Penerjemah : reireiss 

Source ENG : Jingle Translations 

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup. 

Terima kasih~ 


Chapter 41.5 - Kesabaran Sang Istri 2


[POV Rosina/Ibu Lidi] 


"Ibu aku pulang. Aku baru saja pulang."

Aku melihat putriku baru saja pulang ke rumah. Ia mengucapkannya dengan sangat gembira.

Meskipun dia tampak bersemangat, putriku, yang kemarin tidak pulang ini, memakai gaun yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Warna dan desain keduanya terlihat indah. Mungkin Clara yang memilihkannya.

"Selamat datang di rumah, Lidi...... Apa Putra Mahkota mengizinkanmu untuk pulang ke rumah?"

Putriku, yang pulang ke rumah dengan kereta kuda Kediaman Pellegrini, badannya bergetar setelah mendengar kata-kataku.

......Seperti yang kuduga.

Aku pikir itu aneh. Jika dia pulang ke rumah melalui prosedur yang tepat, maka seharusnya, dia akan menggunakan kereta kuda kediaman kami.

Aku merasakan firasat buruk dengan kelakuan putriku kali ini. Aku yakin, putriku pasti menyeret Will ke dalam masalah lagi.

Sebagai seseorang yang menyadari perasaannya (Will), yang bisa kurasakan hanyalah penyesalan.

"Umm... Itu... Emm..."

"Meskipun aku percaya kalau ini tidak masuk akal, kamu tidak mungkin kembali ke rumah tanpa memberi tahu Putra Mahkota, kan?"

"......"

Aku menghela nafas saat melihat wajah putriku saat ini.

Sikapnya yang kekanak-kanakan dan tomboi mulai tak terkendali.

Meskipun aku tidak terpengaruh dengan kata-kata suamiku, tapi aku tetap bertanya-tanya bagaimana dia (Lidi) bisa tumbuh menjadi seperti ini.

"Melakukan hal seenaknya saja. Apa kau tidak memikirkan akibat dari kelakuanmu ini?"

"......Iya."

Saat aku berbicara dengan suara keras, putriku menjatuhkan bahunya. Meskipun begitu, aku masih terus memarahinya.

Selama ini kami sekeluarga sudah membiarkannya melakukan hal yang dia inginkan dan tidak begitu keras memarahinya.

Melihat putriku menggantungkan kepalanya dengan sedih, aku tetap tidak berhenti mengoceh.

"Kali ini, aku akan mengirim surat kepada orang-orang Istana. Kamu renungkan tindakanmu ini, setidaknya kamu harus berpikir sebelum melakukan sesuatu."

"......Aku minta maaf."

"Kamu harus meminta maaf kepada orang-orang yang akan mendapatkan masalah karena tindakanmu ini, bukan kepadaku. Tentu saja, kau juga harus meminta maaf kepada Putra Mahkota."

"Iya."

Ini adalah pertama kalinya aku memarahi putriku dengan keras. Meskipun matanya tampak berlinang air mata, dia tetap mengangguk dan mendengarkan kata-kataku.

Saya meminta kepada Kepala Pelayan untuk menyiapkan pena dan kertas, dan setelah itu, aku menulis surat permintaan maaf karena putriku sudah pulang tanpa pemberitahuan.

"Tolong kirim ini ke Kepala Pelayan Wanita, Clara Grimm."

"Tentu saja, Nyonya."

Dari cerita putriku, seperti yang kuduga, orang yang melayaninya adalah Clara.

Kalau begitu, mempercayakan hal ini kepadanya (Clara) adalah pilihan yang terbaik.

"Ibu......"

Melihat putriku berdiri diam, aku memadamkan amarahku dan memanggilnya.

Jika dia dengan tulus merenungkan perbuatannya, maka ini sudah cukup.

"......Semuanya akan baik-baik saja. Kembali ke kamarmu. Tapi, jangan pernah mengulangi ini lagi, ya?"

"Maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi."

Tampaknya dimarahi olehku untuk pertama kalinya adalah hal yang mengejutkan baginya. Putriku meminta maaf sekali lagi lalu kembali ke kamarnya dengan langkah lesu.

Saat ia berjalan, tengkuknya terbuka dan sekilas aku bisa melihat ‘tanda merah’ yang terpampang di kulitnya.

"......Ara ara."

T/N : Dalam Bahasa Indonesia, あら (ara) bermakna ‘oh’ atau ‘ah’, bisa juga menunjukkan ekspresi terkejut atau tertarik. Bisa juga berarti menjadi, ‘ya ampun’, ‘astaga’, ‘wow’ dan lain sebagainya. Kata ara ara dipopulerkan oleh anime dan manga di mana karakter perempuan yang lebih tua (Onee-san type) biasa mengatakannya.

Tampaknya putriku sangat dicintai oleh Putra Mahkota.

Kalau seperti ini, tampaknya kehadiran putriku di rumah akan semakin berkurang.

Kurasa besok Putra Mahkota akan bergegas datang ke sini, dan aku akan kembali melihat putriku yang pergi.

Meskipun, tentunya ada saat-saat di mana pertunangan tidak ditentukan oleh perasaan, akibatnya muncullah rasa resah.

"......Kamu akan segera pergi."

Ketika aku memikirkan hari pernikahan putriku nanti, aku mulai membenamkan diri dalam pikiranku sendiri.

Aku berharap untuk kebahagiaanmu...

――――Itulah satu-satunya keinginanku.


***

Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.

Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!

Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***

Apa pendapatmu tentang bab ini?