Penerjemah : reireiss
Source ENG : Jingle Translations
Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.
Terima kasih~
Chapter 18 - Pertempurannya
[POV Freed]
Glen memang berkata bahwa Perdana Menteri tidak memiliki waktu luang, tapi aku ini adalah seorang Putra Mahkota, tentu saja Perdana Menteri mencoba meluangkan waktunya untukku.
Pertemuan itu di Ruang Kantor Raja.
Perdana Menteri mau meluangkan waktunya saat bekerja, sudah pasti Ayahanda ku juga terlibat dengan hal ini, sudah pasti bahwa Ayahanda yang memberikan izin.
Sangat jarang bagiku untuk meminta bertemu dengan Perdana Menteri.
Aku melihat Ayahanda duduk di samping Perdana Menteri.
Tentu saja, aku harus menghadapinya cepat atau lambat. Tapi hal ini juga menguntungkanku, karena aku juga bisa langsung mengatakannya kepada Ayahanda.
Aku harus mengucapkan terima kasih kepada Glen, saat aku memasuki Ruang Kantor Raja, tampaknya Perdana Menteri sedang bersiap untuk pulang...
Terlambat sedikit saja pasti Perdana Menteri sudah pulang ke Kediamannya.
Akan sangat merepotkan kalau hal itu terjadi.
Aku merasa lega, entah bagaimana aku bisa menemuinya sebelum dia pulang.
Aku mengetuk pintu sebelum memasuki Ruang Kantor Raja, aku melihat Ayahanda dan Perdana Menteri sedang membahas sesuatu.
Perlahan aku berjalan menuju ke samping Ayahanda, setelah mereka selesai berbicara, Ayahanda mengalihkan pandangannya ke arahku.
"Freed, kemarilah."
Aku berterima kasih kepada Ayahanda, dia melambaikan tangannya ke arahku sebagai jawaban, tidak memedulikan formalitas.
Hubungan kami sebagai seorang ayah dan seorang putra memang baik.
Aku menundukkan kepalaku dan Ayahanda tertawa puas.
"Ada apa? Tidak biasanya kau ingin bertemu dengan Perdana Menteri."
Aku tersenyum masam ketika Ayahanda langsung bertanya seperti itu. Mungkinkah aku mengganggu mereka? Aku menggelengkan kepalaku.
Kalau aku mengganggu, mana mungkin aku diberikan izin untuk masuk ke sini.
"Maaf telah mengganggu waktu luang Anda, Perdana Menteri. Sejujurnya, saya ingin meminta bantuan dari Anda."
Seorang pria yang rambut peraknya disisir ke belakang, mengenakan kacamata berbingkai hitam di wajah yang sudah menua tapi masih terlihat tampan (aku tidak percaya bahwa dia adalah ayah dari wanitaku semalam), aku tersenyum tipis lalu mengangguk.
"Anda ingin meminta bantuan? Tentu saja, jika saya memang bisa membantu, dengan senang hati saya akan membantu Anda, Yang Mulia."
Aku merasakan kemiripan antara Perdana Menteri dengannya (Lidi) ketika mereka membungkuk, mengekspresikan sikap elegan mereka. Meskipun penampilan mereka berbeda, tapi tak salah lagi, mereka memang ayah dan anak.
Meskipun Perdana Menteri berusia awal 40-an, tapi dia tidak suka dipanggil dengan sebutan ‘Duke’ meski pada faktanya dia mampu melakukan tugasnya dengan ketenangan dan keterampilan yang luar biasa.
Aku tidak ingin membuat segalanya canggung, jika memungkinkan aku ingin kita berbicara dengan nyaman, aku harus berbicara empat mata saja dengan Perdana Menteri.
"Alih-alih bantuan, ini lebih mengenai putri Anda, Putri Lidiana. Saya ingin segera bertemu dengannya karena pertunangan telah susah payah di putuskan. Bagaimana menurut Anda, apakah itu merepotkan?"
Aku mengatakannya dengan penuh senyum, sedangkan Ayahanda serta Perdana Menteri dengan kaku menjawab [Eh?!]
....Apa ini adalah hal yang sangat mengejutkan?
Aku menjadi merasa agak tidak puas.
Memang benar saat aku diberi tahu mengenai pertunangan, aku tidak bereaksi apapun...
Tapi aku tidak peduli, aku mengabaikan keterkejutan mereka dan terus berbicara....
"Jika memungkinkan, saya ingin segera mendengar tanggapan Anda secara langsung... Namun, saya pikir Perdana Menteri pasti memiliki beberapa persyaratan, bukan? Saya tidak masalah dengan itu."
"Freed, apa yang kau lakukan...?!"
Ayahanda mendekatkan wajahnya yang kebingungan ke arahku.
"Kenapa kau...?"
Aku tidak menjawab pertanyaannya, aku tetap mengacuhkan Ayahanda.
Balasanku yang mengacuhkan Ayahanda membuat ia menunjukkan ekspresi yang lucu.
"Kau! Ada apa?! Bukankah kau tidak peduli saat menerima pertunangan itu? Lalu kenapa sekarang kau malah ingin datang ke Kediaman Duke Vivouare untuk mengucapkan salam!?"
Ayahanda berteriak di telingaku, aku hanya melambaikan tangan untuk mengatasi kebingungannya.
Bukannya aku tidak suka bertunangan dengannya.
"Ayahanda, semua itu hanya salah paham. Anak ini justru menantikan pertunangan luar biasa ini."
Saat aku mengatakannya, ekspresi wajah mereka justru semakin kebingungan.
Perdana Menteri yang masih saja kebingungan kemudian berbicara...
"Dengan segala hormat, Putra Mahkota, jika Anda tidak menyukai pertunangan Anda dengan putri saya..."
Perdana Menteri malah mencurigaiku...
Meski wajahku tersenyum, tampaknya Perdana Menteri menganggap ekspresiku ini hanya kepura-puraan.
Kalau seperti ini pembicaraan tidak akan maju-maju...
"Maaf jika sikap saya selama ini membuat Anda salah paham, tapi saya menerima pertunangan dengan putri Anda. Jika memungkinkan, saya ingin berkunjung ke Kediaman Anda hari ini juga."
"Saya bersyukur bahwa Anda menerima pertunangan ini, tetapi..."
Luar biasa, tiba-tiba dia membalikkan pendapatnya.
Ya... Kurasa itu masuk akal.
Alis Perdana Menteri mengerut, dia pasti merasa tidak nyaman dengan sikapku ini...
"Sejujurnya, saya mengira Putra Mahkota tidak begitu bersemangat dengan pertunangan ini, jika memang begitu maka akan lebih baik jika membatalkannya. Ini memang kurang ajar, tapi Putra Mahkota, jika putri saya tidak bahagia akan pertunangan ini, saya menganggap bahwa pertunangan ini sebaiknya dibatalkan saja."
Kata-katanya membuatku merinding.
Dia adalah Perdana Menteri yang dikenal memiliki gelar politisi berkepala dingin, tapi ternyata dia juga memiliki sisi yang memanjakan putrinya.
Aku jadi memiliki kesan yang baik tentang Perdana Menteri yang jelas-jelas prihatin dengan perasaan putrinya mengenai pertunangan ini, aku jadi mulai kehilangan kesabaran, aku harus membuatnya mengerti dengan cara apa pun.
"Tidak... Saya telah memutuskan untuk pergi dan menemui Putri, saya sudah bersumpah kepada diri saya sendiri untuk mencintainya. Anda tidak perlu khawatir tentang itu."
Perdana Menteri menatapku, pasti dia mempertanyakan kata-kataku mengenai sumpah.... Aku balas menatapnya tanpa ada rasa ragu, aku merasa dia menatapku sampai melihat ke dalam diriku.
"Putra Mahkota... kata-kata Anda barusan, bisakah saya mempercayainya?"
Bahkan Ayahanda juga menatapku saat ini, aku mengangguk dengan penuh rasa yakin.
Ketika Perdana Menteri melihatku menganggukkan kepala, dia merasa lega, ekspresinya yang kaku mengendur lalu dia mengangguk.
"Kalau begitu, saya tidak punya hal yang harus dikatakan lagi. Saya bersyukur akan hal ini, saya akan percaya dengan Putra Mahkota dan memberikan Anda dukungan."
"Saya meminta maafkan dan berterima kasih atas kepercayaan Anda."
Aku kembali menunduk ke Perdana Menteri, sementara Ayahanda terus memperhatikanku.
"Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Aku masih tidak mengerti... Tapi, aku mengerti bahwa kau ingin bertemu dengan tunanganmu dan kau menerimanya, bukan?"
"Benar... Ayahanda tidak perlu bingung. Tolong sebisa mungkin, anak ini ingin mempersingkat waktu untuk upacara."
Bahkan kalau bisa... Aku ingin sekali, langsung mengadakan pernikahan di gereja saat ini juga... Ayahanda menghela nafas pasrah.
"Jangan mengucapkan kata-kata bodoh seperti itu. Persiapan pernikahan Keluarga Kerajaan yang tercepat itu setidaknya setengah tahun, kau juga harus menghubungi kerajaan lain dan semacamnya. Tapi, kau malah memaksa seperti itu. Kau ini.... Sebenarnya apa yang kau pikirkan?"
"Anak ini hanya ingin menemuinya sesegera mungkin."
Aku menjawabnya dengan penuh senyum, Ayahanda pun tidak punya pilihan lain selain mengalah dan berkata, "Aku mengerti. Kita akan membicarakan ini nanti."
***
"Putra Mahkota... Sebenarnya ada sesuatu yang ingin saya bicarakan."
Aku menaiki gerbong kereta kuda yang sama dengan Perdana Menteri, saat mendekati Kediaman Duke Vivouare, Perdana Menteri mengajakku berbicara.
Perdana Menteri melonggarkan dasinya kemudian berbicara dengan suara serius.
Aku sangat yakin Perdana Menteri pasti ingin membicarakan tentang putrinya.
"Apakah ini tentang Putri?"
"Iya."
Ternyata benar...
Aku pun mempersilakan Perdana Menteri untuk berbicara.
"Saya akan mendengarkannya..."
"Terima kasih banyak... Terus terang, ini adalah pernyataan yang biasa mengenai putriku dan pertunangannya dengan Anda... Ada saat-saat di mana putriku itu susah di atur dan dia hanya melakukan hal-hal yang disukainya saja."
Mendengar kata-kata dari Perdana Menteri...
Kurasa aku mengerti apa maksudnya, tapi di beri tahu secara langsung oleh ayahnya seperti ini... aku tidak menduganya.
"Selain itu... Saya juga tidak ingin, putri saya merasa tidak bahagia karena pernikahan yang setengah hati. Jadi saya harap, Anda bisa mengerti dan memahami perasaan putri saya."
Lagi-lagi aku tidak menduganya...
"...Saya selalu berpikir bahwa Perdana Menteri ingin memiliki pernikahan politik."
"Saya hanya ingin putri saya bahagia. Ada banyak hal yang harus diperhitungkan, dan saya merasa bahwa Putra Mahkota adalah orang yang pantas untuknya. Sekalipun, saya tidak pernah berpikir untuk menggunakan putri saya untuk politik."
Tentu saja, seorang pria seperti Perdana Menteri, tidak perlu menggunakan anak perempuannya untuk politik.
"Saya minta maaf."
Aku meminta maaf atas kesalahpahamanku yang kejam, Perdana Menteri menggelengkan kepalanya.
"Tidak, saya rasa sikap saya memang terlihat seperti itu. Mungkin.... Tampaknya putriku juga berpikir seperti itu."
Aku jadi merasa sedih kepada Perdana Menteri.
Tampaknya, wanitaku itu tidak menyadari rasa sayang dari Perdana Menteri untuknya.
"Karena itu, saat bertemu dengan putriku, ada kemungkinan ini akan berakhir buruk. Tentu saja, sebisa mungkin saya akan mencoba untuk membujuknya.... Meski saya tidak bisa bersikap keras kepadanya, tapi saya tidak akan menyerah sampai akhir."
Aku mengangguk ke arah kata-kata Perdana Menteri. Dia benar-benar orang yang keras kepala.
"....Saya yakin, putri saya akan terkejut saat melihat Anda. Sebelumnya, Anda juga belum pernah bertemu dengan putri saya. Saya tahu, mungkin saya adalah pengecut karena mengatakannya di tempat seperti ini. Tapi... Putra Mahkota, Anda mengatakan kepada saya bahwa Anda mencintainya, kan? Sejujurnya, hal yang bisa saya katakan kepada Anda adalah tolong tunjukkan saya ketulusan hati Anda.... Anda tidak masalah dengan itu, kan?"
"Aku terkejut Perdana Menteri mengatakannya secara langsung seperti itu."
Perdana Menteri menunjukkan ekspresi yang sangat serius di wajahnya saat dia mengangguk.
"Saya hanya tidak ingin menyembunyikannya."
"Saya berjanji, Putri Anda akan menjadi Putri Mahkota."
Aku menyatakan tekadku sekali lagi, Perdana Menteri menutup matanya dan menghadap saya, lalu menundukkan kepalanya.
"Terima kasih banyak, Putra Mahkota. Mulai sekarang, jika ada yang bisa saya lakukan, tolong beri tahu saya."
"Itu tidak perlu. Lagi pula, saya tidak menikahinya karena alasan semacam itu."
Mata Perdana Menteri terbuka lebar, dia menatapku lekat-lekat.
Kemudian dia menjadi santai dan mengangguk.
Alih-alih sebagai Perdana Menteri yang memandang masa depan negara, saat ini dia terlihat sebagai seorang Ayah yang hanya peduli pada masa depan putrinya.
"...Tapi Putra Mahkota... Meskipun saya berterima kasih atas hal ini, mengapa demi putri saya yang tidak pernah Anda temui sekalipun, Anda menerima pertunangan dan pernikahan ini?... Mungkinkah.... kalian berdua sudah bertemu di suatu tempat?"
Dia memiliki pandangan bingung, saat aku menjawabnya dengan jawaban yang ambigu seperti "Entahlah..." untuk pertanyaannya. Menanggapi jawaban ambigu saya, Perdana Menteri terkejut...
Tapi dia tidak mengatakan apapun.
....Dia adalah orang yang cakap, dia langsung mengerti bahwa aku tidak bisa mengatakannya.
Tapi, ini hanyalah masalah waktu sampai semuanya terbuka.
Aku yakin setelah ini Perdana Menteri akan langsung menyelidikinya.
Aku tidak keberatan jika Perdana Menteri tahu.
Tapi, aku tidak tahu apa yang akan dia pikirkan tentang itu.
Apa yang akan dia lakukan saat tahu bahwa putrinya bertemu denganku di Pesta Topeng.
Kurasa... Untuk sekarang aku harus tetap diam.
Kalau aku mengatakannya sekarang, dia pasti hanya akan semakin kebingungan. Tanpa sadar, aku menjadi tertawa.
Dan tepat sekali, setelah aku berhenti tertawa, kereta kuda perlahan-lahan berhenti di sebuah rumah luas yang berada dekat dengan Istana Kerajaan.
Sedikit lagi...
Perasaanku berdenyut tak terkendali, sudut mulutku naik, membentuk senyuman.
Aku akan segera bertemu dengannya———
***
Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!
Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!
***
Puas dengan hasil terjemahan kami?
Dukung SeiRei Translations dengan,
***
***
Apa pendapatmu tentang bab ini?
0 Comments
Post a Comment