Chapter 21 Part 2

Penerjemah : reireiss

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.

Terima kasih~


***

TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!

HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.

JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.

JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!

***

Jejak hubungan cinta yang tulus tertinggal di leher kurusnya. Henrietta ingin menangis, tapi dia tidak bisa.

.

.

.

Aku sudah mengira kalau suatu hari nanti, itu akan terjadi, saat di mana tubuh mereka menyatu. Karena Tuan Muda menyukai Ophelia. Mereka bukan satu-satunya yang hadir saat Tuan Muda pertama kali bertemu dengannya.

Henrietta juga ada di sana, di tengah-tengah para pelayan yang berdiri di dekat pintu depan sambil menundukkan kepala mereka. Tidak mungkin Henrietta tidak menyadari atmosfer halus yang kemudian mengalir di antara Alexander dan Ophelia.

Sama seperti Henrietta, Alexander juga jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Ophelia.

Sungguh menyedihkan, dari samping, Henrietta melihat seorang pria yang sedang jatuh cinta, tapi pria itu bahkan tidak menyadari perasannya sendiri. Bahkan pria itu mencoba berpura-pura mengabaikan Ophelia.

Ketika Alexander bertemu dengan Ophelia di lorong, Alexander akan berhenti dan menatap Ophelia sampai ia menghilang dari pandangannya, lalu bertindak seakan tidak terjadi apapun.

Para pelayan juga membicarakan tentang perilaku aneh Tuan Muda mereka. Setelah Duke dan Duchess meninggal, gosip itu semakin memanas.

"Beliau bahkan tidak terdaftar di Kartu Keluarga Duke. Secara hukum itu legal. Mungkin saja Tuan akan menyambutnya sebagai Nyonya Rumah."

Gosip yang beredar dari mulut ke mulut perlahan menjadi fakta sejak perlakuan Alexander terhadap Ophelia berubah secara drastis.

"Meski cuma sebulan, mereka itu bersaudara."

"Itu terdengar lucu. Begitu kau melihat cara Tuan Muda memandangnya, kau tidak akan bisa mengatakan hal seperti itu lagi."

Henrietta biasa mendengar semua itu di tempat istirahat para pelayan. Jadi Henrietta yakin kalau dia tidak akan terkejut kalau suatu hari nanti mereka berdua akan bergandengan tangan. Ya, itulah yang dia pikirkan.

Tapi kenyataannya tidak. Henrietta tidak bisa menerimanya dengan tenang bahkan saat Alexander jatuh ke pelukan Ophelia.

Henrietta membenci Alexander yang bertindak seakan dia memiliki suatu tujuan. Padahal dia tidak menyembunyikan fakta kalau dia curiga pada Ophelia seperti halnya Henrietta.

"Jangan lakukan apapun."

Terlepas dari itu, Alexander sering memanggilnya, yang sudah menjadi pelayan pribadi Ophelia. Itu untuk memahami segalanya tentang Ophelia.

Henrietta sangat senang karena Alexander membutuhkannya. Selain itu, kematian Duke dan Duchess juga membuat Alexander menjadi semakin dekat dengannya.

Aku menjadi bersyukur karena sudah melelehkan jari-jari rodanya. Aku tidak pernah menyangka kalau Duke akan tewas karena hal itu.

Namun, lambat laun, Alexander menjadi semakin jarang memanggil Henrietta. Pada titik tertentu, Alexander menatap Ophelia dengan mata yang penuh cinta, dan Henrietta menjadi seperti kartu yang dibuang.

Mereka bercinta saat dirinya sakit parah. Henrietta ingin bertanya, 'Nona, apa Anda benar-benar akan pergi?'

***

Keluar dari ruangan dan menyusuri koridor sambil mencengkeram sisir dengan erat, Henrietta tersenyum sedih.

Alexander yang ia cintai bahkan tidak memandang atau pun membutuhkan bantuannya.

Itu fakta yang sudah dia ketahui. Tetap saja, kenapa ini begitu menyakitkan sampai-sampai rasanya aku akan hancur? Kondisi fisiknya yang masih belum terlalu baik. Henrietta tampak seperti akan pingsan.

Saat itulah, Alexander muncul. Biasanya, Alexander adalah orang tidak bisa menolerir kekacauan di cravat dan kancing bajunya, bahkan jika itu hanya sedikit tidak rapi. Tapi sekarang, dia berjalan di sekitar Kediaman dengan cravat yang berantakan dan kancing baju yang tidak terkancing sampai ke leher.

Alexander yang bersikap tidak peduli, dengan cepat melewatinya. Henrietta membuka mulutnya dan berkata, "Oh, Tuan Muda! Sudah lama tidak berte-" tapi sepertinya dia tidak mendengarnya.

Tempat yang Alexander tuju, tidak lain adalah kamar Ophelia. Mengetuk pintu, dia berhenti seolah cemas, dan begitu dia mendengar suara Ophelia, dia tersenyum cerah dan masuk ke dalam.

Henrietta yang melihat semua itu dari jauh, menurunkan bahunya. 'Aku ingin menangis dengan keras!'

"Henrietta! Kau mengintai di sini lagi. Jangan menghalangi jalan dan kalau tidak ada pekerjaan, bersihkanlah kamar penyidik. Pelayan yang bertugas untuk itu masih belum kembali dari liburannya karena salju."

Pelayan sialan ini bahkan tidak membiarkannya sedetik pun! Henrietta membasahi bibirnya dan mengabaikan pelayan itu.

Keadaanku memang sangat menyedihkan, tapi apa yang akan terjadi kalau aku mengabaikan kata-kata pelayan ini? Paling-paling aku hanya tidak mendapatkan makan malam dan dikurung.

Di masa lalu, mungkin Alexander menjaga kenyamanan Henrietta. Tapi, kini hubungan mereka berantakan. Hari itu, Henrietta mengaku kalau dialah yang melelehkan jari-jari roda kereta kuda.

Beberapa bulan yang lalu, Henrietta yang sudah tidak mampu untuk menanggung rasa bersalah, pergi menemui Alexander dan menangis sambil mengakui kebenarannya. "Anda salah. Sayalah yang membunuh Duke. Jadi sebaiknya Anda segera menghukum saya. Laporkan saya, masukkan saya ke penjara, dan lihat saya saat saya digantung."

Tapi Alexander hanya menatapnya tanpa sepatah kata pun dengan mata yang dingin. Setelah beberapa saat, akhirnya dia membuka mulutnya dengan perlahan,

"Apa kau ingin menarik perhatianku dengan melakukan itu?"

Alexander membunyikan bel untuk memanggil pelayan. Dan menyuruh para pelayan itu untuk menyeret Henrietta yang menangis keluar.

Bahkan saat Henrietta mengakui dosa-dosanya, Alexander tidak percaya padanya.

Kalau begitu, mungkin aku masih memiliki kesempatan. Gagal untuk menjadi tersangka, itu berarti, dengan kata lain, Tuan Muda menganggap kalau aku tidak bersalah.

Tidak adil mengabaikan aku karena menganggap kalau aku ini bertindak untuk mendapatkan perhatian. Dan sekarang, aku jadi tidak bisa berduaan dengannya, bahkan aku tidak bisa berbicara dengannya.

Tapi tak masalah. Hanya dengan melihat Tuan Muda dari jauh saja sudah membuatku senang.

"Hei! Dasar tidak tahu sopan santun!"

Henrietta melupakan keberadaan pelayan itu saat dia mengenang masa lalunya. Pelayan yang sejak tadi diabaikan terus meneriakinya, tapi Henrietta pura-pura tidak mendengarnya dan turun ke bawah.

Sesampainya di kamar penyelidik, seperti biasa dia mengetuk pintu sebelum masuk. Tapi yang terdengar hanyalah keheningan. Sepertinya tidak ada seorang pun di dalam ruangan.

"Permisi."

Ruangan itu sunyi. Henrietta melihat sekeliling ruangan yang remang-remang karena tirai yang ditutup, dia pun mendecakkan lidahnya. Sekilas aku mendengar kalau para pelayan menyukai penyidik yang cukup tampan ini.

Penyidik yang datang kepadanya, yang jelas-jelas sedang sakit, memiliki kepribadian yang cerita dan terlihat baik. Dia berkata pada Henrietta yang mencoba untuk bangun,

"Tidak perlu dipaksakan.... ...Oh, hati-hati."

Bahkan dia membantunya untuk kembali berbaring.

Henrietta, yang di pikirannya hanya ada Alexander, hampir tersipu dan berkata, "Ya ampun." Setelah itu, sebagai pelaku pembunuhan Duke dan Duchess, aku merasa sangat gugup karena takut penyidik akan menyadari ekspresiku yang canggung.

Bagaimana pun, dari luar dia terlihat seperti seorang pria yang hidup dengan sejahtera. Tapi, aku bertanya-tanya apa gunanya penampilan di saat dia adalah orang yang tidak bisa mengatur segala dengan rapi seperti ini.

Henrietta keluar dan kembali masuk dengan membawa lilin yang tergantung di koridor. Setelah disorot oleh cahaya, kondisi kamar ini bahkan lebih buruk. Kertas-kertas ditumpuk secara acak di atas meja, dan tumpukan kertas bekas berserakan di bawahnya.

Kurasa aku harus membersihkan lantai yang berantakan terlebih dahulu. Henrietta mengambil gumpalan kertas dan mendorongnya ke sudut. Sudah waktunya untuk membawa alat pembersih setelah dia membersihkannya dengan kasar.

Tuk!

Selembar kertas yang disembunyikan di tumpukan kertas jatuh di bawah kakinya. Mata Henrietta, yang mengambilnya dengan santai, seketika terbuka lebar.

"Hei, I-Ini......"

Mata hijaunya berbinar. Meskipun dia tahu kalau ini adalah ruangan kosong, tanpa sadar dia melihat ke sekeliling.

Kesempatan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, pikir Henrietta. Dia menghela nafas kecil. 'Semua yang kubutuhkan adalah ini!'

Dengan hati-hati, Henrietta melipat kertas itu dan menyembunyikannya di lengannya. Dan aku menyelesaikan bersih-bersih seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Malam itu, Henrietta yang sedang terbaring di tempat tidur terbangun. Pelayan yang berbagi kamar yang sama dengannya tertidur dengan suara mendengkur.

Dia memakai mantelnya dan berlari keluar dari Kediaman. Begitu dia berada di luar, gelombang dingin yang besar menghantamnya dan Henrietta gemetar.

"Ugh! Dingin."

Ini tidak masalah. Selama ada ini, segala kesedihanku akan berakhir hari ini. Dia tersenyum bahagia dan menyeka ujung hidungnya yang memerah.

Kemudian, seseorang mendekatinya dari belakang, dan tanpa suara, bagian belakang kepalanya dipukul, lalu Henrietta pun pingsan.


***

Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.

Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!

Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***


Apa pendapatmu tentang bab ini?