Penerjemah : reireiss 

Source ENG : Jingle Translations 

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup. 

Terima kasih~ 


Chapter 85 – Dia dan Pertemuan 1


[POV Lidi]

Dikawal oleh Freed, aku memasuki sebuah ruangan di dekat Aula Pertemuan.

Aku pikir kita akan langsung pergi ke Aula Pertemuan, jadi aku memiringkan kepalaku karena perkembangan yang tidak terduga.

"Freed? Bukankah kita akan pergi ke pertemuan itu?"

Ruangan ini bukanlah ruang tunggu sederhana.

Singkatnya, ini adalah ruangan serba guna. Ruangan ini dirancang untuk menghibur tamu bangsawan. Dan, itu adalah bangsawan kelas tertinggi.

Ini adalah ruangan yang mengutamakan kelapangan. Dindingnya dihiasi oleh banyak lukisan dari seniman terkemuka, di tengahnya terdapat meja antik berornamen indah dan satu set kursi yang serasi.

Sebuah vas yang nilainya sama seperti sebuah harta nasional, yang begitu besar sehingga orang hampir tidak bisa memeluknya, dan itu didekorasi dengan murah hati dengan bunga-bunga segar sesuai dengan tujuan aslinya.

Jendelanya besar, karena ini adalah lantai pertama dan kita bisa langsung keluar jika terjadi sesuatu. Tirai ini adalah salah satu barang unik yang mungkin dibuat dengan rajin oleh pengrajin top di negara ini.

Secara tidak sengaja, aku melihat karpet yang terbentang di bawah. Karpet damask merah tua yang disulam dengan banyak benang emas.

Kurasa, bahkan ruang tamu di rumahku pun tidak memiliki karpet kelas satu seperti ini.

…Jelas sekali bahwa ini adalah ruangan yang diperuntukkan bagi tamu bangsawan kelas atas.

“Pangeran Maximillian dijadwalkan untuk datang ke sini setelah selesai menyapa Ayahanda.”

Freed menjawab keraguanku dengan sigap.

“Ayahanda mempertimbangkan keinginan Pangeran Maximillian. Alih-alih memberi selamat pada pertemuan formal, Pangeran Maximillian ingin berbicara sambil minum teh…”

“…Putra Mahkota Sahaja melakukannya?”

Melihat ketidakpercayaanku, Freed tersenyum dengan penuh minat.

Ya, dia keren.

“Benar, Putra Mahkota Sahaja melakukannya. Aku sendiri tidak bisa mempercayai telingaku. Kita berbicara tentang pria itu, kurasa dia hanya ingin mengamati Lidi dari dekat.”

"Apa Yang Mulia Raja menerima permintaan itu karena memikirkan aku?"

“Yup, ini adalah kontak pertama Lidi dengan diplomasi. Ayahanda mengatakan bahwa ini lebih baik daripada pertemuan formal.”

Tentu saja, aku yang hanya memiliki posisi sebagai tunangan, tiba-tiba menemukan diriku berada di sebelah Freed, di Aula Pertemuan. Itu akan menjadi rintangan yang terlalu tinggi.

Dalam hal itu, aku bersyukur ini adalah pesta teh ringan karena alasan seperti itu. Berpikir begitu, aku menatap Freed.

“…Aku bersyukur untuk itu. Tapi apa tidak Freed tidak pergi ke pertemuan itu?”

Saat aku bertanya apakah dia seharusnya tidak menyambut tamu negara Bersama dengan Raja, Freed mengatakan ‘Tidak apa-apa’ sambil menyentuh pipiku.

“Lagi pula ini bukanlah pertemuan pertama kita, Pangeran Maximillian juga tidak masalah dengan itu. Aku tidak akan membuat Lidi menunggu sendirian…”

Aku merasa aman saat bersama dengannya, dengan seorang Pangeran berseragam militer yang tertawa dan mengelus pipiku, aku jadi merasa pusing.

Aku ingin tahu apakah aku akan baik-baik saja selama Pesta Teh. Aku harus menghentikan denyutan ini.

Daripada mengkhawatirkan tentang pertemuan dengan Putra Mahkota Sahaja, aku lebih takut, aku akan bersikap mencurigakan karena terus mencuri-curi pandang, melihat sosok Freed yang berseragam militer.

“Aku akan melindungi Lidi. Jadi, jangan khawatir tentang apa pun.”

"…Ya."

Mungkin dia salah paham akan sesuatu, Freed menggenggam tanganku sambil berkata begitu.

Itu adalah kata-kata yang meyakinkan, tapi bukan itu yang aku khawatirkan.

Aku cemas, takut ketertarikanku pada seragam militer akan menyebabkan sesuatu yang buruk.

Tapi, itu tidak mengejutkan, itu terlalu bodoh. Tidak dapat memberikan alasan, aku pun mengangguk dengan enggan, hanya agar Freed terus berbicara di bawah kesalahpahaman.

“Kenyataannya, tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan. Seharusnya tidak aneh bahkan jika kamu kaku karena gugup, tapi ngomong-ngomong soal itu, Lidi, kamu lebih seperti gelisah karena terpesona dengan penampilanku, tapi itu tidak mungkin.”

"Ha… Hahaha."

"Jadi, kamu khawatir tentang itu?"

Sepertinya keadaanku ini terekspos dengan sempurna.

…Aku tidak bisa membantahnya.

Saat aku tertawa kering, ekspresi Freed tiba-tiba berubah serius dan dia berkata.

“Kurasa Lidi akan melakukannya dengan baik. Itulah kenyataannya. Tapi, aku akan mengatakannya sebanyak yang diperlukan, berhati-hatilah.”

"…Ya."

Dia adalah Putra Mahkota dari negara asing yang dapat memulai perang kapan saja. Tentu saja aku harus berhati-hati. Aku menunjukkan ekspresi yang serius dan mengangguk.

Secara sadar, aku mencoba untuk mengubah suasana hatiku. Dengan tegas, aku memberi tahu otakku bahwa ini bukanlah waktunya untuk festival seragam militer.

Menyadari perubahan ekspresiku, Freed tertawa kecil.

Tepat pada saat itu terdengar sebuah ketukan.

“Yang Mulia Frederick. Saya telah membawa Putra Mahkota Sahaja, Yang Mulia Maximillian.”

Itu adalah suara dari Duke Pellegrini. Ayah Will dan Glen, sekaligus Menteri Luar Negeri. Sepertinya dia sendiri yang membimbing Putra Mahkota Sahaja ke sini, tanpa bergantung pada para pelayan.

Saat pintu terbuka, Duke melangkah ke tengah dan membungkuk.

Dari belakang, datang sosok yang mengesankan.

Rambut perak lurus adalah hal pertama yang menarik perhatianku. Pria dewasa dengan tubuh yang bagus.

Dari gerakannya yang halus, aku pun langsung mengerti bahwa dia adalah Putra Mahkota Sahaja, Yang Mulia Maximillian. Saat aku melihatnya, napasku berhenti.

Rambut lurus dengan kilau perak kusam yang seperti benang itu mencapai sekitar setengah punggungnya. Mata tajam yang terarah ke sini berwarna abu-abu tua, sama seperti yang dijelaskan di dokumen.

Dia tinggi dan memiliki fisik yang ramping. Penampilannya memberikan kesan dingin. Ekspresi wajahnya saja sudah menunjukkan bahwa dia bukanlah orang biasa.

Penampilannya yang rupawan seperti patung, tapi di dalam dirinya tersimpan sikap dingin yang menolak orang lain.

Tapi yang mengejutkanku bukanlah kecantikannya.

Aku minta maaf atas pengulangan ini, tapi aku terkejut dengan penampilannya.

Pakaiannya, mungkin itu adalah pakaian formal nasional Sahaja.

Dia memakai jaket hitam dengan kerah terbuka.

Siluet tubuhnya yang seperti jam pasir ramping. Di bawah jaketnya ada kemeja pullover dengan dasi hitam yang serasi. Di jaketnya ada 4 kancing yang jarak penempatannya pendek, dan kancing itu berhenti tepat di ikat pinggangnya.

Di bawahnya adalah celana yang biasa digunakan untuk berkuda, dengan warna yang sama dengan jaketnya. Untuk mencocokkannya, dia memakai sepatu bot panjang yang dipoles.

Mataku terpaku pada pakaian yang pernah kulihat di suatu tempat sebelumnya.

…Ini… Persis seperti seragam itu, kan?

Diam-diam aku mencuri-curi pandang, kedua kali, ketiga kali, dan kemudian aku bergumam di dalam pikiranku.

Pakaian formal yang menghiasi Putra Mahkota Maximillian dari Sahaja ini terlalu mirip dengan pakaian yang aku tahu.

Seragam Skuadron Pelindung dari suatu negara di kehidupanku yang sebelumnya. Seragam yang disebut sebagai seragam hitam.

Ada beberapa yang merupakan penggemar setia, beberapa orang mengatakan bahwa itu adalah seragam militer yang paling bergaya di dunia (Tepatnya itu bukan seragam militer).

Tentu saja detailnya berbeda karena dia adalah anggota Keluarga Kerajaan. Tentu saja kain yang digunakan adalah kain kelas atas.

Tapi, secara keseluruhan, kesannya benar-benar sama.

Aku hanya tahu sedikit tentang Sahaja. Secara alami, aku tidak mengetahui tentang pakaian formal anggota Keluarga Kerajaan mereka.

Wow… Itu adalah pakaian formal Sahaja.

Pakaian formal Wilhelm juga merupakan seragam militer. Kalau dipikir-pikir, wajar saja jika pakaian formal dari negara Sahaja yang merupakan negara militer adalah sebuah seragam militer.

Tapi, yang lebih penting, ini memang benar.

Luar biasa… Aku hanya bisa mengatakan hal itu, seperti yang diharapkan dari seragam militer yang paling bergaya di dunia.

Efek dari seragam itu sangatlah mengejutkan.

Seragam itu cocok dengan kesan Putra Mahkota Sahaja yang kaku.

Di kehidupanku yang sebelumnya, kurasa ada banyak orang yang berambut pirang dan bermata biru di skuadron itu.

Dalam hal itu, sungguh mengecewakan karena Putra Mahkota Maximillian memiliki rambut perak!! Sedikit lagi! Itulah yang ingin kukatakan.

Tidak, kalau begitu, sebaiknya aku minta Freed untuk memakainya.

Pasti itu akan sangat cocok untuknya.

Pasti itu akan membuatku mimisan. Itu adalah puncak dari sebuah pemandangan yang bisa membuat mata sakit.

Aku ingin tahu apa dia akan memakainya jika aku membuat pakaian yang serupa dengan pakaian itu. Aku mempertimbangkan hal itu dengan serius.

Tanpa sadar, aku terus mengamati seragam militer Putra Mahkota Maximillian dan membayangkan bagaimana penampilan Freed saat memakainya. Kemudian, Putra Mahkota Maximillian mengalihkan pandangannya kepadaku, mungkin dia menyadari tatapanku yang tidak sopan.

Wah, sial.

Dengan gugup, aku menunduk dan membungkuk.

Tidak bagus, ini tidak bagus. Kebiasaan burukku muncul.

Secara tidak sengaja, aku malah jadi membayangkan Freed memakai seragam itu, terlebih lagi, aku membayangkan dia tersenyum saat memakainya.

Keringat dinginku berjatuhan saat kepalaku tertunduk, ada sebuah suara rendah yang bergema. Itu adalah sebuah suara bariton yang sedikit lebih rendah dari suara Freed. Jika suaranya sedikit lebih lembut, maka aku akan menerima kejutan besar lagi, sungguh disayangkan.

“Sudah lama sekali kita tidak bertemu, Pangeran Frederick. Apakah itu sejak kamu membuat tentara negara kami jatuh ke dalam kepanikan… Hm?”

Suara itu datang dari arah Putra Mahkota Maximillian.

Aku membeku karena terkejut pada perkataan yang tiba-tiba itu. Tidak ada yang menduga kata-kata itu datang.

Bagaimana pun juga, dia adalah pangeran dari negara musuh, aku harus menguatkan diriku.

Pintu pun tertutup, sekarang hanya ada kami bertiga, Freed, aku, dan Putra Mahkota Maximillian.

Aku gugup, apa ini akan baik-baik saja? Tapi, tidak seperti aku, mereka berdua memiliki ekspresi yang santai.

Saat aku melirik Freed sekilas, dia menenangkanku dengan matanya bahwa ini tidak apa-apa.

Mungkin ini adalah hal yang biasa di antara mereka berdua, jadi aku juga sedikit melepaskan ketegangan dari pundakku.

Tapi kemudian, saat Freed menjawab kata-katanya, aku pun menjadi kaku.

“Itu benar. 2 tahun sudah berlalu sejak negaramu dikalahkan habis-habisan oleh negara kami. Setelah kejadian itu kalian menjadi pendiam, apakah luka Pangeran Kedua sudah sembuh?”

Aku berpikir bahwa kata-kata Putra Mahkota Maximillian itu kasar, tapi Freed tidak kalah kasar.

Dengan senyumnya yang cerah, Freed memuntahkan racun. Aku jadi merasa bahwa udara di ruangan ini menjadi dingin.

Atau lebih tepatnya, mereka langsung bersikap seperti itu begitu bertemu, pertemuan macam apa ini? Tidak ada sedikit pun persahabatan di antara mereka.

“Hmph, kamu sama seperti sebelumnya. Pangeran Kedua negara kami masih mendapatkan mimpi buruk tentangmu. Berkat itu, dia menjadi orang yang tidak berguna.”

Dengan langkah kaki yang nyaris tidak terdengar, Putra Mahkota Maximillian yang tertawa dan mencemooh itu duduk di kursi yang telah disiapkan.

Ya ampun, semuanya terlalu berbeda dari ekspektasiku.

Begitu kami duduk dan teh disiapkan, keduanya melanjutkan pembicaraan mereka.

Sementara itu, keberadaanku benar-benar diabaikan. Pengabaian yang parah ini membuatku ingin menangis.

…Seingatku, orang itulah yang meminta untuk bertemu denganku.

“Bahkan jika kamu berkata seperti itu, apakah kamu masih akan berpura-pura tidak tahu di depan ayahmu, Sang Raja? Aku tidak berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang bisa kamu sembunyikan secara wajar.”

“Kekhawatiran yang tidak perlu. Aku tidak bermaksud membiarkan kesempatan untuk menghilangkan nanah negaraku begitu saja. Saat waktunya tiba, aku akan bergerak.”

Freed menjawab Putra Mahkota Maximillian yang berbicara tanpa perasaan sambil menghela napas.

“Aku mengerti. Tidak masalah jika kalian ingin merusak diri sendiri, tapi akan bagus jika ruang lingkupnya tidak begitu luas hingga mengganggu negara kami. Tolong jangan datangkan masalah kepada kami.”

“Entahlah. Kenapa aku harus peduli pada Wilhelm?”

Freed sedikit menaikkan alisnya yang indah ketika Putra Mahkota Maximillian mengeluarkan suara tawa pelan dari tenggorokannya.

“…Kamu tahu kan, jika kamu bermain terlalu banyak, maka aku juga akan terpaksa untuk bergerak?”

“Sepertinya Pangeran Frederick akan segera menikah. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di medan perang, jadi kurasa, sebaiknya kamu tidak perlu muncul.”

“Siapa yang mengatakan itu? Tidak ada masalah bahkan jika itu adalah seluruh Sahaja. Jika kalian terlalu besar sampai merusak pemandangan, maka aku akan memotongnya dengan bebas.”

Sejenak, Putra Mahkota Maximillian mengalihkan tatapan tajamnya ke Freed, dan tersenyum tipis. Saat Sang Pangeran dengan kesan dingin itu tersenyum, aku merasa semakin takut.

“…Seperti yang diharapkan, Putra Mahkota yang Sempurna memang tidak biasa. Tapi, jangan berpikir bahwa itu akan berjalan dengan lancar. Aku berbeda dari Adik Laki-Laki atau pun Ayahku.”

“Kamu benar. Jika kamu menjadi Raja, kurasa itu akan merepotkan.”

"Begitu juga denganmu."

Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain melihat percakapan mereka, sendirian.

Pertukaran kata-kata yang penuh kekasaran dan diresapi dengan makna yang mendalam. Ini benar-benar berbeda dari pertemuan yang kubayangkan.

Aku menarik napas kecil. Mereka melakukan percakapan tanpa memedulikanku, bahkan tidak satu inci pun.

…Aku tidak pernah menyangka mereka akan langsung mulai bercakap-cakap tanpa perkenalan.

Maafkan aku karena sudah memprediksi  secara egois, tapi kurang lebih, ini adalah kunjungan resmi. Jadi, perkenalkanlah dirimu dan saling menyapalah dengan suasana yang tenang.

Lakukan pembicaraan yang ringan dan selesai… Kurasa, normalnya itulah yang terjadi.

Atau lebih tepatnya, itulah yang normal. Pertemuan yang haus darah, atau lebih tepatnya Pesta Teh yang haus darah, siapa yang bisa membayangkannya hal seperti itu?

…Ternyata aku itu naif.

Percakapan riang sambil minum teh? Sama sekali tidak.

Tampaknya mereka berdua tidak memiliki niat untuk berpura-pura ramah. Mereka terus mengatakan semua yang ingin mereka katakan.

Mereka dekat… Aku ingin tahu apa aku bisa mengatakan itu. Tidak, itu salah.

Mungkin mereka memiliki hubungan yang buruk. Memikirkannya, itu adalah hal yang wajar.

Ya sudahlah, aku mempertimbangkan kembali sambil menghela nafas.

Faktanya, aku bersyukur karena mereka melakukan percakapan di antara mereka sendiri.

Dengan begitu aku tidak akan menonjol.

Seperti yang dikatakan kepadaku, aku hanya perlu tetap diam.


***

Translator Note: Setelah sekian lama akhirnya aku bisa update Outaishihi Ni Nante Naritakunai!! [Bahasa Indonesia] juga... Yeeyyyy!! Ada yang nungguin kah???

***

Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.

Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!

Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***

Apa pendapatmu tentang bab ini?