Chapter 13 Part 2

Penerjemah : reireiss

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.

Terima kasih~


***

TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!

HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.

JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.

JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!

***

"Hal itu......"

Aku berbicara sambil menutupi mulutku. Adrian menatapku dengan antusias. Ini adalah situasi yang sangat lucu.

.

.

.

"...Aku tidak mengingatnya."

"Kau. Dasar ja*lang!"

Bruk! Adrian berteriak keras seakan dia tidak bisa menahan diri lagi. Tiga atau empat kursi terjatuh, dan Adrian segera menuju ke arahku.

"Tangkap dia."

Alexander duduk santai dengan menyilangkan kaki dan mengangkat tangannya. Dengan cepat para pelayan yang berdiri di belakangnya meraih bahu Adrian. Dalam sekejap Adrian tidak bisa bergerak, dia hanya bisa memelototiku dengan mata yang menyala-nyala.

"Aku merasa kasihan dengan situasimu. Jadi aku mencoba menjadikanmu sebagai istriku, bukan selir!"

"......Kenapa kamu marah padaku? Apa kesalahan yang telah aku perbuat?"

Pada akhirnya, aku juga meletakkan garpu. Ini aneh. Jelas-jelas saat aku masuk ke kamarnya, Adrian itu sedang tidur sambil menggaruk-garuk perutnya.

"Baru kali ini ada ja*lang yang ingin mempermalukan aku sampai seperti ini!"

"Tadi kamu menganggapku sebagai calon pengantin, tapi sekarang kamu memanggilku ja*lang......"

Sekarang, akankah ini berakhir? Saat aku mengucapkan kata-kata tadi, Alexander memperhatikan aku dengan tatapan yang aneh.

Tinggal bersama seorang ibu yang dirumorkan sebagai 'wanita yang memangsa suaminya', maka tak ada alasan bagiku untuk tidak terbiasa dengan kata-kata seperti itu. Itu adalah sesuatu yang sudah banyak aku alami saat masih di Barony (wilayah kekuasaan Baron).

Misalnya, saat salah satu pelayan dengan sengaja menyembunyikan kalung ruby dan membuatku curiga. Lalu dia berpura-pura menemukannya dan mencoba menjebak kemudian menyalahkan pelayan yang kusukai.

T/N: Rei ga paham di bagian ini, maksud Rei, arti dari paragraf sblmnya kan nunjukkin klo Ophelia itu udh terbiasa dipanggil ja*lang tp kok di pengandaiannya ngomongin ttg kalung ruby lg. Atau mgkn pelayan yg diusir itu manggil Ophelia ja*lang kali ya(?)

"Count, apa barusan itu kamu menghina Kakakku? Aku tidak akan pernah melupakan kejadian ini dan akan selalu menyimpannya di hatiku."

"Tidak, Alexander. Kamu itu ada di pihak siapa? Aku sudah mengenalmu sejak kamu kecil!"

"Count akan diusir. Buka pintunya."

"Alexander!"

Alexander mengibaskan tangannya. Pintu ruang makan terbuka dan para pelayan keluar sambil membawa Adrian.

"Eh! Tunggu sebentar."

Tiba-tiba saja Alexander menghentikan para pelayan.

"Ya, Alex. Tidakkah kamu pikir itu agak aneh? Aku tidak mungkin melakukan itu, bukan? Aku tidak tahu bagaimana bisa buku pendapatan tahunan ada di kamarku......"

Adrian berseru senang. Dia juga menambahkan, kalau Alexander meminta maaf atas sikap kasarnya maka dia akan bersedia memaafkannya.

"Kereta kuda yang dipakai Count. Bukankah itu pinjaman dari Keluarga Arpad?"

Alexander bertanya sambil memiringkan kepalanya. Kepala pelayan yang datang karena mendengar keributan, menjawabnya setelah dia mendengar kata-kata itu,

"Benar. Itu adalah kereta kuda yang diserahkan Nyonya Catherine beberapa tahun yang lalu ketika beliau pergi dari Arpad ke Lasis."

"Kalau begitu aku ingin mengambilnya kembali."

Ucap Alexander, mengangguk ringan. Adrian langsung memberontak.

"Setelah aku kembali ke Lasis, aku akan mengirimkan kereta kudanya."

"Aku ingin mengambilnya sekarang."

"Lalu bagaimana caraku kembali ke Lasis!? Bahkan dengan menunggang kuda, dibutuhkan waktu seminggu penuh!"

"Kamu mengetahui dengan baik, ya."

Alexander melambaikan tangannya ke Adrian yang hanya terlihat punggungnya saja saat dia diseret oleh para pelayan. Seolah-olah dia tidak bisa mendengar suara Adrian yang terus berusaha memberontak, Alexander berkata,

"Kak, kamu juga harus melakukannya."

"......Ah, iya."

Melambaikan tangan pada punggung lusuh itu...... Aku tidak ingin, tapi aku mengangkat tanganku dengan kikuk. Aku pun melambaikan tanganku, Alexander mengangguk puas.

"Ayo, Kak. Aku sudah menyingkirkan para pengganggu."

Mata abu-abu peraknya menatapku. Tatapan matanya yang biasanya seperti bulan dingin, kini tampak lembut. Dia menyatukan kedua tangannya dan membungkukkan bahunya ke depan. Sepertinya dia mencoba untuk sedikit lebih dekat denganku.

T/N: Just info, Bulan Purnama di bulan Desember (musim dingin) disebut sebagai Bulan Dingin. Di beri nama begitu karena suhu turun drastis, alias dingin bgt *cmiiw

Setelah beberapa saat, Alexander bertanya,

"Katakan padaku. Kenapa kamu melakukan itu?"

***

[POV Alex]

"......Apa yang kamu bicarakan?"

Ophelia bertanya dengan mata yang tidak mengerti arti kesopanan. Transparan seperti sebuah kaca, jadi tidak mudah membaca emosinya. Alexander membungkuk sedikit lebih dalam.

"Kenapa kamu pura-pura tidak tahu? Di kantor aku menemukannya. Rambutmu."

"Tidak mungkin."

Dia menggigit bibir bagian bawahnya seolah menahan tawa. Untuk sesaat mata Alexander menjadi gelap, tapi Ophelia tidak menyadarinya. Dia mendecakkan lidahnya.

"Bagaimana aku bisa masuk ke kantor Duke? Tidak ada orang yang tidak tahu kalau ruangan itu terkunci...... Dan bukankah hanya kamu yang memiliki kuncinya?"

Alexander membenci gaya bicaranya yang khas. Aku membencinya, benar-benar benci. Memperpanjang perkataannya di akhir kalimat, seolah meninggalkan ruang. Suaranya yang lembut. Tetap terngiang dan membuatku terhanyut olehnya.

"Lalu kenapa aku bisa menemukan rambut Kakak di sana?"

Alexander menggelengkan kepalanya agar tak terhanyut olehnya. Alexander sendiri yang dengan sengaja 'menangkap' Ophelia, tapi terkadang dia menyesali pilihannya.

Ophelia itu memiliki kecantikan yang luar biasa, tapi dia memiliki kesan samar seolah-olah dia akan segera menghilang. Faktanya, sejak pertama kali dia melihatnya. Alexander sangat gugup sampai dia tidak tahan.

Dia harus berjuang untuk menahan keinginan agar tidak memeluknya, orang yang sepertinya telah merangkul semua kesengsaraan dunia.

Bahkan tanpa menyadari seperti apa rasanya.

"......Alexander. Tidak, Alex."

Ophelia tertawa. Dia menarik bibir kecilnya yang berwarna merah muda, seperti kelopak bunga yang lembut. Alexander melihatnya dengan pandangan kosong dan menyadari kalau untuk pertama kalinya, Ophelia memanggilnya dengan nama panggilan.

Dan hanya dengan itu saja. Keraguan terhadapnya perlahan hilang dan lenyap. Seharusnya tidak seperti ini.

"Aku ingin kamu mengatakan yang sebenarnya. Apa benar rambutku rontok di sana?"

Itu tidak mungkin, mata birunya seakan mengatakan itu. Perasaan percaya diri seperti tidak ada apapun yang terjadi, Alexander mulai bingung. Rambut Ophelia rontok di kantor. Dia menemukannya sendiri.

Tapi orang pertama yang memberi tahunya tentang hal itu......

"Alex, maksudku... Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan sampai-sampai kamu menghubungkan aku dengan kantor Duke."

Ophelia menatapnya dengan tatapan yang tak tergoyahkan. Aku bisa merasakan panas di belakang leher dan telingaku. Pada akhirnya, Alexander yang memecah keheningan terlebih dahulu dengan berpura-pura tidak apa-apa.

"Baiklah kalau begitu. Ini menyedihkan, bawahanku melakukannya tanpa sepatah kata pun."

"Jadi kamu meragukanku?"

Ophelia menurunkan buku mata peraknya seolah kecewa. Lagi dan lagi, Alexander mengambil nafasnya dengan tergesa-gesa untuk memperbaiki dinding hatinya yang jebol meski sudah lama kokoh berdiri.

"Alex."

"......Iya, Kak?"

Ophelia tidak melewatkan momen itu. Dia bertanya,

"Benarkah? Alex, apa itu benar?"

"Kakak?"

"Aku harap kamu tidak melupakan apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu."

Beberapa waktu yang lalu? Waktu aku membawamu ke kamarku meski kamu bilang kalau kamu tidak apa-apa dan aku memberimu obat? Atau kamu berbicara tentang kejadian saat kamu datang ke tempat latihan dan untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melihatmu merona karena kamu melihatku telanjang dada? Atau kejadian saat aku tertidur di ruang kerja, kita bertemu di sana padahal itu bukan tempat yang biasa kamu datangi?

Alexander merenung. Dan teringat kenapa Ophelia tiba-tiba muncul di tempat latihan.

"......Henrietta."

Ketika dia mengucapkan nama itu, Ophelia tersenyum cerah seolah Alexander sudah melakukan hal dengan baik. Alexander yang duduk dengan punggung lurus, entah bagaimana dirinya merasa kalau tulang punggungnya menegang. Rasa kesal merasukiku. Alexander mengerutkan wajahnya dengan ganas dan memanggil kepala pelayan.

"Panggil Henrietta. Sekarang juga!"

.

.

.

***

Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.

Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!

Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***


Apa pendapatmu tentang bab ini?