan dengan jumlah orang yang seminimal mungkin. Lakukan persiapan.”
"Baik."
Ketika aku hanya memberinya informasi yang diperlukan,
Fabius memberi hormat dan meninggalkanku.
Mengonfirmasi itu, aku tidak mengarahkan langkahku ke
kamar pribadiku, tapi ke Istana Dalam.
Ketika aku pergi ke Wilhelm, aku tidak akan bisa ‘memeluk’
wanita untuk sementara waktu. Jika itu masalahnya, sebelum aku pergi, aku akan
memanggil beberapa dari 8 Selirku, saat aku teringat bahwa pria itu akan
menyambut Permaisuri dalam beberapa bulan.
"Permaisuri, ya…"
Aku masih belum memiliki Permaisuri. Wanita mana pun
sama, mereka menjengkelkan.
Setiap orang dari mereka, saat mereka mengenaliku, mereka
akan melemparkan tubuh mereka ke padaku untuk mendapatkan bantuan dariku.
Semua itu monoton, sama seperti saat aku membubuhkan
segel di dokumen. Bahkan wanita yang pada awalnya menunjukkan kebencian, hanya dengan
diberi sedikit kebaikan, setelahnya mereka akan merentangkan kaki mereka dengan
patuh.
Hal yang sama juga terjadi pada Selir Kedelapan yang aku
panggil kali ini.
Dia meminta cintaku dan akhirnya memohon untuk diberikan posisi
Permaisuri.
Tapi, aku tidak merasa seperti itu. Aku tidak punya niat
untuk memberi mereka anak.
Tidak ada wanita di antara para selirku ini yang layak
menjadi Permaisuriku.
Aku menginginkan Permaisuri yang berguna.
Aku akan mendapat masalah jika dia kurang dalam penampilan,
aku juga ingin status sosial yang cukup.
Orang bodoh yang menggangguku akan menyebalkan. Tidak ada
salahnya dengan seseorang yang cerdas.
Tentu saja, seorang wanita yang terlalu sensitif, yang
tidak bisa membuat Istana Dalam patuh padanya juga tidak boleh.
Jika wanita itu tidak memiliki kualitas untuk berdiri di
sampingku –orang yang cepat atau lambat akan memimpin
negara, menjadikannya Permaisuri tidaklah masuk akal.
Kursi Permaisuri masih kosong.
Meski begitu, aku harus mulai memikirkannya dengan baik.
Seorang ahli waris diperlukan.
Jika aku tidak bisa menemukan wanita yang cocok, apapun
yang terjadi, aku harus memprioritaskan kondisi.
––––Wanita seperti apa yang akan dijadikan sebagai Istri
oleh pria itu.
Dia adalah Raja berikutnya dari sebuah negara besar,
Wilhelm.
Pria yang tadinya sama sekali tidak tertarik pada
pernikahan, kini memutuskan untuk menikah.
Sepertinya dia sudah menjadi calon tunangannya sejak awal.
Lalu dalam sekejap, pertunangan diputuskan.
Sebuah Upacara Pernikahan dalam waktu setengah tahun,
bagi Keluarga Kerjaan itu adalah persiapan yang sangat cepat.
Dari seorang pengkhianat, aku menerima informasi bahwa
Putra Mahkota tergila-gila pada tunangannya.
Sebagai orang yang mengenal Putra Mahkota itu, meski
sedikit, aku tidak bisa mempercayainya tanpa melihatnya sendiri.
Bahkan jika hanya untuk mengonfirmasinya secara langsung,
menundukkan kepalaku kepada Ayahanda untuk pergi ke negara itu merupakan hal
yang pantas.
Selain itu, di sana ada Shinigami Merah.
Katanya, Shinigami Merah pernah terlihat di Istana
Kerajaan Wilhelm, tapi aku ingin tahu apakah dia masih ada di negara itu.
Apa yang dia lakukan? Kenapa dia ada di tempat seperti
itu?
Tentu saja, jika aku menemukan Shinigami, aku tidak punya
niat untuk menyerahkannya kepada Ayahanda.
Dikatakan bahwa Hiyuma memperhatikan orang-orang. Betapa
tidak sopannya untuk sebuah alat, tetap saja jika itu masalahnya, pertama-tama
aku harus membuatnya mengenaliku sebagai tuannya.
Alat hanya memiliki nilai saat digunakan.
“Kukuku…”
Tanpa sadar tawaku menggelegar.
“Sepertinya aku akan bersenang-senang setelah sekian lama.”
Ada banyak hal yang harus aku lakukan.
Tapi, pertama-tama mari kita tunggu dan lihat. Semuanya
dimulai dari sana.
Tidak apa-apa untuk memperbarui rencana berdasarkan
situasi.
Memikirkan waktu yang menyenangkan, yang akan segera datang, aku menuju ke Istana Dalam dengan suaraku yang bergetar karena humor yang bagus.
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment