Penerjemah : reireiss
Source ENG : Jingle Translations
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
Chapter 42 - Dia dan Kakak Lelakinya 1
[POV Lidi]
Aku berhasil melarikan diri tanpa ada masalah, tapi apa yang terjadi setelah itu jauh dari kata baik.
Setelah pulang dengan selamat, aku pergi menemui ibuku. Aku segera menemuinya saat aku kembali ke rumah, karena aku rasa, aku telah membuatnya khawatir setelah seharian tidak pulang. Aku tidak begitu khawatir dengan ayahku, hanya ibuku seoranglah orang yang tidak ingin kubuat khawatir.
Bagaimanapun, dia (Rosina) mungkin tahu yang terjadi sampai ke tingkat tertentu, tetapi dia tetap lega saat mendengar penjelasanku.
Berpikir begitu, aku berada di hadapan ibuku, tetapi bertentangan dengan harapanku, ibuku justru membuat wajah kesusahan dan berkata.
"Ini tidak bisa dipercaya, tetapi kau pasti pulang tanpa izin, kan?"
Aku membeku setelah mendengar kata-kata itu. Sialan... Tentu saja, aku pergi tanpa izin.
Ibuku pasti bisa menebak apa yang telah kulakukan hanya dengan melihat wajahku. Ibuku menghela nafas dan memulai ‘ceramahnya’.
Eh... Kenapa jadi begini?
Aku tidak bisa mengikuti perkembangan yang tidak terduga ini.
Ini adalah pertama kalinya ibuku benar-benar marah padaku.
Jujur, aku berpikir kalau ibuku adalah orang yang pendiam dan patuh, jadi aku terkejut dengan sisinya yang seperti ini.
Aku sangat terkejut karena setengah dari apa yang dia katakan ini melampaui kapasitas otakku.
‘Ceramah’ ibuku terus berlanjut. Aku mengambil sikap aman dengan terus berkata, 'Ya' dan 'Maaf' dengan sungguh-sungguh.
Terima kasih kepada ayahku, sekarang aku jadi mengerti.
Saat ini aku tidak bisa menyanggah atau pun menimpali kata-kata ibuku.
Melakukan hal itu hanya akan memancing lebih banyak kemarahan dan memperpanjang ‘ceramahnya’.
Karena sering kali menerima ‘ceramah’ dari ayahku karena hal-hal kecil, jadi kini, aku sudah mengerti ‘metode’ yang bisa membuat semua ini berakhir dengan cepat.
Namun, aku jadi tertekan oleh ‘ceramah’ ibuku ini, ia memarahiku seperti memarahi anak kecil.
Atau lebih tepatnya, aku bertanya-tanya kenapa ibuku terus mengucapkan kata-kata ‘tomboi’ dan ‘cereboh’ berulang-ulang. Tidak mungkin! Apa selama ini kelakuanku terekspos bukan hanya kepada ayahku, tapi juga ibuku...?
Bahkan ketika ayahku memarahiku beberapa hari yang lalu, ibuku ada di sisinya, jadi mungkin itu masalahnya.
"...Itu sudah cukup, kembalilah ke kamarmu. Tapi, jangan lakukan hal seperti itu lagi, mengerti?"
Selesai mengucapkan kata-kata itu, akhirnya ibuku menghentikan ‘ceramahnya’.
Aku pusing, jadi aku tidak bisa melakukan apa-apa selain dengan mengangguk kepada ibuku.
Aku diizinkan untuk kembali ke kamarku, dan ketika aku naik tangga, aku berpikir.
…Aku mengerti dengan baik. Aku akan ekstra hati-hati mulai sekarang. Ibuku adalah seseorang yang tidak boleh dibuat marah.
Aku kembali ke kamarku dan duduk di sofa. Akhirnya aku bisa bernafas lega sambil minum teh yang dibawa oleh seorang pelayan.
"...Aku lelah."
Aku menjatuhkan diriku di sofa. Tidak peduli dengan sikap sopan karena tidak ada siapa pun di sini.
Setelah meminum teh hitam favoritku, akhirnya aku merasa seperti benar-benar sudah pulang ke rumah. Ibu mungkin marah karena aku pulang tanpa izin, tetapi aku senang bisa kembali.
Karena, dalam situasi itu, bahkan jika aku berkata dengan jujur bahwa aku ingin pulang, aku tidak yakin dia (Freed) akan memperbolehkannya.
Aku tidak sombong. Aku hanya bisa melihat dengan jelas niat Freed itu.
Aku ingin tahu apa pendapat Ibu tentang itu.
Lagi pula, kalau aku berada di tempat, di mana aku tidak bisa melakukan sesuatu dengan bebas dan sesukaku, bagaimana caraku bisa menghabiskan waktu?
Bahkan jika aku disuruh berguling-guling dan menunggu Freed, aku sama sekali tidak mau melakukannya.
...Tapi, ini masalah serius.
Aku mengangkat tubuhku dan kembali berpikir.
Sudah diputuskan bahwa aku akan menikah dengannya dalam waktu setengah tahun.
Kurasa, aku tidak masalah dengan itu. Aku sudah menyetujuinya, dan Upacara Pertunangan sudah diadakan dengan megah.
Informasi mengenai pertunangan dan pernikahanku pasti sudah dikirim ke luar negeri. Bagaimanapun juga, ini adalah pertunangan dan pernikahan Putra Mahkota dari negara yang besar.
Tidak salah lagi, itu akan menyebar ke seluruh dunia.
Tapi, aku perlu mengambil beberapa langkah sebelum pernikahan.
Menikahi dengannya berarti, aku harus bertahan menghabiskan waktu luang di sana (Istana).
Aku memang tidak merasa seperti dikekang sebagai Putri Mahkota di sana.
Hanya saja, melakukan sesuatu untuk mengisi waktu senggang adalah hal yang penting.
Terlebih lagi, setidaknya aku membutuhkan sedikit kebebasan. Kurasa, aku harus meminta kepada Freed untuk itu.
Kalau tidak bisa, maka... Ya, aku akan memaksanya.
Yang tersisa adalah apa yang harus kulakukan dengan kejadian ini.
Ibuku juga mengatakan hal ini. Aku harus merenungkan perilakuku.
Dengan kata lain, aku harus melakukannya (Kabur dari Istana) dengan lebih terampil, seperti itulah.
Tentunya, aku tidak keberatan untuk mengikuti perkataan ibuku dan meminta maaf kepada mereka yang terkena masalah karena kelakuanku, terutama Clara.
Aku memang sudah membuat masalah besar dengan melarikan diri dari Istana tanpa memberi tahu siapa pun.
Aku harus turunkan kepalaku dan meminta maaf.
Ini menjadi pelajaran bagiku. Lain kali, aku tidak akan melakukan hal ini.
Setidaknya, kalau pun aku melarikan diri, aku bisa meninggalkan surat terlebih dahulu.
Tidak mungkin aku akan menulis dengan jujur seperti, ‘Aku bosan, jadi aku pulang’. Aku harus menggunakan pengetahuan yang kudapatkan sebagai Putri Duke, aku harus menulis sesuatu dengan sopan dan menggunakan kata-kata yang indah.
Aku bisa melakukannya jika aku memang menginginkannya.
Tapi, tiba-tiba aku teringat...
Kalau aku melakukannya secara berlebihan, bukankah itu akan menjadi 'kesopanan yang munafik'?
Itu berarti. Kalau aku bersikap terlalu sopan, maka sikapku itu hanya akan menjadi tidak sopan.
"Hmm... Untuk mencapai keseimbangan adalah hal yang sulit..."
Bagaimana aku harus melakukannya? Kurasa, aku bisa menggunakan kata-kata yang indah dengan bebas, tetapi tampaknya, lebih baik aku tidak melakukan hal itu.
Lagi-lagi aku meminum teh.
...Baiklah, ayo pikirkan kembali dari awal.
Padahal sebelumnya, aku memikirkan cara untuk melarikan diri, tapi sekarang aku sudah asyik memikirkan surat seperti apa yang akan kutinggalkan nanti jika aku ingin melarikan diri lagi.
"Atau... Bagaimana kalau aku menggunakan 'tinta tak terlihat'...?"
Mereka pasti akan terkejut. Tapi, kalau mereka tidak bisa menyadarinya, maka aku pasti akan dimarahi lagi seperti ini.
Itu tidak baik. Aku sudah merasa cukup dengan ini. Aku tidak mau dimarahi lagi oleh ibuku.
Tanpa memperhatikan arah pikiranku yang serba salah, aku mengerang, tidak dapat mencapai kesimpulan, lalu aku mendengar suara keras di lantai bawah.
Aku jadi tersadar dari pikiranku saat mendengar suara itu.
Tampaknya para pelayan membuat keributan.
Karena merasa khawatir, aku pun berdiri dan melihat jam kayu antik yang tergantung di dinding.
Sudah sore. Masih terlalu dini bagi ayah untuk pulang, jadi mungkin ada tamu yang datang.
Tapi, kurasa tamu itu tidak akan ada hubungannya denganku, jadi aku kembali membenamkan pikiranku.
Tetapi...
"Lidi!! Apa kau sudah pulang?!"
"Hahh..."
Bahkan sebelum memikirkan siapa orang yang mengangkat suara itu, aku langsung mengerutkan kening.
Sepertinya, si pemilik suara itu sedang menaiki tangga. Aku bisa mendengar suaranya. Aku mendecakkan lidahku, sudah jelas dia menuju ke sini.
Kenapa dia kembali ke sini?
Seharusnya dia ada di Duchy Vivouare untuk berlatih sebagai pewaris sejak setahun yang lalu. Aku belum pernah mendengar kalau dia akan kembali ke Ibukota.
"Lidi!!"
Pintu terbuka dengan keras.
Aku memelototi pria yang menerobos tanpa izin.
Pria yang masuk tanpa izin ini adalah kakakku. Tentunya, kakak kandungku.
Kakakku terlihat mirip dengan ayah kami, dia mengenakan baju merah yang sangat mencolok yang dihiasi dengan aiguillette yang terbuat dari benang emas dan perak. Jelas terlihat kalau dia adalah seorang bangsawan yang bekerja di Istana. Secara tidak sengaja, aku merajutkan alisku. Benar-benar tidak bisa diterima. Aku menghela nafas melihat pangkal leher kakakku.
Cravat (Salah satu jenis dasi), yang seharusnya diikat dengan rapi justru menjadi sangat acak-acakan.
Mungkin ada orang yang berpikir kalau itu cocok untuknya, tapi tidak bagiku.
Seorang pelayan yang belum pernah kulihat sebelumnya, mengikutinya, memandangi kakakku yang masuk tanpa izin, pelayan itu meminta maaf padaku. Tapi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pelayan ini tidak salah, yang salah itu kakakku.
Aku meminta pelayan itu untuk keluar, ia segera membungkuk dan pergi keluar.
Kini, tinggal kami berdua yang berada di ruangan ini, dengan sopan aku membungkuk padanya.
"Sudah lama tidak bertemu, Kakak. Tampaknya, kamu mengunjungiku dengan terburu-buru, apa kamu memiliki urusan denganku?"
Sebagai pembalasan kecil karena sudah menyerbu kamarku sesuka hatinya, aku memberinya sapaan yang sangat sopan, tetapi kakakku terlihat tidak menyukainya.
Dia menyisir rambutnya yang seperti benang perak dan menatapku.
"Apa itu? Apa kau melecehkanku?"
"Aku tidak mengerti apa yang baru saja kamu katakan. Bukankah kakak yang biasanya bersikap seenaknya?"
Wajah kakakku berpura-pura polos.
Aku telah melihatnya yang bersikap seperti ini beberapa kali, terlepas dari ucapan dan perilakunya yang vulgar, kakakku bisa berperilaku elegan jika dia menginginkannya.
Entah sudah berapa kali aku berpikir, ‘Jangan tertipu oleh sikap pura-puranya itu’ ketika melihat para wanita yang terpikat oleh senyum palsu kakakku yang lembut.
Selain mewarisi aspek baik ayah kami, kakakku memiliki spesifikasi tinggi yang tidak perlu.
Tingkah lakunya yang aristokratis membuatnya tidak memiliki celah sedikit pun di depan umum. Aku hanya bisa kagum saat mendengar tentang popularitasnya di kalangan wanita muda dari seorang teman.
Biarkan kutekankan, aku tidak tahu apa yang membuatmu terpesona olehnya.
Dengan sikap ‘asli’ kakakku yang seperti itu.
Aku merasa lega saat melihat kakakku yang kesal, dan aku memutuskan untuk berhenti bersikap seperti itu dengannya.
Dia pasti punya urusan penting, yang membuatnya kembali ke kediaman saat ini.
Tidak ada alasan untuk membuang waktu.
Berpikir begitu, aku menarik napas dan memandang ke arahnya.
"Jadi, kenapa kau di sini, kakak bodoh?"
"Hoi, kau menyebut Perdana Menteri masa depan dengan kata bodoh."
Dia menjawab dengan nada kesal. Meskipun kakakku berbicara dengan berkobar, aku menjawabnya dengan ketus.
"Kata bodoh cocok untuk pria yang memasuki kamar wanita tanpa mengetuk. Bisakah kau berhenti melakukan hal itu?"
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan itu. Atau apa? Apa kau akan berhubungan se*s di sini? Kalau begitu, tentu saja aku akan mempertimbangkannya?"
"Hah? Apa yang kau katakan, tidak mungkin aku melakukan itu."
Aku menatap kakakku yang menyeringai dengan mata dingin.
Dia sudah bersikap seperti itu sejak dulu. Sungguh bodoh orang-orang yang memperlakukannya dengan sopan.
"Tidak mungkin kau akan melakukan itu? Memang kau tidak akan melakukannya dengan tunanganmu?"
"A-Apa!!?"
Seketika, aku menyadari siapa yang dia maksudkan, aku menjadi kebingungan.
"Jangan malu-malu. Aku mengetahuinya. ‘Tanda’ di lehermu itu terlihat jelas. Freed yang membuatnya, kan?"
"!!!!"
Dengan panik, aku berlari ke arah cermin untuk memeriksa leherku.
Sebuah erangan keluar dari mulutku saat aku melihat banyak tanda merah kepemilikan.
Saya tidak memperhatikannya sama sekali!!
Seingatku, Will mengatakan akan lebih baik jika aku terus tinggal di kamar, aku ingin mengubur diriku karena malu.
Jadi itu yang dimaksudnya...!
Tanda merah yang memamerkan fakta hubungan cinta kami ini terasa tak tertahankan.
Sambil menatapku yang sedang menutupi leherku ini, kakakku berkata dengan kagum.
"Itu luar biasa. Aku tidak pernah memberi ‘tanda’ sebanyak itu. Freed benar-benar jatuh cinta padamu, tapi kamu masih saja pura-pura polos?"
"Kemampuan yang luar biasa untuk berakting" Saat kakak tertawa dari lubuk hatinya, sekali lagi aku merengut padanya.
"Aku tidak berpura-pura. Kakak, kamu juga tahu tentang itu, kan? Aku tidak punya alasan untuk berpura-pura polos setelah bertemu dengannya di tempat seperti itu."
Pasti kakakku yang diminta untuk menyelidiki apa yang terjadi di ‘malam itu’ oleh Ayah. Tidak mungkin dia tidak tahu.
"Kurasa itu benar. Tetap saja, dia benar-benar jatuh cinta padamu. Dalam arti tertentu, dia adalah orang yang ‘kuat’."
"Diam. Kakak bodoh."
"Tidak perlu malu. Tidak ada yang akan mengatakan apa pun karena itu hubungan yang diakui secara resmi. Putri Mahkota sangat disukai oleh Putra Mahkota. Rumor seperti itu menyebar di Istana."
"Beri aku istirahat!!"
Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu.
Atau lebih tepatnya, karena mulai sekarang, kemungkinan aku akan sering datang ke Istana, maka jangan memandangku dengan tatapan seperti itu.
Melihatku yang duduk sambil memegangi kepala, seketika kakak menyeringai.
"Apa yang kau katakan? Kau sudah menjadi selebriti, kau tahu? Istana menjadi gempar sejak kemarin karena Putra Mahkota membawa seorang wanita ke kamarnya."
"Eh? Apa yang tidak biasa tentang itu? Bukankah selama ini Freed membawa banyak wanita ke kamarnya?"
Aku mendengar dari temanku, Marianne bahwa dia adalah seorang playboy.
Itu sebabnya, kupikir itu wajar dia membawa wanita ke kamarnya.
Saat aku mengatakan itu, Kakak membuat ekspresi yang sulit dan menggaruk pipinya.
"Ah... Tampaknya kau salah paham, kau adalah wanita pertama yang dia bawa ke kamarnya, oke?"
"…Benarkah? Aku pernah mendengar kalau dia itu playboy."
"Aku tidak melakukannya untuknya, tapi aku akan meluruskan apa yang berbeda dari kenyataan. Dia mulai ‘memeluk’ wanita di Pesta Topeng itu setengah tahun yang lalu. Dia belum pernah membawa satu pun ke Istana, bahkan, sebelum itu dia tidak pernah main-main sama sekali."
"...Jadi begitu."
Tentu saja, ketika Marianne berbicara tentang Freed, dia menggunakan ungkapan 'baru muncul'.
Kalau dipikir-pikir, ayah juga mengatakan kalau Freed memiliki alasan untuk itu.
"Aku tidak peduli."
Itulah yang kupikirkan. Akan berbeda jika dia memiliki anak haram, tapi aku tidak punya alasan untuk mengetahui detail hubungan Freed di masa lalu dengan para wanita itu.
"Ini tentang tunanganmu. Apa kau penasaran?"
"Aku punya aturan untuk tidak memedulikan masa lalu."
Saat aku mengatakannya dengan terus terang sambil berdiri, mata kakakku melebar.
"...Itu komentar maskulinmu yang biasa. Aku tidak berpikir ada banyak wanita yang bisa jujur dan berkata seperti itu."
"Benarkah? Aku tidak ingin perselingkuhan atau perzinaan, tapi bahkan jika aku diberi tahu tentang apa yang terjadi sebelum kami bertemu, aku tidak akan bisa melakukan apa-apa, kan?"
"Kau benar. Tapi... Yah... Freed bilang dia akan memberitahumu alasannya, kau harus mendengarkan penjelasannya nanti."
"Alasan?"
"Alasan dia pergi ke Pesta Topeng selama setengah tahun."
"…Ah."
Ini adalah akar penyebab bagaimana aku jadi terperangkap oleh Freed.
Tidak masalah karena sudah berakhir, tapi untuk sekarang aku mengangguk.
Melihatku yang mengangguk, Kakak berkata, "Baiklah," dan mengarahkan pandangannya padaku.
Aku merasakan aura memarahi muncul darinya.
"Kalau begitu, kembali ke masalah awal. Kenapa kau pergi ke Pesta Topeng?"
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment