Chapter 27 Part 1

Penerjemah : reireiss

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.

Terima kasih~


***

TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!

HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.

JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.

JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!

***

Aku yakin, kami masuk ke kamar mandi saat sore hari, tapi sekarang kami keluar saat dini hari hanya dengan jubah mandi. Suasana sangat tenang karena semua orang yang ada di Kediaman pasti masih tertidur.

Segera, setelah aku melihat pakaian ganti baru di tempat tidur, wajahku menjadi panas seperti terbakar. Aku berharap, mereka tidak mendengar semuanya.

Saat aku berada di bawah Alexander, aku menangis begitu keras sampai tenggorokanku rasanya seperti tercekik. Jadi, mungkin saja salah satu pelayan mendengarnya......

Ya ampun! Memalukan.

"Ada sesuatu yang ingin kamu katakan? Sejak tadi, kamu terus berdiri diam."

Alexander datang ke arahku dan mengatakan itu. Matanya tertuju ke kulit putihku yang terlihat karena secara tidak sengaja jubah mandi yang aku pakai tersingkap. Aku segera berlari ke samping tempat tidur dan menutupi tubuhku dengan seprei.

"Oh, tidak. Kamu ini benar-benar!"

Aku melirik Alexander dan menepuk punggungnya. Kalau aku tidak menghentikannya, bisa-bisa kami akan sarapan di bak mandi. Membayangkannya saja sudah menakutkan.

"Kamu bisa masuk angin."

Alexander mendekatiku. Dia berlutut di samping tempat tidur untuk mengeringkan rambutku yang basah.

Aku membiarkan tangannya yang bekerja dengan lembut, aku menatap kosong ke langit-langit. Kemudian, tiba-tiba, aku teringat kalau ada yang ingin kutanyakan pada Alexander.

"Alex."

"Ya?"

Begitu mata kami bertemu, dia langsung tersenyum.

"Kenapa kamu menyuruhku untuk tidak menggunakan sihir?" Tanyaku pada Alexander, sambil mengelus tengkuknya.

Lagi pula, aku ingin mengakhiri Cain dengan tanganku sendiri. Seharusnya aku tidak membiarkan Alexander membunuhnya seperti itu.

"Kalau fakta bahwa Kakak adalah seorang penyihir diketahui, maka akan aneh untuk mengaitkan Henrietta sebagai pelakunya."

"......"

Dia seolah-olah berkata, 'Hari ini cuacanya bagus, ya.'

Alexander meraih bahuku dengan satu tangan.

"Itu benar. Claude, seorang penyelidik, tampak tidak curiga karena kasus ini tidak ada hubungannya dengan kasus itu. Tapi Cain berkata kalau orang tua kita telah dibunuh oleh seseorang di depan semua pelayan Kediaman Duke. Kalau kita tidak menyelesaikannya di sini, nantinya fakta itu bisa bocor."

Meski Alexander memerintah sebagai pemilik Kediaman yang besar ini, apa dia tidak mempercayai siapa pun? Aku mengernyitkan satu mataku.

"Bukan berarti itu akan terjadi."

"Tentu saja, itu belum pasti. Apa yang kamu katakan itu benar. Meski begitu, tidak ada salahnya untuk membersihkan tanganmu terlebih dahulu, kan?"

"Untuk apa?"

Aku melepaskan tangannya.

Keraguan dan kecemasan yang tidak ada habisnya. Kenapa Alexander masih memilikiku......

"Kenapa aku pernah berpikir kalau aku tidak bisa membaca pikiran Kakakku? Padahal semua itu terlihat sangat jelas."

Tiba-tiba saja, Alexander mencondongkan tubuhnya ke depan. Ketika mata kami kembali bertemu, dia tersenyum lembut. Tapi aku tidak bisa merasakan sedikit pun tawa.

Bisakah kamu melihat ekspresiku dengan jelas? Ini bukan perasaan yang menyenangkan.

"Apa kamu tidak senang? Sebelumnya, aku sudah mengatakannya. Aku tidak peduli."

"Apa orang yang tidak peduli, masih tetap menganggapku sebagai pembunuh, tapi malah menjadikan Henrietta sebagai pelakunya?"

Apa kamu pikir, aku akan senang kalau kamu bertindak seperti itu? Apa tidak apa-apa untuk menutup insiden itu dan mengabaikan kebenarannya?

Aku menarik nafas dalam-dalam. Alexander bangkit dan mengunciku di antara lengannya.

"Ini aneh. Bukan ini reaksi yang aku harapkan." Dia memiringkan kepalanya. Alexander berkedip dengan wajah yang cerah, seakan benar-benar tidak mengerti apapun. Bahkan aku sampai tidak menyadarinya, aku tidak sadar kalau aku tergagap saat mengajukan pertanyaan.

"Lalu, apa yang kamu inginkan?"

"Aku sangat mencintaimu."

"......"

"Aku ingin kamu tahu itu. Mencintai perempuan yang membunuh Ayahku, itu bukan hal yang mudah untuk diterima. Tapi aku melakukannya. Kita akan terus melakukannya di masa depan."

"Jangan salah paham."

Aku menertawakan Alexander. Atas dasar apa dia percaya kalau aku adalah seorang pembunuh?

Bahkan penyelidik sama sekali tidak curiga. Itu akan berakhir kalau aku mengakuinya sendiri. Tidak ada alasan untuk terus diam.

"Aku paling mencintai Ibuku lebih dari apapun. Aku......"

Apa aku membunuh Ibuku sendiri? Jangan melawak. Aku memelototinya dengan putus asa. Tiba-tiba, kemarahanku mendidih.

Alexander hanya menatapku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Keheningan yang tidak menyenangkan berlanjut untuk sementara waktu.

Alexander lah yang pertama kali memecah keheningan dengan kembali berbicara. Dia mendecakkan lidahnya.

"Itu bukan karena kamu mencintaiku? Oh, itu semakin membuatku cemburu."

Dia memalingkan wajahnya yang seperti pahatan. Cemburu pada cinta seorang anak pada Ibunya.

Aku menggelengkan kepalaku. Aku benci berpikir seperti itu, tapi di satu sisi, Alexander dan aku sangatlah mirip.

"Tapi sekarang, sepenuhnya, Kakak adalah milikku. Aku bersyukur......"

Alexander mengulurkan tangannya seolah ingin mendorongku ke dalam pelukannya. Tapi itu tidak terjadi, aku tidak dipeluk oleh dada lebar itu.

"Henrietta yang malang. Meski dia sudah tiada, dia tidak akan bisa beristirahat. Karena aku, dia jadi dianggap sebagai seorang pembunuh."

Alexander menurunkan sudut matanya seolah dia sedih dengan penolakan pelukan itu. Dia tampak tidak puas karena aku tidak bertindak seperti yang dia inginkan.

Alexander melemparkan handuk yang dipegangnya ke lantai. Kemudian dia melihat ke bawah, ke arah handuk itu, dan berbicara,

"Henrietta yang melelehkan jari-jari rodanya. Dia bilang begitu padaku. Tapi..."

Dia berhenti sejenak, seolah kesal. Alexander membuat wajah lesu dan menyelipkan rambut panjang ke samping, ke belakang telingaku.

Serangkaian gerakan lembut itulah yang aku nikmati setiap kali aku mengancam Henrietta. Alexander berbisik di telingaku dengan suara yang manis,

"Tapi tidak semua jari-jari rodanya meleleh. Di surat kabar, disebutkan bahwa kebakaran yang terjadi disebabkan oleh gesekan karena kecelakaan tunggal. Waktu itu, aku tidak tahu informasi lebih lanjutnya. Kecuali fakta kalau api di kereta kuda masih berkobar sampai penjaga keamanan di dekat sana menemukannya."

Haha.

Sekarang, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menggulung bibirku dan tersenyum. Terserah apa katamu, terus saja lakukan itu. Itu adalah hipotesis yang menarik.

"Tentu saja, penyelidik menduga kalau itu terjadi karena musim dingin yang kering. Bahkan aku pun tidak melihat sesuatu yang aneh dari itu."

"Lalu?"

Aku duduk bersila dan memangku daguku. Alexander memutar matanya dan tersenyum.

"Seperti yang dikatakan oleh Claude. Ada reaksi kimia magis dari potongan kereta kuda yang terbakar."

Aha. Jadi akulah pelakunya?

Jadi kamu mencoba menyembunyikan fakta kalau aku adalah seorang penyihir. Henrietta adalah satu-satunya penyihir yang dikenal di Kediaman.

Lagi pula, Alexander berasumsi kalau akulah pelakunya.

Entah bagaimana, itu membuatku sedih.

"Kamulah yang membuat lingkaran sihir itu. Reaksi kimia magis terjadi karena hal itu. Aku baru mengetahuinya setelah membaca buku sihir di perpustakaan. Henrietta juga bisa dengan bebas masuk ke sana, tapi...... Itu tidak mungkin dia. Bagaimana bisa dia, seorang penyihir yang bahkan tidak bisa membuat semua jari-jari rodanya meleleh, bisa memiliki sihir yang cukup untuk meninggalkan reaksi kimia? Terlebih, sudah lebih dari setahun sejak keretanya diperbaiki."

Jejak sihir akan menghilang setelah seminggu. Tapi, sebelum Ibu dan Duke sebelumnya memulai perjalanan mereka, Alexander mengganti roda keretanya. Kalau itu adalah reaksi kimia yang disebabkan oleh penggantian roda, apa itu cukup untuk menjelaskannya?

Alexander membuka mulutnya seolah dia menyadari keraguanku. Lidah merah panjangnya tampak bergetar, seperti ular yang bisa melihat sesuatu dari lidahnya. Seolah merayu mangsanya, Alexander mengusap bibir bawahku dengan perlahan.

"Maksudku, hari itu, tidak ada penyihir yang memperbaiki kereta itu. Aku tidak yakin, tapi aku menyerahkan kereta kepada tukang reparasi. Dan sampai hari ini, hanya aku yang mengetahui hal itu. Itu adalah kebetulan yang bagus."

Alexander meludahkan kata-katanya seakan dia tidak tahan lagi.

"Kamu dan Henrietta adalah penyihir, tapi keterampilan Henrietta tidak begitu bagus. Aku juga tidak terampil untuk membuat lingkaran sihir peledak dan melepaskan sihir yang berbahaya dari kejauhan. Begitu juga dengan para penyihir yang tinggal di Duchy. ...Tapi kamu berbeda. Bukankah kamu cukup kuat sampai bisa memblokir sihir Henrietta hanya dengan satu pandangan?" Tanya Alexander.

Sebuah ibu jari yang kapalan menyapu pipiku.

"......"

Ini.

Kamu telah mengetahui semuanya.

Aku kagum, karena aku tidak pernah menyadarinya.

"Kekuatan apa yang kamu miliki sampai kamu bisa mengetahui segalanya tentangku seperti ini?"

Aku benar-benar penasaran. Aku ahli untuk bergerak di belakang layar tanpa diketahui oleh orang lain. Sungguh memalukan untuk diekspos oleh Alexander seperti ini.

Dengan lembut, aku menutup mataku. Aku tahu kalau Alexander adalah orang yang cukup tajam, tapi.... ...Tidak kusangka akan menjadi seperti ini.

"Pasti kamu tahu kalau akulah yang menyembunyikan Buku Pendapatan itu."

"Sejak awal."

Alexander mengangguk.

"Kenapa kamu berpura-pura tertipu?"

"Karena sepertinya, kamu menginginkannya."

'Aku melakukannya dengan baik.' Rasanya, dia seperti mengatakan hal itu.

Alexander menjulurkan kepalanya, seperti anak anjing yang ingin dipuji. Aku meletakkan tanganku di kepalanya.

"Lalu, mastu*basi saat aku bersembunyi......"

"Oh, aku benar-benar tidak tahu soal itu. Sial! Jangan katakan soal itu, aku jadi malu padamu."

Di situasi ini, dia tersipu manis. Lalu dia membuka matanya dan menatapku.

"......Jadi, apa alasanku benar?"

"Jawaban apa yang kamu inginkan?"

Ketika aku membelai rambutnya, Alexander tersenyum lebar, itu membuatnya terlihat bodoh. Dan juga imut.

Tidak biasanya aku berpikir seperti ini. Apa aku ini pembunuh? Apa aku menganggap kalau Alexander itu imut?

"Jawaban yang jujur.... ...Ah! Iya. Sebenarnya, itu tidak terlalu penting. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku mengatakan ini."

"Bohong."

Kalau itu benar-benar tidak masalah, maka sejak awal, kamu tidak akan mengatakan sesuatu seperti, 'Kamu membunuh Ayahku dan Ibumu.' di hadapanku.

"Selama ini kamu sudah menderita. Kurasa, akulah pelakunya."

Mencintai seorang pembunuh yang membunuh keluarganya sendiri adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh seseorang, kecuali kalau orang itu cukup gila. Hal itu tidak mungkin dilakukan oleh siapa pun yang memiliki pola pikir normal.

Jadi Alexander ingin aku menyangkal diriku sendiri. Sekarang, dia memang terlihat baik-baik saja, tapi aku bisa mengetahuinya hanya dengan menutup mataku. Tanganku yang bersembunyi di antara seprai berkedut lemah.

"Pada hari kecelakaan kereta terjadi, kamu berkata, 'Tidak mungkin.' Aku tidak mengerti. Kenapa kamu berkata seperti itu? Setelah berpikir panjang, jawabannya datang dengan mudah. Karena kamu mencoba untuk memicu ledakan. Jadi bagimu, tidak masuk akal insiden itu terjadi karena roda yang longgar. Itulah kenapa kamu berkata, 'Tidak mungkin.' Karena kamu berencana untuk meledakkan kereta itu." Gumamnya dengan getir.

Ah! Benar-benar. Cinta itu...

Untuk membuat seorang pria menjadi seperti ini. Pasti itu perasaan yang luar biasa.

Itulah kenapa, meski para suami Ibuku menyadari kalau cara Ibu kehilangan suami-suaminya itu mencurigakan, tapi mereka tetap mendekati Ibuku. Pasti aku mewarisi hal ini dari Ibu.

Ketika Ibuku tersenyum lembut dan berkata, 'Ini baik untuk kesehatan.' dan mengulurkan jarum suntik, suaminya akan menyodorkan lengannya tanpa ragu.

Meski mereka sekarat secara perlahan, meski mereka merasakan ada yang aneh dengan tubuh mereka, tapi mereka akan berkata, 'Tidak mungkin istriku seperti itu.'

"......Aku-"

Perlahan aku membuka mulutku untuk mengatakan hal yang selalu aku kunci.

Alexander menatap tajam bibirku.

"Aku mencintai Ibuku."

Ibuku adalah seseorang yang tidak bisa untuk tidak kucintai.

Aku lahir berkat Ibuku. Berkat Ibuku, aku bisa memakai pakaian yang bagus. Berkat Ibuku, aku bisa makan makanan yang enak. Berkat Ibuku, aku bisa tidur di tempat tidur yang hangat. Berkat Ibuku, aku bisa hidup sebagai gadis yang berharga tanpa membuat tanganku kotor.

Tapi karena Ibuku......

Aku harus menjalani hidupku sebagai kaki tangan pembunuh.

"Jadi aku membunuhnya. Aku tidak tahan untuk melihat apa yang Ibuku lakukan lagi."

Tuk. Setetes air mata transparan mengalir di pipiku dan membasahi seprai. Alexander tidak bergerak, seolah membeku.

"Aku masih mencintainya. Aku menyesalinya sampai mati. Kenapa aku tidak mengikuti Ibuku ke perjalanan itu? Waktu itu, aku berpikir kalau menemukan jarum suntik yang disembunyikan di seluruh Kediaman adalah hal yang lebih mendesak. Tapi, saat aku mendengar kabar kalau Ibuku sudah meninggal.... ...Kenapa aku tidak naik ke kereta itu bersamanya?"

Aku masih ingat dengan rasa syok itu.

Ibu dan Tuan Duke, yang pergi berbulan madu, meninggal berdampingan. Setelah membiarkan Tuan Duke yang tidak bersalah pergi bersama Ibuku, perasaan yang kurasakan itu adalah......

Kecemburuan seperti api yang menyala-nyala.

Kenapa aku memberikan hari-hari terakhir Ibuku kepada Tuan Duke? Aku sudah berpuas diri dengan obsesi dan rasa posesif-ku yang keterlaluan ini.

Ibuku adalah milikku. Dia harus menjadi milikku seorang.

"Ya, aku membunuh Ibuku. Dan juga Ayahmu."

Aku meraih dagu Alexander dan mengangkatnya. Mata abu-abu peraknya yang goyah tanpa tujuan, tidak bisa fokus dengan mudah. Alexander menggigit bibirnya yang pucat.

"Tidak ada yang salah dengan apa yang kamu katakan. Alex, kamu jatuh cinta pada perempuan yang membunuh Ayahmu."

Jadi, aku memberikan jawaban yang tidak kamu harapkan.

Sekarang apa yang akan kamu lakukan?

.

.

.

***

Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.

Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!

Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***


Apa pendapatmu tentang bab ini?