Chapter 16 Part 1

Penerjemah : reireiss

Dukung kami melalui Trakteer agar terjemahan ini dan kami (penerjemah) terus hidup.

Terima kasih~


***

TOLONG JANGAN BAGIKAN INFORMASI TENTANG BLOG INI!!

HAL ITU BISA MENGEKSPOS KAMI PADA PENULIS ATAU WEB RESMI.

JIKA ITU TERJADI, KAMI AKAN DIPAKSA UNTUK MENGHENTIKAN DAN MENGHAPUS NOVEL INI.

JADI MARI KITA HINDARI ITU BERSAMA-SAMA!!

***

Claude memanggil sejumlah besar pekerja yang tersisa di Kediaman, dia bilang kalau dia harus mengumpulkan lebih banyak kesaksian bahkan setelah mewawancarai aku dan Alexander. Itulah kenapa waktu makan malam jadi tertunda.

Aku hanya tahu kalau Alexander yang kutemui di koridor tadi tampak sangat marah, jadi kukira dia tidak akan mau makan malam denganku. Tapi begitu aku tidak kunjung turun ke ruang makan, dia mengirim pelayan untuk memanggilku. Aku tidak tahu kenapa dia sangat terobsesi dengan melewatkan makan.

Di waktu luangnya, dia berpikir untuk memberiku makan sedikit lebih banyak, khawatir pergelangan tanganku terlalu kurus. Apa aku yang sudah ditinggalkan Ibuku ini terlihat begitu mengkhawatirkan?

"Nona Ophelia."

Alexander buka satu-satunya orang yang ada di ruang makan. Claude juga ada di sana. Dia langsung menyambutku.

"Sebelum Anda datang, saya agak merasa sesak nafas. Tampaknya, penyelidik ini tidak diterima di sini. Jadi, tanpa sadar saya hanya bisa mengamati saja."

Claude berbicara sambil mengangkat bahunya. Seperti yang dia katakan, suasana ruang makan ini suram.

Para pelayan yang membawa nampan tampak lebih kaku dari biasanya seakan mereka gugup, dan Alexander yang duduk di kursi utama malah memalingkan wajahnya dariku, seakan mau aku datang ke sini atau pun tidak itu tidak menjadi masalah. Lalu untuk apa dia memanggilku?

"Saya rasa, saya tahu bagaimana rasanya. Itu terasa familiar bagi saya."

Aku mengangkat tanganku ke pelayan yang menuangkan air. Gelas yang penuh dengan air itu pun bergetar.

Mungkin karena sudutnya, bukan wajahku yang terpantul di gelas itu, melainkan wajah Alexander. Wajahnya terlihat dingin, dia tak tersenyum sedikit pun.

"Saya dengar Nona Ophelia akan pergi setelah Upacara Kedewasaan Duke selesai."

Claude berbicara padaku. Aku bertanya-tanya apakah itu mungkin, tapi sekali lagi, sepertinya aku akan melakukannya. Tidak ada gunanya membicarakan hal itu di depan Alexander.

Sekarang Alexander berpaling dariku seolah-olah dia sedang memprotes hal itu, tapi dia terus menerus membuat alasan yang tidak masuk akal kalau Kediaman Duke membutuhkan aku.

"......Itu benar. Sebenarnya, kami sudah membicarakannya."

Aku memutar mataku dan melirik Alexander sambil mengatakan hal itu. Sekali lagi, dia mematahkan garpu yang dia pegang.

"Bolehkah saya bertanya ke mana Anda akan pergi?"

Apa ini juga bagian dari proses investigasi? Tatapan orang lain yang ada di ruangan ini selain Claude juga terarah padaku. Alexander benar-benar seperti anak kecil, dia marah padaku, mengabaikan aku, dan juga penasaran padaku. Kali ini aku yang berpaling dari Alexander. Aku memandang Claude seolah Alexander tidak ada di sana.

"Saya ingin melakukan perjalanan. Ke Kekaisaran Suci di mana Takhta Suci berada."

"Oh, itu tempat yang bagus. Itu adalah negara yang selalu ingin saya kunjungi."

Claude menunjukkan simpati yang mendalam. Saat aku berkata kalau aku ingin pergi ke Tangga Orang Suci, yang konon setiap anak tangga yang kita naiki maka dosa-dosa kita akan dihapus. Claude tampak bersemangat, bahkan dia sampai membenturkan gelasnya.

"Saya juga. Saya sangat ingin menaiki tangga itu."

"Sepertinya Anda telah melakukan banyak dosa."

"Haha. Apa sekarang Anda berakting sebagai penyelidik? Itu kan tempat pertama yang akan turis kunjungi."

Kata-katanya itu benar. Tempat yang paling terkenal di Kekaisaran Suci adalah Tangga Orang Suci.

"Legenda tentang tangga itu bukan hanya itu saja. Konon, saat seorang pria dan wanita berpegangan tangan dan menaiki tangga itu bersama-sama, mereka akan terus terikat selamanya."

"Ya, saya mendengarnya."

"Nona Ophelia, apa Anda memiliki seorang pria untuk pergi bersama?"

Di Arpad, aku bahkan tidak melihat seorang pria yang seusia denganku kecuali Alexander. Jadi tentu saja tidak ada. Akhirnya aku menggelengkan kepala dengan penyesalan, Claude mengernyitkan satu matanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku tersenyum seolah-olah aku tidak berdaya.

"......Itu terdengar seperti Anda ingin pergi dengan saya. Pasti tidak begitu, kan?"

"Saya tidak bermaksud begitu. Saya hanya penasaran dengan jawaban Nona Ophelia."

Claude menanggapi lelucon itu enteng. Bisakah penyelidik melakukan itu? Dia terlalu lancang. Kurasa aku mengerti kenapa Ibuku memilih selera humor sebagai syarat untuk melihat lelaki setelah penampilan, kekayaan, dan kekuasaan. Dalam sekejap, suasana berubah menjadi lebih santai.

"Saya khawatir kalau saya menangkap pergelangan kaki orang yang sibuk."

"Apa itu berarti jika saya tidak sibuk, Anda bersedia pergi bersama saya?"

"Saya ingin Anda memahaminya sendiri."

Rasanya sangat menyenangkan melihat reaksi Alexander, aku jadi keterusan. Aku bukanlah orang yang banyak bicara, tapi aku malah bercanda dengan Claude berulang kali. Meski dia diasosiasikan sebagai orang yang keras dan tabah karena pekerjaannya sebagai seorang penyelidik, ternyata dia adalah orang yang cukup ceria. Aku akan percaya kalau dia ini adalah seorang pemuda yang bisa ditemui di pasar.

Alexander bahkan tidak ikut campur dalam percakapan, karena dia masih merajuk. Dia hanya memotong-motong steak kesukaannya, dan pada akhirnya dia hampir tidak memakannya. Kemudian, saat aku, yang makan makanan penutup terlebih dahulu dan bangun, dia mengikutiku seakan dia sudah tidak tahan lagi.

"......Kamu belum selesai makan. Kamu tidak perlu mengantar aku."

Meninggalkan Claude di belakang dan keluar dari ruang makan, Alexander mengikutiku diam-diam hingga aku mencapai tangga. Ayolah, apa kamu punya sesuatu yang ingin dikatakan? Kamu sudah mematahkan 6 garpu dan 6 pisau.

Aku berhenti berjalan dan menoleh ke arahnya.

"Apa kamu mau bilang kalau aku terlihat senang lagi? Alexander, kamu terlalu berlebihan. Bukan cuma kamu yang tahu bagaimana cara marah."

Dia menundukkan kepalanya seolah dia memiliki jiwa dan hanya mendengarkan aku dengan tenang. Ini tidak seperti berbicara dengan tembok atau semacamnya. Karena frustrasi aku sampai mengerutkan keningku. Cara Claude berbicara memang membuatku tertawa, tapi sebenarnya aku sedang dalam suasana hati yang buruk.

"......Kak."

"......Apa?"

Alexander menjawab dengan suara yang pelan setelah beberapa saat. Aku tidak begitu mendengarnya jadi aku mendekatinya. Tapi kenapa aku harus melakukan itu? Alexander lah yang marah dan berpaling padaku terlebih dahulu.

Alexander adalah pria yang sulit untuk diketahui apa niatnya yang sebenarnya. Oleh karena itu, sangatlah bodoh kalau kamu mencoba mencari makna sambil terombang-ambing oleh setiap tindakannya yang sulit dipahami.

Bukankah aku bisa mencocokkan ritme dengan permainan kakak-adik yang tidak pernah berakhir.

Aku membalikkan punggungku. Kembali melangkah, naik ke atas. Alexander berbicara dengan suara yang sedikit lebih keras.

"......Alex, Kak. Aku benci dipanggil Alexander."

Ini tidak lucu. Bagaimana kamu bisa mengatakan sesuatu seperti itu di situasi seperti ini?

"Apa itu penting?"

Aku bertanya sambil memiringkan kepalaku seakan tidak mengerti. Dia mengerutkan keningnya.

"Itu penting. Itu penting. Itu penting."

Alexander mengulang kata-kata yang sama seperti boneka yang rusak. Tangannya yang memegang pegangan tangga bergetar begitu keras hingga aku bisa melihatnya dengan jelas. Dia tidak bisa menahannya lagi dan berteriak,

"Ya, aku salah! Aku berbohong! Jadi jangan katakan hal menyedihkan seperti seminggu lagi, di hari ulang tahunku yang ke-20, kau akan pergi!"

Haha. Aku tersenyum singkat seolah mencibir dirinya, tapi dengan cepat senyum itu menghilang.

"......Kamu mengetahuinya dengan baik."

Begitu aku mendengarnya, aku terkejut. Itu yang ingin kamu katakan, sampai-sampai kamu terus mengikutiku sampai ke sini.

"......"

Alexander menoleh untuk menghindari tatapanku. Tapi dia segera melihat ke arahku dan mengambil langkah lebih dekat.

"Tapi Kakak membuatku terlihat seperti orang yang sangat bodoh. Kumohon jangan tinggalkan aku, sudah ratusan kali aku mengucapkan kata-kata itu. Tapi semua itu hanyalah suara yang berlalu di telingamu.... ...Sial! Kenapa kamu berbicara seperti itu dengan pria itu?"

Mata abu-abu peraknya berkerut seakan terluka. Aku tidak bisa membayangkan betapa seriusnya itu. Dia terlihat sangat kesakitan.

Melihat Alexander menunjukkan emosi yang begitu kuat, membuatku merasa tidak nyaman. Aku ingin pergi. Tapi tak kunjung bisa pergi. Apa kamu ingin aku tidak pergi dan terus seperti ini?

Sejauh ini semua itu telah menjadi lelucon. Tapi, saat dia mengajukan pertanyaan, "Apa kamu tulus menginginkannya?" Itu menjadi hal yang terlalu berat. Kenapa kamu terlihat begitu menderita? Karena Claude mencoba menggali kebenarannya?

"Kamu tidak punya alasan untuk marah. Kita kan sudah berjanji. Saat kamu menjadi dewasa, biarkan aku pergi."

Sejujurnya, aku tidak bisa menghitung sudah berapa kali aku berdebat dengannya tentang hal ini. Aku selalu pura-pura tidak mendengar apapun, lalu Alexander akan membiarkan hal ini berlalu, menganggap seolah tidak terjadi apapun.

Tapi hari ini. Mulai hari ini.

Alexander tidak mundur. Dia menaiki tangga dan berdiri tepat di bawahku. Karena aku berdiri satu tangga lebih tinggi darinya, mata kami berada di jajaran yang sama. Kami saling menatap, tapi aku tidak tahu kenapa aku mulai bergeming. Udara putih yang dingin keluar di antara bibirnya yang menganga.

"Janji itu, tidak bisakah kita membuatnya yang baru saja?"

.

.

.

***

Mungkin ada beberapa dari kalian yang ingin membaca suatu novel tertentu tapi belum ada yang menerjemahkan novel tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.

Kami bisa menerjemahkan novel yang kalian inginkan tersebut melalui sistem Request Novel!

Jika kalian ingin me-request novel, silakan tulis judul atau beri tautan raw dari novel tersebut DI SINI!

***

Puas dengan hasil terjemahan kami?

Dukung SeiRei Translations dengan,


***


Previous | Table of Contents | Next


***


Apa pendapatmu tentang bab ini?