Chapter 27 Part 3 (END)
Penerjemah : reireissDukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
***
TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!
HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.
JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.
JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!
***
'Aku Alexander.'
.
.
.
Tangan putih yang besar dan senyum yang seperti mengejek.
Rasanya, ada arus listrik yang mengalir melalui telapak tangan kami yang
bersentuhan. Alexander memiliki wajah tampan yang indah, menyerupai Tuan Duke,
tapi ada sesuatu yang berbeda.
Apa itu berarti, dia tidak jatuh cinta pada wajah Ibuku
dan wajahku yang lembut? Dengan suara dan tatapan mata yang tegas. Untuk
beberapa alasan, ada sesuatu darinya yang berulang kali menarik perhatianku.
Tapi Alexander benar-benar mengabaikan aku. Terkadang,
aku merasakan tatapan membara dari belakang tubuhku, tapi setiap kali aku
menoleh ke belakang, tidak ada seorang pun di sana.
Aku bingung karena aku tidak tahu apa tatapan itu adalah
tatapan dari Alexander atau kah dari para pelayan yang tidak menyukaiku. Tapi
yang jelas, aku merasakan tatapan itu setiap kali aku dan Alexander berpapasan.
Padahal setiap kali kami berpapasan, kami selalu bertindak seakan tidak melihat
satu sama lain.
Aku tidak tahu kenapa Alexander bertindak seperti itu.
Karena itu, aku memilih untuk menyibukkan diri di rumah baru ini, dan
menyibukkan diri dengan membaca. Berkat itu, Tuan Duke tahu kalau aku hobi
membaca, jadi dia membebaskan aku untuk keluar-masuk ke perpustakaan.
Perpustakaan Duke penuh dengan buku-buku sihir yang
mahal. Di antaranya, ada buku tentang metode pemanggilan roh, metode
meningkatkan kekuatan magis, dan ada metode menggambar lingkaran sihir. Ada
banyak jenis-jenis sihir lainnya yang tidak kuketahui.
Hari demi hari berlalu seperti itu. Hari menjadi semakin
dekat ke hari di mana Ibuku dan Tuan Duke akan pergi berbulan madu.
Sejak kami datang ke Kediaman Duke, aku belum pernah
melihat Ibuku memiliki mata dengan pandangan yang kabur itu. Jadi aku tidak
memiliki keraguan tentang Ibuku. Sampai saat di mana aku menemukan jarum suntik
di ruang ganti.
Saat aku menemukan jarum suntik yang mengerikan itu,
kakiku kehilangan kekuatan, dan aku jatuh terduduk.
Katanya ini adalah yang terakhir kalinya. Ibu sudah
berjanji padaku.
Aku pun mengambil jarum suntik itu dan segera
membakarnya. Tapi, aku tidak tahu apakah ada jarum suntik lainnya yang
tersembunyi di suatu tempat.
Pertama-tama, setelah Ibu dan Tuan Duke pergi, aku akan
mengurus sisanya. Aku menyeret kakiku yang gemetaran dan berjalan keluar.
"Waktu itu, Ibu bilang kalau kamu sedang flu. Dan
dia ingin memberimu antibiotik."
Aku masih ingat hari saat Alexander membanting pintu di
depan wajahku. Aku mengingatnya bukan karena sikap Alexander yang dingin, tapi
karena aku menemukan jarum suntik di ruang ganti Ibuku.
Aku langsung keluar dan berjalan-jalan di lorong, mencari
Ibuku. Dan aku menemukan Ibuku, berdiri di depan pintu kamar Alexander.
Ibuku menyeringai, aku bisa melihat jarum suntik dan
sebotol obat atau racun yang tidak diketahui tersembunyi di dalam lengan
panjangnya yang disulam dengan benang emas.
'Oh, Ibu. Apa yang...... Ibu lakukan di sini?'
Aku bertemu dengan Ibuku secara tidak sengaja saat dia
ingin bertindak. Jarum suntik yang mencuat itu berkilauan.
'Ah, itu karena Alex sedang sakit.'
'Barusan kan aku sudah membawakannya air madu atas
perintah Ibu.'
'Ah, iya. Itu benar. Ophelia kan sudah melakukannya.'
Ibu mengatakan omong kosong dan tiba-tiba dia berkata
kalau ada sesuatu yang harus dilakukannya, jadi dia pergi. Kalau dipikir-pikir,
secara langsung, aku belum pernah melihat Ibu saat dia membunuh seseorang.
Bahkan sepertinya, Ibu tidak ingin menunjukkan adegan itu
padaku secara langsung. Saat aku melihat punggung Ibuku yang perlahan
menghilang, unik pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa kesal padanya.
Perutku mendidih. Aku sangat marah.
Kali ini, Ibuku mencoba membunuh orang yang tidak
melakukan kesalahan. Mungkin Ibu memiliki suatu tujuan.
Mungkin juga dia sudah kecanduan untuk melakukan tindak
pembunuhan seperti itu. Kalau sudah seperti ini, suatu saat nanti pasti akan
ketahuan.
Tempat ini bukanlah daerah kekuasaan Baron yang kecil.
Sampai kapan aku harus merasa cemas seperti ini?
Aku hanya ingin hidup tenang dengan Ibuku, bagaimana bisa
aku sampai berada di titik ini?
Aku tidak bisa diam dan melihatnya saja. Aku tahu ini
sudah terlambat, tapi aku ingin menghentikan Ibuku.
Ibuku tidak peduli dengan apa yang aku inginkan. Saat aku
mengulurkan tanganku, Ibu akan terbang menjauh.
Aku sudah lelah. Dan juga marah.
Kalau Ibuku tidak memperhatikan aku, kalau Ibuku tidak
memegang janjinya padaku, lebih baik kalau aku merenggutnya saja.
Aku keluar dari Kediaman dengan tergesa-gesa. Di larut
malam, aku melewati penjaga kandang yang tertidur sambil mendengkur dan
berjalan ke arah kereta kuda.
Seharusnya, pagi-pagi sekali, Ibu dan Tuan Duke akan
pergi untuk melakukan perjalanan. Aku menggambar sebuah lingkaran sihir peledak
di bawah kursi kereta.
Lagi pula...... Tuan Duke ditakdirkan untuk mati di
tangan Ibuku. Aku tidak tahu orang seperti apa Tuan Duke itu, tapi dia sudah
terperangkap di dalam jebakan Ibuku dan jatuh tak berdaya.
Malam itu, aku terjaga sepanjang malam. Saat fajar, aku
bersandar di jendela dan melihat kereta kuda yang pergi. Di tanganku, ada jarum
suntik lainnya yang aku temukan di ruang ganti Ibuku.
Sampai saat di mana aku membakar jarum suntik itu, aku
tidak menyesali pilihanku.
'Tuan dan Nyonya......'
'Rodanya lepas......'
'Nyonya menderita luka bakar di seluruh tubuhnya.'
'Tidak ada yang selamat.'
Tidak butuh waktu yang lama, berita kalau kereta kuda
yang dinaiki Ibu dan Tuan Duke mengalami kecelakaan pun datang. Tidak ada
seorang pun yang curiga dengan api ganas yang terus menyala meski seluruh
kereta sudah terbakar. Perhatianku tertuju pada jari-jari roda yang sedikit
meleleh. Penyebab kematian pengemudi adalah jatuh. Jadi, orang yang Henrietta
bunuh, adalah Si Pengemudi.
Ibuku meninggal dalam kebakaran. Tuan Duke juga ditemukan
dengan lebih dari separuh tubuhnya terkena luka bakar. Meski dia dinyatakan
meninggal karena pendarahan yang berlebihan, tapi jelas kalau penyebab
kematiannya adalah ledakan yang aku sebabkan.
Aku membunuh Ibuku yang paling kucintai di dunia dengan
kedua tangan ini. Itu terlihat seperti kecelakaan, tapi aku tahu apa yang
sebenarnya terjadi.
Karena akulah pelaku pembunuhannya.
Aku menyesalinya seperti orang gila. Apa sebaiknya, aku
berpura-pura tidak melihat kalau Ibuku akan membunuh Tuan Duke dan Alexander?
