Penerjemah : reireiss
Source ENG : Jingle Translations
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
Chapter 37 - Dia dan Pelariannya
[POV Lidi]
"Kalau begitu, Lidi, aku harus pergi sekarang, sebaiknya kau tetap beristirahat di sini, oke?"
"......Selamat tinggal."
Setelah sarapan kami di ranjang berakhir, Freed selesai berpakaian dan menjatuhkan ciuman di dahiku.
'Apakah kita pengantin baru?!!' itulah yang ada di pikiranku, tapi aku tidak memiliki tekad untuk mengatakannya.
Aku hanya menerima kasih sayangnya dalam diam.
Tubuhku masih tertutupi oleh selimut.
Akibatnya, aku tidak bisa menggerakkan tubuhku dengan baik, jadi aku hanya bisa duduk diam.
"Clara, aku tinggalkan Lidi padamu."
"Anda tidak perlu khawatir, Putra Mahkota."
Freed memanggil Clara, yang sedang menunggu dari sudut ruangan. Cepatlah pergi!
Meski enggan untuk berpisah denganku, akhirnya Freed pergi juga.
Satu-satunya yang tersisa adalah Clara dan aku.
"......"
"......"
......Keheningan yang menyakitkan.
"Umm... Kepala Pelayan?"
"Panggil saja saya Clara, Putri."
Aku menyerah untuk membalas perkataannya yang memanggilku ‘Putri’.
Selama aku berada di sini, siapa pun pasti akan memanggilku ‘Putri’.
Itu bukan prediksi tetapi keyakinan.
"Clara. Umm... Kalau memungkinkan... Aku ingin memakai pakaian......"
"Anda tidak perlu merasa tidak enak untuk memerintah saya, Putri."
Clara berkata sambil menundukkan kepalanya.
Ya... Itu memang benar. Bahkan aku berbicara informal kepada Freed yang seorang Putra Mahkota, mana mungkin aku justru berbicara formal kepada seorang kepala pelayan.
Meski enggan, tapi aku mencoba untuk berbicara informal kepadanya.
"......Kalau begitu, baiklah, siapkan baju untukku."
"Tentu. Saya akan segera menyiapkannya. Tolong tunggu sebentar."
Akhirnya Clara pergi untuk mengambil pakaian untukku.
Aku pun menghela nafas lega.
------Bagus.
Akhirnya, semua orang pergi.
Untuk berjaga-jaga, aku melihat sekeliling ruangan.
Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar, aku turun dari ranjang, tubuhku kesakitan.
"......Aw... Aw... Sakit...... Aww..."
Seluruh tubuhku terasa sakit, terutama pinggulku dan ‘tempat itu’.
Rasa sakitnya sangat kuat saat aku mencoba untuk berdiri.
Aku ingin sekali kembali berbaring di ranjang, tapi aku sangat ingin pulang.
Aku mengambil beberapa langkah dan mengambil gaunku kemarin yang telah dirobek Freed.
Gaunku yang indah jadi hancur.
Meski aku merasa sedih dengan hal itu, tapi aku masih harus mencari sesuatu, sesuatu yang kutaruh di gaun ini. Aku segera memeriksa saku di sisi gaunku itu.
Jari-jariku merasakan tekstur yang keras sehingga aku mengeluarkannya.
Itu adalah kertas lipat tipis.
Aku berusaha turun dari ranjang hanya untuk mendapatkan ‘ini’.
Setelah itu, aku mengambil air minum yang ditaruh di nakas samping ranjang. Kemudian, aku menuangkan ‘ini’ ke dalam air minum itu.
Setelah memastikan bahwa semuanya sudah larut, aku langsung meminumnya tanpa ragu.
"......!! Nnn..."
Setelah aku meminumnya sampai habis, energi seakan mengalir di tubuhku, rasa sakit itu perlahan menghilang.
Aku merasa kembali seperti semula.
Aku terpukau dengan keefektifan ‘ini’. Otot-ototku memang masih merasa sedikit lelah tapi kekuatanku telah pulih dan aku bisa menggerakkan tubuhku.
"Deliris!! Terima kasih."
Aku bersyukur kepadanya yang memberiku obat ini.
Aku harus mengunjungi Delris lagi untuk berterima kasih.
Setelah aku pulang ke rumahku dengan selamat, aku harus segera mengunjunginya.
Aku membawa obat ini hanya untuk berjaga-jaga, tampaknya keputusanku sangatlah tepat.
Setelah aku memastikan bahwa tubuhku bisa bergerak bebas, aku kembali ke ranjang.
Dengan tampang polos, aku menunggu Clara kembali.
Tak lama kemudian, Clara kembali bersama dengan para pelayan.
Aku hanya meminta sepasang pakaian, tapi mereka malah membawa beberapa potong gaun.
"Saya meminta maaf karena telah membuat Anda menunggu, Putri. Silakan pilih apapun yang Anda suka."
"Aku tidak masalah dengan gaun apapun, aku ingin gaun yang mudah dipakai saja."
Segera para pelayan berbisik-bisik tentang aku yang berkata seperti itu tanpa melihat desain gaun yang mereka bawa. Namun saat Clara memelototi mereka, mereka langsung terdiam.
Tatapan tajam Clara layak untuk mendapatkan tepuk tangan. Seperti yang diharapkan dari Kepala Pelayan, tatapannya sangat mengesankan.
"Kalau begitu bagaimana dengan yang ini, Putri?"
Gaun sederhana dengan bentuk A-line ditunjukkan kepadaku. Aku menganggukkan setuju. Itu bukan desain yang biasa kupakai, tapi itu tidak masalah.
Selama itu adalah gaun yang bisa kupakai untuk pergi dari sini, maka aku tidak akan mengeluh.
Para pelayan langsung bergerak begitu aku setuju dengan gaun yang ditawarkan.
Clara menginstruksikan mereka untuk membantuku berpakaian.
Para pelayan ini bahkan membantuku untuk memakai pakaian dalam.
Bagaimana mereka bisa mengetahui ukuranku? Ah... Aku tidak ingin tahu jawabannya.
Tak lama kemudian aku sudah berpakaian, ini adalah gaun yang indah. Padahal mereka hanya memiliki waktu yang singkat untuk menyiapkannya, seperti yang diharapkan dari para pelayan Istana.
Mereka adalah para profesional.
Aku melihat penampilanku di cermin. Aku memakai gaun merah muda berlengan panjang. Untuk beberapa alasan, aku merasa ini adalah desain gaun yang pasti akan ibuku sukai.
Setelah itu, para pelayan lainnya mundur. Kini hanya ada aku dan Clara di ruangan ini. Aku memintanya untuk membantuku untuk duduk di sofa. Aktingku yang berpura-pura masih tidak bisa bergerak dengan baik sangat layak untuk dipuji.
Setelah aku duduk di sofa, Clara segera menyiapkan teh untukku. Sangat luar biasa...
"Clara."
"Ya, Tuan Putri."
"Clara pasti sibuk, kan? Aku baik-baik saja sendiri, jadi kau bisa kembali bekerja."
Mungkin saja Clara tidak akan meninggalkanku sendirian, jadi aku tidak punya pilihan lain selain mengatakan itu.
Pasti Freed memerintahkan Clara untuk tidak membiarkanku sendiri.
Aku sangat yakin Freed ingin aku tetap tinggal di Istana.
Aku curiga bahwa tujuan Freed kemarin ‘melakukannya’ berkali-kali adalah agar aku tidak bisa pulang ke rumah.
......Tapi, Freed... Jangan berpikir rencanamu itu akan berjalan lancar.
Aku meyakinkan tekad dan tersenyum.
Tapi, harus kuakui bahwa lawanku (Freed) adalah orang yang tangguh.
Clara menolak kata-kataku, dia berkata bahwa prioritasnya kali ini adalah untuk membantuku yang seorang Putri Mahkota ini.
Hmm... Sepertinya aku akan menyerah!!
"......Itu mungkin benar. Tapi, seperti yang kau lihat, aku tidak bisa bergerak dengan baik. Aku berpikir untuk berbaring dan istirahat saja. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkanku, kau bisa kembali saat siang nanti untuk melayaniku."
"Tapi..."
"......Kumohon, Clara. Aku ingin sendirian untuk sementara waktu ...Maukah kau bersimpati untukku?"
"Tentu!! Kalau begitu, saya akan kembali saat tengah hari."
"Terima kasih."
Aku berpura-pura sedih untuk menarik simpatinya, sepertinya Clara salah paham dengan maksudku...
Baiklah, karena sudah terlanjur seperti ini, aku harus meluruskan kesalahpahamannya.
Aku mencoba bertanya padanya apa yang dia pikirkan sampai salah paham dengan maksudku, tapi...
Entah bagaimana, Clara setuju untuk keluar dari ruangan, meninggalkanku sendirian.
Aku tidak punya minat untuk mandi di pemandian Istana yang Freed katakan.
Karena kalau aku melakukannya, maka aku akan kehilangan kesempatan untuk melarikan diri.
Ada orang penting di kemiliteran yang pernah berkata ‘Salah satu nilai penting bagi tentara adalah kecepatannya’.
Aku berjalan sambil berusaha untuk tidak membuat suara sebisa mungkin. Perlahan, aku berusaha membuka pintu dengan hati-hati.
Aku mengintip, mengamati sekeliling untuk memastikan tak ada seorang pun di sekitar sini.
Para pengawal menghadapi ke arah yang berlawanan denganku, jadi mereka tidak melihatku.
Aku menyelinap keluar pada saat yang tepat.
Kalau aku ketahuan oleh para pengawal, Clara atau Freed pasti akan segera datang.
Aku tidak boleh sampai ketahuan.
Dengan perlahan aku menyelinap keluar, sampai akhirnya aku berhasil keluar dari Istana Dalam.
Aku yakin, aku bisa keluar dengan mulus pasti karena tidak ada yang mengenali wajahku.
Aku sangat meyakini hal itu.
Rasanya sudah lama aku tidak menghirup udara segar di luar ruangan.
Sebagai gantinya, aku memilih untuk berjalan keluar di tempat terbuka.
Setibanya di area umum, aku mulai berpikir tentang masalah yang akan timbul karena kelakuanku ini, tapi aku tetap diam.
Metode terbaik untuk harus kulakukan sekarang adalah bertemu dan berbicara dengan ayahku agar aku bisa pulang dengan menggunakan kereta kuda kediaman.
Tapi... Ayahku pasti berada di ruangannya atau di ruangan Yang Mulia Raja.
Kalau aku pergi ke tempat ayahku berada, maka tak ada gunanya aku keluar dari kamar pribadi Freed.
Dalam hal ini, ayah adalah musuhku.
Aku tidak akan berdiam diri begitu saja.
"Hmmm......"
Apa yang harus kulakukan sekarang? Saat aku berpikir, aku mendengar ada yang memanggilku dari belakang.
"Lidi? Ternyata benar itu kau. Apa yang kau lakukan di sini...... "
"Will?"
Saat aku mendengar suara yang kukenal, aku menoleh ke belakang dan melihat teman masa kecilku.
Dia memakai jubah biru gelap dengan kacamata berlensa satu. Dia adalah Komandan Divisi Sihir, Will.
Aku langsung berpikir, apa yang dia lakukan di sini. Lalu seketika aku teringat bahwa ini adalah Istana.
Komandan Divisi Sihir berada di sini bukanlah hal yang aneh.
Sebaliknya, yang aneh di sini adalah aku.
Saat Will melihatku ketika aku menoleh ke belakang, matanya membelalak kaget sejenak.
"Ada apa?" Katanya. Aku tidak akan melepaskan kesempatan ini.
"Sudah dua hari tidak bertemu, Will. Aku minta maaf karena mengatakan ini meski kita baru saja bertemu tapi, aku ingin segera pulang. Jika memungkinkan, bisakah kau mengantarku pulang?"
Bertemu Will di tempat ini adalah keberuntungan.
Aku merasa tidak enak meminta hal seperti ini kepada Will, tapi aku yakin dia pasti tidak akan mengatakan ‘tidak’.
"Ke rumahmu? Aku tidak keberatan tapi......"
Seperti yang kuduga! Akhirnya aku bisa pulang, aku merasa sangat senang.
Kau lihat ini, Freed!
Saking senangnya, aku jadi tersenyum lebar ke arah Will.
"Terima kasih!! Itu menyelamatkanku. Sejujurnya, kupikir aku tidak akan bisa pulang."
Will mengernyitkan alisnya ketika aku mengatakan itu dengan setengah serius.
"Kau tidak akan bisa pulang? ......Kenapa?"
Karena aku terlalu banyak ‘dipeluk’ —itu membuatku tidak bisa bergerak. Kalau aku tetap di sini, nanti malam tunanganku itu pasti akan ‘melakukannya’ lagi.
Aku hanya menjawab Will dengan tawa yang ambigu.
Sungguh lucu melihat ekspresi Will yang sedikit kaku.
Apapun itu... Aku tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi.
"Nnnggg... Pokoknya aku ingin cepat pulang. Will... Kumohon..."
"......Aku mengerti. Aku akan memanggil kusir kediamanku."
Saat aku mendesaknya untuk bergegas, Will meraih tanganku dan mulai berjalan menuju gerbang Istana.
Saat Komandan Divisi Sihir berjalan melewati lorong, ekspresi kagum muncul dari para pria dan ekspresi menggoda muncul dari para wanita.
Bisa berjalan di samping orang yang seperti ini, membuatku senang.
"Whoaaa... Will, kau luar biasa. Kau populer."
"......Tidak terlalu."
Will memang orang yang kaku.
"Kau tidak merasa seperti itu? Saat aku berjalan di sampingmu seperti ini, para wanita memelototiku, kau tahu?"
Kataku sambil terkikik. Will melirik ke arahku.
Aku mengenal Freed dengan baik, jadi aku tahu kalau saat ini dia tercengang.
T/N : Kau belum mengenal Freed dengan benar, Lidi T_T
"......Kenapa kau senang dengan itu?"
"Karena mereka menjadi merasa iri dan cemburu kepadaku. Karena sudah seperti itu, aku jadi tidak punya pilihan lain."
Haha, bukankah itu iri!!
Meskipun aku menerima tatapan yang tidak mengenakkan dari mereka, aku hanya bisa tertawa saja.
"Oh.. Itu mengingatkanku. Orang-orang yang mengagumi Putra Mahkota itu luar asa. Mereka langsung menatapku dengan pandangan memusuhi."
"......Kapan?"
Will langsung menatapku setelah aku mengatakannya.
"Seusai Upacara Pertunanganku kemarin. Aku bertemu dengan mereka secara tidak sengaja. Itu terasa seperti pertumpahan darah."
Kalau aku tidak waspada terhadap mereka (fangirls Freed), mereka bisa saja ‘menusukku’.
Para wanita di sekitar Freed sangatlah ganas, aku harus berhati-hati.
Mereka terasa seperti wanita yandere.
Yandere : Istilah dalam bahasa Jepang bagi orang yang bersikap baik kepada orang yang disayanginya, tapi sebenarnya dia memiliki sikap yang destruksif seperti terobsesi kepada orang yang disayanginya dan rela melakukan apapun untuk orang itu.
Ya. Aku harus mengumpulkan informasi sebelum berkelahi dengan mereka (fangirls Freed).
"......Apa kau baik-baik saja?"
Pikiranku terganggu oleh gumaman Will.
"Aku baik-baik saja. Mereka hanya membuatku jengkel, jadi aku berpikir untuk membalasnya, tapi Putra Mahkota sudah mengurusnya terlebih dahulu sebelum aku beraksi."
"Begitukah... Putra Mahkota melakukannya"
Entah kenapa Will terlihat lega, lalu dia terus menuntun tanganku lagi dan mulai berjalan.
Tapi tetap saja, cengkeramannya di tanganku menjadi lebih erat dari sebelumnya. Apa itu hanya imajinasiku?
Tiba-tiba, aku teringat kalau aku melihat Will saat Upacara Pertunanganku kemarin.
"Ah... Aku jadi teringat, kemarin kau hadir di Upacara Pertunanganku, kan?"
Will menghadap ke arah lain saat dia mengangguk. Aku tidak bisa melihat ekspresinya.
"...Ya, semua pejabat hadir dalam upacara itu."
"Jadi karena itu ada banyak orang......"
"Setelah itu, kau......"
"Hm?"
"......Tidak, tidak apa-apa."
Meskipun dia tampak seperti ingin mengatakan sesuatu, Will menggelengkan kepalanya dan berkata "Lupakan saja".
Akhirnya, kami tiba di gerbang luar Istana. Kereta kuda Kediaman Pellegrini sudah siap di sana.
Di saat seperti inilah aku merasa sihir sangat berguna.
"......Masuklah."
"Terima kasih, Will."
Berkat Will akhirnya aku bisa pulang.
Kupikir Will akan ikut bersamaku, tapi ternyata Will hanya berdiri diam di sana.
"Will?"
"......Maaf, aku masih punya pekerjaan yang harus dilakukan."
Aku mengerti...
Komandan Divisi Sihir bukanlah orang yang punya banyak waktu senggang, itu wajar.
"Maaf sudah menyita waktumu."
"......Tidak, tidak apa-apa."
Setelah menginstruksikan kusir untuk membawaku ke Kediaman Vivouare, Will kemudian mengambil langkah mundur.
"Lidi."
"Hm?"
Aku memiringkan kepalaku ke arah Will yang menatapku.
"Bukan apa-apa...... Akan lebih baik bagimu, kalau kau tidak keluar hari ini."
"...? Memang itu niatku. Kau aneh. Terima kasih, Will!! Sampai jumpa."
Ketika aku melambaikan tangan melalui jendela, Will membalasnya dengan lambaian tangan yang canggung.
Kereta kuda kemudian mulai bergerak.
Roda kereta kuda ini mengeluarkan bunyi berderak saat bergerak.
Aku melihat ke luar jendela sekali lagi dan melihat penampilan Istana yang berangsur-angsur menjadi jauh.
Aku menghela nafasku.
Aku kembali merasa lelah.
Karena tidak ada seorang pun di sini, jadi aku menyandarkan kepalaku ke dinding kereta kuda.
Hanya sebentar...... Hanya sebentar saja sebelum tiba di rumah, aku ingin tetap seperti ini.
"......Aahhhh... Itu melelahkan."
Kereta kuda bergerak secara ritmis, menuju ke tempat tinggalku.
Begitu aku tiba di rumah, pertama-tama aku ingin mandi.
Setelah itu, tidur di kamarku, lalu―――
Ahh... Saat memikirkan apa yang harus kulakukan setelah tiba di rumah justru membuatku semakin lelah.
Tapi yang paling penting adalah――――
Bibirku mengendur dengan senyum puas. Aku bergumam pada seseorang yang saat ini berada di suatu tempat.
"Misi melarikan diri―――― Sukses."
Maaf mengecewakan...
......Tapi, aku tidak akan menurutimu.
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
Previous | Table of Contents | Next
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment