Chapter 20 Part 1

Penerjemah : reireiss

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.

Terima kasih~


***

TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!

HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.

JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.

JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!

***

Keesokan harinya, aku berjalan bolak-balik di dalam kamarku, tidak bisa tenang. Aku bahkan mengigiti bibirku sampai rasanya bibirku ini berdarah. Aku mengerutkan kening dan merenung, apa akan jadi pilihan yang tepat kalau aku pergi ke kamar Alexander hari ini?

Isi buku harian yang kubaca hanyalah permulaan. Aku tahu masih ada banyak tulisan di buku hariannya karena aku membolak-balikannya sebelum meletakkannya kembali di laci.

Claude yang pergi keluar kemarin belum kembali. Katanya jalan kembali terhalang salju tebal yang mulai turun lagi setelah jam makan siang kemarin. Dia mengirim seseorang untuk memberitahunya kalau dia berencana untuk tinggal di penginapan selama satu atau dua hari. Dia bilang, karena dia sudah jauh-jauh datang ke sini, jadi dia ingin bertemu dengan para pekerja yang sedang berlibur.

Ngomong-ngomong, aku tidak tahu kapan rekan penyelidik Claude akan tiba kalau salju lebat ini terus berlanjut. Tidak mudah untuk menghadapi banyak orang.

Tok, tok, tok.

Apa kau bisa menebak siapa orang yang mengetuk pintu itu? Aku tidak tertawa dan mengeraskan ekspresiku. Itu Alexander. Masih sulit bagiku untuk melihat wajahnya. Kemarin aku bahkan sampai melewatkan makan malam.

"......Kakak? Apa kamu ada di dalam?"

Aku tidak langsung menjawab saat Alexander bertanya.

Apa dia akan merasa aneh kalau aku berpura-pura tidak ada di sini? Aku menepuk pipiku untuk menenangkan diri, dan membuka pintu.

"Alex."

Aku menyambutnya dengan senyum lembut seolah-olah ini tidak ada bedanya dengan hari-hari lainnya. Begitu dia melihat wajahku, Alexander yang melihatku tersenyum langsung menyipitkan matanya dan mengeluarkan suara "Hmm." Lalu dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum padaku.

"Kakak, kamu bangun pagi-pagi sekali hari ini."

"......Ya? Ini seperti biasanya."

"Benarkah?"

Alexander memakai mantel hitam seolah dia sudah bersiap untuk pergi keluar sejak dini hari. Aku menatapnya dengan bingung, selama ini aku hanya pernah melihatnya memakai kemeja dan rompi, juga baju latihannya. Aku menundukkan kepalaku, menatap ke dadanya, di mana mataku tertuju.

"Katanya para ksatria sedang berkumpul dan melakukan pekerjaan pembersihan salju. Aku tidak punya rencana lain hari ini, jadi aku ingin pergi ke sana."

"......Begitu, ya? Kalau begitu, berhati-hatilah. Jangan sampai masuk angin."

Ujarku cemas. Itu karena mantel yang dia pakai sekarang sangat tipis.

"Kalau saat aku keluar, aku merasa dingin. Aku akan mengganti mantelku menjadi mantel yang tebal."

Setelah itu Alexander bilang kalau dia akan pergi. Aku meraih tangannya dan menarik syal yang di pakai.

"Kakak?"

"Pergi bersama-sama. Aku ingin mengantarmu ke pintu depan."

Ketika aku mengambil langkah pertama, aku memegang tangannya, Alexander tersenyum cerah. Dulu, wajah tersenyum seperti sama sekali tidak cocok untuknya, tapi sekarang itu terasa natural. Rasanya seperti seekor anjing besar yang mengibas-ngibaskan ekornya.

"Hari ini tidak terlalu dingin. Kurasa aku akan tetap pergi dengan mantel ini."

Begitu dia keluar dari teras, Alexander melihat ke langit dan bergumam,

"Kita tidak tahu kapan akan turun salju lagi. Meski begitu, aku tetap akan pergi."

Tidak mungkin untuk menggunakan kereta kuda sekarang, jadi dia pergi dengan menunggang kuda. Aku melihat Alexander pergi dengan beberapa pelayan dan ksatrianya. Bagi Alexander cuaca hari ini cukup baik, tapi tidak bagiku. Meski aku hanya berdiri di luar sebentar, aku bisa merasakan dinginnya.

Aku pun bersin, dan segera kembali ke Kediaman. Secara natural, langkah kakiku pergi menuju ke kamar Alexander. Dia bilang dia tidak kedinginan, jadi dia tidak akan kembali untuk mengganti mantelnya.

Tapi saat aku meraih kenop pintu, tampaknya aku kurang beruntung. Pintunya terkunci.

Mungkinkah dia menyadari kalau aku memasuki kamarnya? Atau mungkin Alexander memang selalu mengunci pintunya setiap dia pergi?

Aku tidak tahu karena aku tidak pernah mencoba menyelinap ke kamarnya. Aku tidak bisa mencairkan lubang kunci seperti yang aku lakukan saat mencuri Buku Pendapatan Tahunan dari Kantor Duke.... ...Aku terus melihat kenop pintu dan merenung.

Tapi, kemudian...

Ada sebuah bayangan besar. Seharusnya di sini tidak ada siapa pun. Aku bahkan tidak mendengar suaranya saat menaiki tangga. Aku menggigit bibirku.

"Jangan lakukan itu. Bibirmu kan sudah terluka."

Suhu tubuh yang dingin memerangkap tanganku yang memegang kenop pintu. Alexander melingkarkan tangannya ke tubuhku lalu mengobrak-abrik saku mantelnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya diam membeku, tidak bisa bergerak.

Bahkan saat dia menyentuh tanganku yang satunya dan memberiku kuncinya.

"Kamu pernah menggunakan kunci?"

Alexander memiringkan kepalanya. Dia meraih tanganku dan memasukkan kuncinya ke dalam lubang. Kunci yang sudah masuk ke dalam lubang itu berputar, dan kuncinya dilepaskan. Pintu pun terbuka.

"Kamu tidak masuk?"

"Oh......"

Alexander bertanya dengan tergesa-gesa. Tanpa sadar, tiba-tiba saja aku masuk ke kamarnya. Pintu pun tertutup, dia melewatiku dan melepas mantelnya.

Dia melemparkan mantelnya ke atas meja dan duduk di tepi meja. Alexander menyilangkan tangannya dan menatapku.

"Kamu tidak terlalu berhati-hati kali ini."

"Hah?"

Aku menyatukan kedua tanganku dengan tenang seperti anak kecil yang terjebak dalam kesalahan, aku menunduk, lalu mengangkat kepalaku. Alexander tersenyum. Hanya mulutnya yang tersenyum, tidak dengan matanya.

Tidak dengan senyum-senyumnya yang sebelumnya, senyuman ini terasa akrab bagiku. Seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. Dia tersenyum, tapi matanya begitu dingin.

"Rambut Kakak rontok. Di bawah meja."

"......"

"Apa yang membuatmu sangat penasaran?"

Alexander berdiri. Rasanya seperti dia akan datang ke arahku. Tapi sebaliknya, Alexander berbalik dan membuka laci dengan kasar. Lalu dia mengeluarkan buku hariannya.

"Ini. Bacalah. Bukankah ini yang kamu inginkan?"

Dia menyerahkan buku harian itu padaku. Dia berbicara dengan percaya diri, tapi kayanya sedikit gemetar. Suara nafas yang datang dari dekat, seolah gugup, tidak beraturan.

"...Tidak apa-apa. Kamu tidak perlu sampai gemetar seperti itu."

Aku menolak untuk membaca buku harian itu. Alexander menggertakkan giginya.

"Aku sudah menduga kalau Kakak yang melakukannya. Penyelidik pasti pergi menemui Kakak dan menceritakan semuanya padamu."

"Karena itu.... ...Kamu menulis peringatan seperti itu agar tidak dimata-matai?"

"Benar. Aku tidak ingin itu terjadi. Tentu saja, kalau itu Kakak, aku tidak akan peduli."

"Aku melakukan sesuatu yang tidak berguna." Gumam Alexander pada dirinya sendiri. Perlahan aku menggelengkan kepalaku, melihat wajahnya yang kesepian.

"Itu tidak percuma. Karena aku bahkan tidak membaca semuanya."

"Kenapa? Tidak cukup waktu......?"

Dia memiringkan kepalanya dengan lesu seolah dia tidak mengerti. Aku tidak langsung menjawab, aku memalingkan wajahku. Setelah beberapa saat, mata abu-abu peraknya terbuka lebar. Bibirnya sedikit terbuka karena terkejut.

"...... Semuanya, kamu mendengarnya."

Aku tidak menjawab. Telinga Alexander langsung memerah. Dengan cepat, dia menurunkan matanya untuk menghindari tatapanku.

Tidak mungkin dia tidak tahu, kan?

"Saat itu, kamu ada di bawah meja......? Saat aku melakukannya, maksudku-"

Dia tidak berbicara lagi. Tatapanku pada Alexander semakin dalam. Wajahnya yang tadinya memerah karena malu, kini berubah menjadi biru tua.

"......Jangan lihat!"

Alexander menutupi wajahnya. Dia terlihat sangat malu pada dirinya sendiri sehingga dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia menggelengkan kepalanya cukup keras sampai rambutnya yang terpotong rapi terkibas ke depan dan ke belakang. Dia seperti ingin menyangkal kenyataan. Lalu, aku membuka bibirku,

"Tapi aku sudah melihatnya."

"......Lupakanlah. Kumohon!"

"Tidak."

Aku mengambil buku harian yang ada di tangannya. Alexander berkata, "Oh......" Dia mengeluarkan suara rengekan tapi aku mengabaikannya. Dia melirikku di antara jari-jarinya yang tertutup.

"......Itu, aku, nama Kakak..."

"Kamu memanggil namaku. Aku mendengar semuanya. Aku melihat semuanya."

"Sial!"

Saat aku membuka buku hariannya, aku melihat dia memukul-mukul pahanya, menyalahkan dirinya sendiri. Sekarang semuanya sudah menjadi seperti ini, aku tidak punya alasan untuk menolak lagi.

Ayo kita lanjutkan membacanya. Hanya ada suara membalik halaman yang bisa terdengar.

15 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

Hanya ada aku dan O di Kediaman. Aku tersedak karena menelan steak tanpa mengunyahnya dengan benar. Kurasa akan lebih baik kalau aku tidak makan bersama O.

Itu adalah hari di mana Ibu dan Duke pergi berbulan madu. Aku juga ingat kejadian saat makan malam itu. Alexander pergi ke ruang makan terlebih dahulu dan sedang makan. Begitu aku masuk, dia meneguk air dan pergi tanpa melihatku.

Saat itu aku juga tidak bisa melewatkan waktu makan bersama Alexander dengan santai seperti saat ini. Aku ingin tahu apa yang dia tulis di halaman berikutnya, jadi aku membalik halamannya. Keringat dingin keluar dari telapak tanganku seolah aku merasa gugup.

16 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

Aku mendengar tentang kecelakaan kereta kuda. Ibu tiri meninggal seketika dan Ayah di bawa ke Rumah Sakit, tapi akhirnya...... Dia tidak tertolong. Penyelidik di tempat kejadian mengatakan kalau penyebab utama kecelakaannya adalah roda yang longgar.

......

Bukannya itu tidak mungkin? Rodanya kan baru saja diganti.

"... Sebentar."

"Iya, Kak."

"Apa maksudnya...... Rodanya baik-baik saja."

Sebelumnya saat aku membaca buku harian ini, setelah tahu kalau rodanya longgar, aku ingat dengan jelas kalau Alexander menulis, 'Aku punya ide bagus.'

Aku tidak pernah salah paham. Aku membalik halaman sebelumnya dan memeriksanya lagi. Dia benar-benar menuliskan hal itu.

"Lalu apa maksudmu dengan 'ide yang bagus' itu?"

Tanyaku, aku tidak bisa menyembunyikan kebingunganku. Aku menunjukkan halaman yang menuliskan tentang hal itu pada Alexander, tapi dia menggelengkan kepalanya.

"Apa aku harus memberitahumu?"

"Tentu saja. Alex, apa kamu ingin aku meragukanmu?"

"......Kakak."

Apa kau pernah memiliki begitu banyak emosi di dalam suaramu? Alexander menatapku secara tidak sengaja, perlahan dia membuka mulutnya.

"Dengan alasan ingin mengganti roda. Aku ingin menunjukkan Duchy pada Kakak."

"......Bohong."

Aku langsung menyangkalnya. Kenapa sekarang kamu membuat alasan? Tapi Alexander melanjutkan kata-katanya, tanpa memperhatikan ekspresiku yang terdistorsi.

"Itu benar. Apa kamu tidak ingat? Aku memintamu untuk pergi bersama."

'Kak, kurasa kamu suka terkurung di rumah.'

Untuk sesaat, suara Alexander di masa kini dan suara Alexander yang masih muda, 3 tahun yang lalu, tampak tumpang tindih. Aku tidak berpikir kalau kata-katanya waktu itu adalah sebuah ajakan untuk pergi bersama. Aku menyipitkan mataku. Alexander tertawa kecil seolah membaca hatiku.

"Jelas-jelas Kakak.... ...Bukankah kamu bilang kalau kamu tidak ingin keluar karena dingin?"

"......Tidak, bagaimana aku bisa mengerti kalau cara bicaramu begitu."

Itu tidak lucu. Alexander terlihat merasa sangat malu sampai dia mengacak-acak rambutnya.

"Baru setelah aku tersadar kalau kata-kataku terdengar aneh. Tapi bukankah sekarang jauh lebih baik?"

Itu adalah pertanyaan yang tidak layak untuk dijawab. Selama ini aku sangat tidak nyaman dan curiga pada Alexander. Kenapa tiba-tiba kamu mendekatiku dengan begitu ramah? Kenapa tiba-tiba kamu berkeliaran di sekitarku seperti ini?

Alexander sangat kikuk sehingga aku tidak bisa menyadarinya. Setelah aku membaca buku hariannya, barulah aku tahu. Kenapa Alexander yang tadinya mengabaikanku kini menjadi mendekatiku?

Dia jatuh cinta padaku pada pandangan pertama, tapi dia bahkan tidak menyadari.

Rasa panas seakan menyebar ke seluruh tubuhku, berpusat di perut bagian bawah. Dia tersenyum sambil masih memegangi rambutnya. Matanya yang melengkung lembut adalah buktinya.

17 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

O hendak pergi tanpa memberi tahu aku. Jangan biarkan O pergi sekarang. Reaksi O terhadap berita itu mencurigakan. Omong kosong. Kecelakaan. Aku tidak bisa menerimanya. Sudah jelas aku tidak bisa menerimanya. Itu tidak mungkin. Apa maksudnya? O pasti mengetahui sesuatu.

"......"

Aku membaca halaman berikutnya dan terdiam selama beberapa saat. Aku bisa merasakan mata Alexander mengikutiku dengan cermat, tapi aku mencoba mengabaikannya dan kembali membalik halaman. Aku kembali merasa tidak nyaman, rasanya seperti dia terlalu dekat denganku.

18 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

Saat membersihkan kantor Ayah, aku menemukan jarum suntik. Aku juga mencoba untuk menggali masa lalu O, tapi aku gagal. Aku hanya menemukan saudara-saudaranya yang tidak berguna.

Jarum suntik! Dia menuliskan jarum suntik!

Rasanya aku ingin mendorong Alexander dan segera keluar dari ruangan ini. Tidak. Tidak ada seorang pun kecuali aku yang boleh mengetahui rahasia Ibu.

"Jangan berhenti, Kak."

Alexander mengatupkan giginya seolah menyadari kebingunganku. Tangannya yang besar menyentuh bahuku yang gemetar. Tanpa sadar aku kembali membalik halaman berikutnya.

19 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

Mengobati pipi O.

......

O seorang perempuan? Perempuan? Perempuan? Perempuan? Perempuan? Perempuan? Perempuan? Hal sialan ini!

23 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

O menghindariku.

26 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

Kenapa kau membaca buku? Sial! H menyebalkan.

27 Desember 291 di Kekaisaran Devonian

H semakin menyebalkan! Aku memiliki keinginan untuk membunuh kerabatku Si A. Dia benar-benar tidak tahu diri.

Itu adalah tulisan tangan yang penuh dengan kemarahan. Ada bekas bercak-bercak tinta kering yang mungkin diakibatkan oleh pena yang rusak karena menulis secara kasar.

2 Januari 292 di Kekaisaran Devonian

Bukan O?

3 Januari di Kekaisaran Devonian

Mungkin O.

4 Januari di Kekaisaran Devonian

Sepertinya O-

"......Aku ingin berhenti membacanya."

"Tidak, ini sudah terlambat. Kamu sudah terlalu jauh untuk berhenti."

Alexander meraih tanganku ketika aku hendak meletakkan buku hariannya. Dia membalik halaman itu secara paksa.

3 Februari 292 di Kekaisaran Devonian

Apa itu O?

4 Juli 292 di Kekaisaran Devonian

Sial! Sekarang aku tidak tahu lagi.

14 Agustus 292 di Kekaisaran Devonian

Kumohon! Aku harap itu bukan hanya O.

20 Februari 293 di Kekaisaran Devonian

Kenapa O memilih H sebagai pelayan pribadinya? Padahal ada banyak pelayan yang bisa melakukan pekerjaan dengan baik. Sial! Tidak perlu khawatir.

5 Juni 293 di Kekaisaran Devonian

Rasa sakit ini mulai tumbuh.

11 April 294 di Kekaisaran Devonian

Oke, aku akui. Aku menyukai O, sebagai seorang pria. Itu adalah cinta pada pandangan pertama. Kalau bukan, lalu kenapa setiap kali O berada di dekatku, jantungku akan berdetak seperti ini.

.

.

.

*Maaf ya chapter-nya kupotong di sini*


***

Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.

Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!

Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***


Apa pendapatmu tentang bab ini?