Apa sebaiknya, aku berada di sisi Ibuku dan membantunya untuk melakukan apapun
yang Ibuku inginkan? Hal itu sangat mungkin untuk aku lakukan.
Kenapa aku sangat marah saat Ibuku mencoba untuk membunuh
Alexander? Itu hanyalah sebuah kebetulan, aku tidak sengaja memergokinya, apa
yang aku lakukan ini terlalu berlebihan.
Sebaiknya, aku dorong saja Tuan Duke untuk keluar dari
kereta dan aku naik ke kereta. Kalau aku berpikir untuk membunuh Ibuku, maka
seharusnya aku berpikir untuk ikut bersamanya.
Seharusnya aku, bukan Tuan Duke, orang berbaring
berdampingan di kuburan Ibuku. Apa yang akan aku lakukan dengan bertahan hidup
sendirian?
Itu sangat menyakitkan. Aku tidak ingin tinggal di
Kediaman Duke, tempat di mana jejak Ibuku tertinggal. Setelah pemakaman, aku
akan pergi.
Hari itu, saat perasaan itu muncul lagi, aku sampai tidak
bisa bernafas dengan benar. Aku berjongkok dengan lututku menekan dada da aku
menarik rambutku dengan kencang.
Bahkan, meski aku memakai pakaian yang biasa Ibuku pakai,
memakai hiasan rambut yang disukai Ibuku, dan meniru hobinya, Ibuku tidak lagi
bersamaku. Aku sudah berusaha sangat keras untuk menyangkal fakta itu.
Aku pikir, aku bisa melakukan yang terbaik dengan hidup
sendiri. Tapi ternyata tidak.
"Karena itu kamu ingin pergi? Kamu berencana untuk
pergi ke mana?" Tanya Alexander.
Dia meraih tanganku dan menariknya ke bawah. Beberapa
helai rambut perakku tergantung di jari-jariku yang kurus, dan ujung kuku
milikku ternoda dengan merah darah karena aku menggaruk pipiku, melukai diriku
sendiri. Alexander berusaha keras untuk menghentikanku.
"......Kekaisaran Suci. Aku harus mengakui
dosa-dosaku. Aku akan memohon ampun atas dosa-dosa Ibuku. Tidak peduli apapun
itu, aku akan melakukannya agar Ibuku tidak menderita karena api neraka....
...Aku ingin mengambil semua dosa Ibuku."
Aku mengatakan semua itu tanpa ragu, seolah ingin lepas
dari semuanya. Aku ingin menaiki tangga itu dan menghapus dosa-dosanya Ibuku.
Setelah itu, aku akan mengikuti jejak Ibuku.
Aku akan pergi ke suatu tempat, menggambar lingkaran
sihir di tubuhku, dan mengirim energi sihir untuk meledakkannya......
Mengakhiri hidupku dengan itu.
Tapi, saat aku akan pergi. Alexander menghentikanku. Dia
menangis seperti anak kecil yang kesepian padaku, orang yang sedang kebingungan
dan gila.
Aku memiliki alasan untuk bertanggung jawab atas
Alexander, bahkan jika itu hanya untuk sesaat. Itu karena aku sudah membunuh
Ayahnya.
Jelas, pada awalnya itulah rencanaku. Tapi Alexander
bergerak dengan cepat, dia sangat cerdas. Tidak ada seorang pun yang mengira
kalau akulah pelakunya. Kecuali Alexander.
Kecurigaanmu padaku. Sikap baikmu yang tidak terduga.
Ketegangan di antara kita.
Saat aku memperhatikan semua itu, perlahan aku melupakan
ketidakhadiran Ibuku. Awalnya aku terus berusaha untuk pergi karena di sini aku
merasa menderita, menderita karena aku terus melihat jejak Ibuku di sini. Meski
begitu, perlahan aku mulai merasa nyaman.
Semua itu berkat Alexander. Karena dia ada di sini.
"Tapi kita tidak bisa terus berpaling dari
kebenaran. Setelah aku mengatakan semuanya, aku jadi merasa lebih nyaman
sekarang."
Aku tersenyum cerah.
Setelah aku mengatakan itu, jam berdentang, mengumumkan
kalau sekarang sudah pukul 12 malam.
Oh, akhirnya sudah jam 12 malam. Mulai sekarang,
Alexander menjadi orang dewasa berusia 20 tahun.
Itu berarti, janjiku padanya sudah selesai.
"......Kalau begitu, panggillah para penyelidik itu.
Tangkap aku sekarang."
Sekarang, masih belum terlambat. Daerah Utara sangatlah
luas, dan sekarang masih pertengahan musim dingin. Jadi, pasti para penyelidik
itu sedang menginap di sebuah desa yang tidak jauh dari Kediaman.
"Selamat ulang tahun."
Aku berbisik padanya. Ini cukup. Jika memungkinkan,
sebelum meninggalkan Duchy, aku ingin mengucapkan selamat pada Alexander di
ulang tahunnya yang ke-20 lebih dulu dari orang lain.
"Aku tidak menyukainya."
Alexander menangkapku saat aku mencoba menjauh darinya.
Tangan putih yang besar melingkari pipiku.
Ucapannya yang tiba-tiba datang dengan begitu cepat
membuatku berpikir kalau dia mencoba untuk menaklukkan aku. Tapi, dia tidak
menyukainya? Aku menatap Alexander dengan wajah bingung.
"Apa? Apa yang baru saja kamu katakan?"
"Aku bilang, 'Tidak'. Kamu mendengarnya."
Alexander tertawa pelan. Aku tidak bisa ikut tertawa
sepertinya.
"Cain kan sudah mati, dan para penyelidik sudah pergi.
Sekarang, di Keluarga Duke ini, Ophelia, hanya ada kamu dan aku. Kita
berdua."
Dia mencium setiap ujung jariku yang memerah. Dan dia
terus berbicara sambil mengusap pipiku yang tergores.
"Sejak Cain muncul dengan berpura-pura sebagai
seorang penyelidik, aku sudah memikirkan cara untuk menyingkirkannya. Apa kamu
tahu apa artinya itu? Aku akan menentang perintah dari Kekaisaran
untukmu."
"......Kamu tidak perlu melakukan itu. Aku akan
mengakui dosa-dosaku kepada Cain."
"Ya. Kamu tidak tahu, betapa takutnya aku saat
memikirkan kalau kamu akan melakukannya. Dan betapa merasa beruntungnya aku,
karena Henrietta mati terbunuh."
Tidak masalah siapa yang membunuhnya. Aku hanya berpikir
kalau ada kesempatan yang datang. Jadikan perempuan ini, Henrietta sebagai
pelakunya. Penyebab meninggalnya kedua orang tuaku adalah kebakaran akibat
gesekan karena kereta kuda yang mengalami kecelakaan... Hal utama yang
diperhatikan oleh penyelidik adalah melelehnya jari-jari roda. Faktanya, memang
Henrietta lah yang benar-benar melelehkan jari-jari roda itu.
Mata Alexander berbinar seperti binatang, dia menjelaskan
bagaimana Henrietta di jebak. Dengan wajah polos, dengan santai, Alexander
membuat Henrietta menjadi seorang pembunuh.
"Ya, tapi bagaimana pun juga, akulah yang membunuh
Ibuku dan Ayahmu."
Aku menggelengkan kepalaku. Aku menggambar lingkaran
sihir dengan tangan ini. Bahkan Alexander menyadari hal itu.
"Lalu, apa gunanya? Aku kan sudah mengatakannya
berkali-kali. Aku tidak peduli kamu membunuhnya atau tidak."
Perlahan dia bersandar dan tatapan mata kami bertemu.
Hidung mancungnya yang arogan mendekat, menggelitik hidungku. Aku terdiam
sejenak, lalu berkata,
"......Alex, mungkin saja kamu akan mati karena aku,
sama seperti Ayahmu. Aku adalah putri dari seorang wanita yang sudah membunuh
suami-suaminya."
"Tapi Ophelia, kamu itu bukan Isolde, kan? Jadi,
tidak masalah." Ujar Alexander sambil memiringkan kepalanya.
Suara lesunya terdengar seolah dia telah kehilangan minat
pada pembunuhan yang sudah aku lakukan.
"Gila."
Aku menertawakannya. Aku sudah mengatakan kalau mungkin
saja aku akan membunuhnya, tapi bagaimana bisa dia bereaksi seperti ini? Aku
juga tidak normal, tapi... Tampaknya Alexander lebih gila lagi.
"Ya. Aku gila. Kakakku lah yang membuatku menjadi
seperti ini. Kamu datang, lalu sekarang mau meninggalkan aku? Jangan berbicara
omong kosong seperti itu. Kalau tidak, maka aku akan mati."
"Aku bisa saja membunuhmu."
"Aku lebih suka seperti itu. Dengan begitu, aku
tidak akan ditinggalkan sendirian."
Ditinggalkan.
Aku tahu betapa mengerikannya itu. Aku menutup mataku
rapat-rapat, lalu kembali membukanya. Aku tidak tahu harus berkata apa.
Saat aku menutup mata dan terus menutup mulutku,
Alexander mengerang dan menangis dengan menyedihkan. Bercanda di situasi
seperti ini? Aku mengangkat kepalaku tidak percaya.
Alexander menatapku dengan mata seperti seekor anjing
yang terluka. Bahkan tidak ada sedikit pun keceriaan dalam tatapan itu. Seakan,
jika aku memberikan jawaban negatif, sudut matanya akan langsung mengeluarkan
air mata.
"......Kamu akan menyesalinya."
Aku menghela nafas panjang. Apa Alexander benar-benar
tahu? Kalau dalam beberapa hal, obsesi gila dan posesif-ku ini, mulai berpindah
dari Ibuku kepadanya.
"Kamu tidak akan menyesalinya? Mungkin aku akan
bersikap berlebihan padamu."
Aku sudah berusaha keras untuk tidak membiarkan Ibuku
tahu apa yang aku pikirkan. Karena Ibuku itu seperti kupu-kupu, dan dia benci
pengekangan dan penindasan.
Aku takut. Kalau Ibu tahu bahwa aku ingin Ibu tinggal di
sisiku, aku takut dia akan membuangku tanpa ragu.
"Aku tidak tahu apa yang akan aku sesali....
...Kakak, tidak, Ophelia. Aku ingin hidup bersamamu selamanya."
Alexander memiringkan kepalanya. Aku merasa seperti
energiku terkuras, keluar dari tubuhku. Dan aku hanya bisa tersenyum tidak
berdaya.
"Lagi pula, kamu tahu betul bagaimana seperti apa
aku ini."
Dia menatapku dan tersenyum. Bibir tebalnya terjalin
dengan bibirku. Aku bisa merasakan hawa panas yang memancar dari Alexander yang
telanj*ng, itu membuatku terus tertawa.
Kami saling berciuman dengan liar, seolah kami akan
memakan satu sama lain. Akhirnya, aku meletakkan tanganku di punggung tangannya
yang memegang pipiku.
Alexander menggenggam tanganku seakan dia sudah
menunggunya sejak lama. Arus listrik seakan memancar di antara jari-jari kami
yang terjalin erat. Kemudian, dia merobek jubah mandi yang kupakai.
Aku tertawa terbahak-bahak dan melingkarkan tanganku di
leher Alexander. Dia membuat suara yang rendah, mengerang, dan memelukku.
"Alex, kamu-"
"Sstttt... Fokuslah padaku."
Dengan matanya yang sedikit memerah, dia bergumam sambil
membaringkan aku di tempat tidur. Dia menatap tajam ke arahku.
Kemudian, Alexander meletakkan wajahnya di antara kedua
kakiku. Aku mendongakkan kepalaku, merasa nikmat, dan meremas rambutnya. Lalu,
aku berpikir,
'Di penghujung malam, aku harus memberi tahu Alexander.'
Karena, mungkin, sejak awal... Aku tidak pernah berniat
untuk meninggalkan Kediaman Duke.
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment